Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Illution of Strength Joko Widodo

2 Maret 2024   00:21 Diperbarui: 2 Maret 2024   00:28 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Warisan paling monumental Joko Widodo setelah tidak menjabat sebagai Presiden nantinya adalah keberhasilannya menjadikan anak kandungnya sebagai Wakil Presiden, dan keberhasilannya mengkonsolidasikan beberapa partai papan atas jadi satu koalisi besar pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka meraup suara terbanyak dalam Pilpres 2024 berkat dukungan kuat Joko Widodo, baik sejak proses pencalonan maupun pemenangan Pilpres.

Secara kasat mata dapat terlihat jelas Joko Widodo dalam hal ini sangat memiliki kekuatan sangat besar, yaitu mampu melakukan orkestrasi politik yang bermuara kepada pencalonan anak kandungnya sebagai calon wakil presiden, dan melalui pengaruh "Invisible hand" mampu memenangkan pasangan Capres-Cawapres dukungannya.

Walau pencalonan Gibran Rakabuming Raka melalui jalan pintas mencederai konstitusi lewat keputusan kontroversial Mahkamah Konstitusi (MK), pada kenyataannya keinginan untuk meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden berjalan mulus tanpa hambatan sangat berarti. Walau sebenarnya keputusan MK tersebut memperoleh banyak protes, tetapi suara gugatan tersebut semua diabaikan bagaikan angin berlalu entah kemana.

Paska Pilpres, kekuatan cengkeraman Joko Widodo terhadap kepemimpinannya dan kepada koalisi besar pendukung pasangan Prabowo Subianto semakin kuat, hal ini terlihat dengan semakin mesranya hubungan Joko Widodo dengan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan pemberian jabatan menteri ATR-BPN kepada Agus Harimurti Yudhoyono sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Dalam hal ini harus diakui bahwa Joko Widodo sangat lihai melakukan konsolidasi kekuatan koalisi besar pendukung Prabowo Subianto. Suka tidak suka, Joko Widodo terbukti mampu merangkul para elit penguasa partai politik papan atas untuk masuk ke dalam lingkaran kekuasaannya. Keberhasilan itu sudah barang tentu semakin memperkuat dukungan terhadap dirinya sendiri sebagai penguasa.

Partai besar seperti Golkar dan Gerindra nampak sangat jelas membirikan dukungan tanpa reserve terhadap kepemimpinan Joko Widodo. Kekuatan tersebut semakin menguat lagi dengan kehadiran Partai Demokrat. Bahkan, jika nanti pasangan Prabowo Subianto dilantik, diduga akan ada lagi beberapa partai politik yang mau bergabung dengan koalisi besar pendukung pasangan Prabowo Subianto.

Kekuatan itu sudah barang tentu merupakan angin segar dan sangat menjanjikan untuk memberi peluang bagi Joko Widodo untuk tetap memiliki pengaruh besar atau kekuatan tersendiri terhadap kepemimpinan Prabowo Subianto nantinya. Bahkan diduga Joko Widodo akan tetap memiliki ruang untuk melanggengkan pengaruh dan kesinambungan kepentingannya dibawah kepemimpinan presiden selanjutnya karena dianggap keberadaan anak kandungnya Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden  dianggap akan jadi kanal kesinambungan kepentingan Joko Widodo.

Secara kasat mata kondisi yang dipaparkan diatas dapat terlihat dengan jelas bahwa Joko Widodo sangat memiliki kekuatan besar dan mampu menanamkan kekuatannya sebagai warisan berharga setelah berakhitnya masa kepemimpinan Joko Widodo sebagai Presiden.

ANCAMAN KEKUATAN RAPUH

Seperti sudah diutarakan sebelumnya,  jika dilihat sekilas nampak jelas Joko Widodo benar-benar memiliki pengaruh dan kekuatan sangat besar.  Namun jika dicermati lebih mendalam, apakah kekuatan itu akan selamanya langgeng ? Terutama disaat Prabowo Subianto sudah dilantik sebagai Presiden, apakah benar-benar diberikan ruang yang luas bagi Joko Widodo untuk tetap mencengkramkan pengaruhnya.

Jika dilihat dari sisi kedudukan Gibran sebagai wakil presiden, hal itu memungkinkan terjadi. Tetapi tidak bisa dilupakan bahwa secara konstitusional Wakil Presiden itu tidak memiliki wewenang yang kuat untuk turut mempengaruhi pengambilan keputusan strategis. Wakil Presiden itu tak ubahnya bagaikan "ban serap", dan hanya memiliki wewenang apabila presiden berhalangan tetap.

Kemudian,sesungguhnya koalisi besar pendukung Prabowo Subianto itu adalah partai politik, jadi sharing kekuasaan atau pembagian kekuasaan di kabinet akan didominasi oleh kekuatan partai politik. 

Joko Widodo sendiri sesungguhnya tidak memiliki kekuatan besar terhadap partai politik, karena bukan merupakan ketua umum partai politik, dan tidak memiliki partai politik yang sangat kuat berkontribusi terhadap dukung mendukung koalisi besar pengusung Prabowo Subianto.

Lalu apa garansi utama yang menjamin Joko Widodo akan memiliki kekuatan yang langgeng melakukan "bergaining position" didalam koalisi besar pengusung dan pendukung Prabowo Subianto ? Jika tidak ada maka sesungguhnya kekuatan Joko Widodo itu adalah "Illution of Strength" yang bersifat "Fragile", atau dengan kata lain kekuatan Joko Widodo itu hanya sebuah ilusi yang sangat rentan pecah berkeping-keping disaat partai papan atas pendukung Prabowo Subianto tidak berkenan terhadap campur tangan atau intervensi Joko Widodo.

Partai Gerindra yang merupakan partai utama pendukung Prabowo Subianto dan beliau sebagai ketua umum Partai tersebut sudah barang tentu akan lebih mengutamakan kepentingan partainya diatas kepentingan pihak lain.

Demikian juga halnya dengan Partai Golkar, yang selama ini sudah terlihat sangat jelas karakteristiknya yang hanya berorientasi kepada kepentingan untuk tetap masuk ke dalam lingkaran kekuasaan tanpa memperdulikan apa warna dan aliran politik mitra koalisinya. Disaat kepentingan mereka tidak terakomodir atau ketika ada kepentingan yang tidak sesuai dengan harapan partai Golkar maka tidak sungkan mereka akan memilih jalan sendiri untuk merealisasikan kepentingannya. 

Kemudian Partai Demokrat yang ikut bergabung di tengah jalan mendukung koalisi besar Prabowo Subianto-Joko Widodo secara historis sesungguhnya tidak memiliki kedekatan emosional yang erat dengan Joko Widodo, sehingga sangat rentan untuk berpisah di tengah jalan.

Catatan sejarah paling penting yang digoreskan oleh Joko Widodo sendiri adalah masa lalunya yang sesungguhnya tidak memiliki loyalitas tinggi terhadap pertemanan, terutama terhadap partai politik pendukungnya. Sehingga hal ini akan tetap jadi bayang-bayang kelam yang akan selalu diingat oleh para mitra koalisinya.

Dari paparan diatas maka tidak berlebihan jika disebut bahwa kekuatan yang dimiliki Joko Widodo saat ini sesungguhnya sangat labil dan rentan untuk tergerus jadi lemah, bahkan dikuatirkan akan menajdikan dirinya kehilangan pengaruh setelah tidak menjabat sebagai presiden lagi.

Ini hanya secuil analisa yang bisa saja benar atau meleset, tetapi biarkanlah ruang dan waktu mengujinya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun