Kemauan mengakui bersalah dan minta maaf oleh Eliezer bukti telah terjadi pertobatan atau metanoia, sebuah tindakan yang menjadi tujuan hukuman sesungguhnya.Â
Pemberian hukuman bukan melulu untuk menyiksa dan menyakiti phisik seseorang, tapi untuk memberi efek jera dan pertobatan agar terjadi proses perubahan perilaku seseorang.
Selama ini teramat sulit menemukan orang yang masih mau jujur mengakui kesalahannya. Kejujuran bagaikan barang langka dewasa ini.
Jujur merupakan tindakan yang sering sulit dilakukan oleh orang yang bersalah atau yang melakukan suatu kejahatan.
Hal itu dilakukan sebagai upaya mempertahankan keegoisan diri, dan menghindari maupun mengelabui konsekuensi hukuman, maupun sebagai ekspresi kesombongan diri dan merasa memonopoli kebenaran.
Sehingga ada ungkapan "Mana ada maling yang jujur", dan "Sebuah kebohongan yang sudah dilakukan akan ditutupi dengan kebohongan-kebohongan  lebih banyak lagi".
Pengakuan jujur, dan kemauan Eliezer sebagai "Justice Collaborator" turut meringankan, tetapi yang terpenting diatas segalanya adalah kemauan Eliezer untuk terbuka terhadap dirinya, terutama membuka tabir gelap skenario yang telah disusun Ferdy Sambo sebelumnya dengan sandiwara terjadinya pelecehan seksual di Duren Tiga terhadap istrinya istrinya Putri Candrawati.
Keterbukaan dan kejujuran Richard Eliezer dalam peristiwa ini sangat mahal harganya, tidak ternilai dan tidak terbeli, karena tanpa kejujuran Eliezer maka versi skenario awal yang telah disusun Ferdy Sambo lah yang berjalan.Â
Dan karena adanya kejujuran Eliezer maka dia memperoleh hukuman relatif ringan sebagai pertanda juga bahwa kejujuran akan memperoleh ganjaran yang sepadan, sehingga memberi motivasi agar semakin banyak orang yang mau berbuat jujur.
Kejujuran bernilai mahal itulah yang dilihat para hakim mempergunakan mata hati dan nuraninya sebagai bentuk ekspresi kemampuan berempati atau emotional question.Â
Sebuah kecerdasan yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan dunia saat ini yang semakin kehilangan kemampuan mendengar bisikan hati nurani sebagai hukum tertinggi.