Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masih Relevankah Pemikiran Bung Karno Saat Ini?

22 Februari 2023   11:03 Diperbarui: 22 Februari 2023   11:09 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bung Karno dikenal bukan hanya sebagai pejuang dan pendiri bangsa, serta Presiden Pertama Indonesia, tetapi juga sebagai seorang pemikir brilian. Bahkan hasil pemikiran adakalanya melampaui ruang dan waktu, bahkan "out of box" atau diluar kelaziman pemikiran dimasanya.

Marhaenisme salah satu buah pemikiran spektakuler Bung Karno sebagai ideologi perjuangan anti Kapitalisme dan Imperialisme masih layak diperbincangkan hari ini untuk kemudian dipertanyakan relevansinya di tengah sistem liberalisasi ekonomi dewasa ini.

Dari sekian banyak buah pemikiran Bung Karno, Pancasila dan Trisakti juga layak digugat aktualisasinya untuk konteks kekinian.

Liberalisasi ekonomi dunia dewasa ini yang berorientasi murni kepada mekanisme pasar dengan meminimalisir intervensi pemerintah ternyata menimbulkan dilema bagi kebijakan kemandirian ekonomi sebagai keunggulan komperatif bagi suatu negara, khususnya Indonesia, dalam kerangka berkompetisi dalam mekanisme perdagangan internasional.

Pemerintahan Presiden Jokowi saat ini dalam kerangka mewujudkan kemandirian ekonomi nasional mengeluarkan kebijakan hilirisasi industri untuk meningkatkan nilai lebih komoditi sumber daya alam Indonesia, baik itu Minerba, gas dan komoditi perkebunan sawit, tetapi memperoleh gugatan dari beberapa organisasi internasional yang merupakan kepanjangan tangan negara-negara besar di Eropa dan Amerika.

Contohnya larangan ekspor Nikel oleh Pemerintah Indonesia digugat Uni Eropa ke WTO (World Trade Organization). Gugatan tersebut dimenangkan Uni Eropa.

Ekspor CPO produk turunan kelapa sawit Indonesia juga mengalami penolakan di Uni Eropa dengan tuduhan perkebunan kelapa sawit menimbulkan deforestasi, atau kerusakan hutan dan lingkungan.

Gugatan berbentuk hambatan perdagangan tersebut tidak ubahnya sebagai strategi negara-negara besar di Eropa untuk mencari keuntungan sebesar-sebesarnya dari perdagangan hasil bumi atau komoditas pertanian dan tambang Indonesia lewat gaya baru.

Jika dahulu negara Eropa, terutama Belanda langsung menjajah bumi Indonesia dengan menguasai wilayah dan tanah nusantara lewat imperialisme, kini mereka melakukan penjajahan lewat skema peraturan ala organisasi perdagangan internasional seperti WTO.

Indonesia mengalami kekalahan di WTO karena memang organisasi tersebut tidak ubahnya seperti sebuah perusahaan, dimana kekuasaan mengambil keputusan ditentukan berdasarkan kepemilihan saham. Hak suara ditentukan oleh besarnya jumlah saham suatu negara di WTO.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun