Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Tidak Ada Sistem Pemilu Paling Sempurna dan Paripurna

1 Februari 2023   05:48 Diperbarui: 1 Februari 2023   07:22 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artinya sistem proporsional memberi peluang yang sama bagi semua partai politik untuk memperoleh kursi parlemen, dan diharapkan mampu menghindari terjadinya mayoritas tunggal di parlemen, tetapi sebaran perolehan kursi menyebabkan butuh pembentukan koalisi di parlemen.

Sedangkan sistem distrik pada intinya menganut sistem untuk memperkecil kemungkinan banyak partai politik yang memperoleh kursi parlemen, karena dalam satu distrik berdasarkan ketentuan geografis sebagai daerah pemilihan hanya memungkinkan terpilih satu orang perwakilan dari setiap distrik.

Dengan demikian menutup kemungkinan dan peluang banyak partai politik yang mampu memperoleh kursi parlemen, dan berdasarkan pengalaman di berbagai negara hanya partai politik besar dan mapan mampu memperoleh kursi parlemen sehingga tanpa disadari terjadi perampingan jumlah partai politik, serta terjadi institusionalisasi partai politik, yaitu hanya partai politik yang memiliki idiologi dan platform yang dekat secara batiniah dengan konstituen mampu eksis, bertahan serta bisa memenangkan pemilu. 

Jika tujuan utama perubahan sistem pemilu untuk memperkecil jumlah partai peserta pemilu, serta ingin mempersulit pendirian partai politik, maka sistem distrik merupakan salah satu alternatif pilihan terbaik, sebaliknya jika ingin sistem pemilu memberi peluang yang sama bagi semua orang atau partai politik dalam pelaksanaan pemilu maka sistem proporsional merupakan salah satu pilihan terbaik.

Paradigma demikian juga semestinya harus dijadikan sebagai dasar pemikiran dalam memilih sistem pemilihan umum saat ini yang sedang dirundung perdebatan sengit antara memilih sistem proporsional terbuka atau sistem proporsional tertutup.

Terlebih dahulu dicari kesepakatan, atau defenisi yang tepat tentang apa sebenarnya tujuan yang hendak dicapai dalam rencana melakukan perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup?

Seperti sudah dikemukakan sejak awal tulisan ini, semua sistem pemilu itu memiliki kekurangan dan kelebihan, tetapi harus tetap dipilih salah satu diantaranya sebagai sistem pemilu yang dianggap layak dan tepat sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang berkembang.

Sebagaimana narasi yang sedang berkembang saat ini, berdasarkan pengamatan empiris alasan utama munculnya tuntutan untuk kembali ke sistem pemilu proporsional tertutup adalah pelaksanaan pemilu akhir-akhir ini cenderung melemahkan peran dan fungsi partai politik, terjadi kompetisi tidak sehat di internal partai, perilaku memilih konstituen tidak berdasarkan idiologi atau platform partai politik, dan konstituen semakin berorientasi pada praktik politik transaksional, money politics atau jual beli suara.

Pelaksanaan pemilu dengan sistem proporsional terbuka dianggap hanya memberi peluang keterpilihan kepada calon yang memiliki uang banyak, yang terpilih bukan merupakan kader terbaik partai politik sehingga banyak muncul kader kutu loncat, proses kaderisasi tidak berjalan dengan baik di internal partai, serta partai politik memiliki posisi lemah terhadap anggota legislatif terpilih.

Ironisnya, anggota legislatif terpilih menganggap keberhasilannya memperoleh suara terbanyak bukan karena faktor partai politik, tetapi karena kemampuan dirinya sendiri, terutama karena uang yang dimilikinya sebagai alat pemenangan pemilu. Karena itu mereka berpikir tidak memiliki kewajiban moral untuk tunduk dan loyal terhadap parati politik.

Pengalaman buruk rendahnya tingkat loyalitas terhadap azas perjuangan partai, serta semakin masifnya praktik transaksional atau money politics dalam pelaksanaan pemilu belakangan ini, menjadi sebuah alasan yang dipergunakan untuk mempertimbangkan diberlakukannya kembali sistem pemilu proporsional tertutup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun