Gara-gara kelakuan Mario anak pejabat teras Departemen Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, dianggap mencoret marwah Kementerian Keuangan, khususnya Dirjen Pajak.
Gaya hidup mewah, flexing (pamer) memang identik dengan gaya hedonis, yaitu gaya hidup mencari kebahagian dengan cara kesenangan sebanyak-banyaknya, dan lebih mementingkan kesenangan ketimbang kebutuhan.
Gaya hidup hedonisme dan Flexing memang sangat sensitif mengundang kecemburuan sosial di tengah kehidupan masyarakat dewasa ini yang tengah mengalami kesulitan ekonomi saat ini.
Maka wajar pejabat dan anak pejabat yang suka pamer kekayaan dan gaya hidup mewah jadi sorotan dan cibiran masyarakat, apalagi jika dikaitkan dengan pejabat-pejabat departemen keuangan, khususnya Dirjen Pajak.
Bukan ini kali pertama pejabat pajak departemen keuangan jadi sorotan publik, sebelumnya sudah beberapa kali terjadi, misalnya kisah kekayaan Gayus Tambunan, dan lainnya.
Itu semua menimbulkan persepsi negatif publik terhadap pejabat-pejabat departemen keuangan, dan mereka dianggap sebagai orang kaya raya dari perilaku korupsi.
Mario Dandy Satrio anak seorang pejabat Dirjen Pajak jadi sorotan tajam publik karena gaya hidup mewahnya, bahkan dianggap arogan dan sombong karena menganiaya David hingga tidak sadarkan diri.
Sikap arogansi itu diperlihatkan di salah satu cuplikan video amatir, dimana Mario menyebutkan dirinya tidak takut jika anak anak orang mati, dan juga tidak takut diadukan ke aparat keamanan.
Gaya hidup glamour dan kesombongan diri inilah kemudian jadi pemicu timbulnya perasaan semakin benci masyarakat terhadap sosok Mario.
Oleh karena itu sikap Mahfud MD yang juga turut "geram" melihat harta kekayaan Rafael Alun pejabat Ditjen Pajak, dan gaya hidup hedonis Mario sebagai anak pejabat Ditjen Pajak wajar memperoleh apresiasi masyarakat.
Dan hal itu harus jadi bahan kritik dan permenungan bagi para pejabat negara, khususnya pejabat kementerian keuangan untuk memperbaiki gaya hidup tidak glamour dan pamer kekayaan.