Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bukan Sekedar Penambahan Masa Jabatan Kades

20 Januari 2023   02:30 Diperbarui: 20 Januari 2023   03:11 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desa Wisata Ambarita Danau Toba. Foto Dokumen Pribadi.

Tuntutan penambahan masa jabatan Kades (Kepala Desa) dari enam tahun jadi sembilan tahun yang disampaikan lewat cara demo ke Gedung DPR RI ternyata mampu menyita perhatian dan dukungan positif dari lembaga eksekutif dan eksekutif.

Presiden Joko Widodo juga sepakat dengan permintaan penambahan masa jabatan tersebut sebagaimana disampaikan oleh Budiman Sudjatmiko politisi PDI Perjuangan setelah melakukan pertemuan dengannya di Istana Negara.

Dari lembaga legislatif juga muncul ungkapan dukungan positif baik dari DPR RI maupun MPR RI, walau hal itu disampaikan secara personal, dan merupakan pendapat pribadi.

Demikian juga Kementerian Desa menunjukkan sikap mendukung permintaan kepala desa.

Fenomena dukungan bernada seragam dan terkesan begitu gampang memperoleh persetujuan itu tidak bisa dipungkiri menimbulkan tanda tanya besar, ada apa gerangan dibalik semua dukungan itu ?

Secara organisasi dan struktural pemerintahan, kedudukan kepala desa berada pada level terendah,  tetapi memiliki peran penting bagaikan ujung tombak yang mampu menyasar langsung ke pusat jantung masyarakat. Sehingga peran dan fungsinya sangat "Sexy" dan Strategis secara politis.

Oleh karena itu wajar dibutuhkan kemampuan melakukan pendekatan lebih berempati dalam merespon tuntutan para kepala desa yang melakukan demonstrasi di gedung DPR RI.

Layak dan pantas kita berikan apresiasi kepada para pihak yang mendukung tuntutan para kepala desa karena hal itu menjadi sebuah pertanda bahwa kepala desa itu sesungguhnya memiliki peran penting dan berharga.

Secara struktural pemerintahan, kedudukan kepala desa berada pada posisi level paling rendah organisasi pemerintahan, tetapi peran dan fungsinya bagaikan ujung tombak yang mampu langsung menusuk ulu hati masyarakat.

Maka wajar para kepala desa diberi perhatian khusus sebagai bentuk dukungan terhadap peningkatan kinerja mereka di tengah-tengah masyarakat, baik demi realisasi program pemerintah maupun untuk meningkatkan harmonisasi kehidupan masyarakat desa.

Salah satu alasan penting dibalik tuntutan penambahan masa jabatan kepala desa dari sebelumnya enam tahun menjadi sembilan tahun adalah untuk memberi ruang dan waktu lebih panjang bagi kepala desa merealisasikan kerja-kerja yang berguna bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.

Masa kerja enam tahun seperti selama ini dipandang tidak cukup karena proses pemilihan kepala desa yang dilakukan dalam kurun waktu yang singkat dianggap meninggalkan residu buruk kompetisi keras kontestasi pemilihan kepala desa, dan mewariskan konflik berkepanjangan  yang adakalanya sebagai faktor penghambat terjadinya kolaborasi pembangunan desa secara gotong royong.

Tidak dapat dipungkiri, pemilihan kepala desa yang dilakukan secara langsung, one man one vote, merupakan salah satu bentuk liberalisasi demokrasi yang menimbulkan polarisasi tajam di masyarakat desa, melahirkan persaingan sengit, serta terbentuknya kompetisi tajam antar kubu.

Ironisnya, kontestasi pemilihan kepala desa yang begitu sengit, selain riskan menimbulkan perpecahan masyarakat, ternyata sudah dirundung praktek pemilihan transaksional, beli suara atau money politics.

Kompetisi sengit dan praktek transaksional yang dilakukan tanpa disadari menimbulkan semakin tergerusnya rasa persaudaraan maupun ikatan darah di tengah-tengah masyarakat yang sesungguhnya mereka semua memiliki kedekatan kekerabatan erat.

Pada umumnya desa-desa yang ada saat ini merupakan sebuah kumpulan masyarakat dalam ruang lingkup administratif kecil dihuni oleh kumpulan individu-individu yang memiliki ikatan kekerabatan, baik dari silsilah kekeluargaan maupun secara demografi.

Sejak dahulu atmosfir kehidupan masyarakat desa identik dengan sistem kehidupan kekeluargaan dan gotong royong, selain memiliki kedekatan bathin, memang sesungguhnya mereka memiliki kedekatan secara kerabat atau famili.

Namun,  sistem demokrasi ala pemilihan kepala desa secara langsung ternyata melahirkan sikap kompetisi tidak sehat dan mewariskan konflik berkepanjangan. Karena komunitas desa dengan jumlah penduduk relatif kecil justru menimbulkan tingkat kompetisi sangat keras diantara sesama penduduk desa.

Konflik berbentuk dendam berkepanjangan kemudian menyisakan bibit-bibit pertentangan dan perbedaan pendapat yang berlangsung lama diantara mereka, sehingga menjadi hambatan terciptanya kehidupan harmonis di desa.

Kondisi inilah salah satu alasan yang dijadikan oleh para kepala desa menuntut dikabulkannya permintaan mereka untuk memperpanjang masa kepemimpinan kepala desa menjadi sembilan tahun.

Merupakan sebuah alasan yang boleh dilihat sebagai pendapat sederhana, tetapi sesungguhnya merupakan kenyataan pahit menghinggapi kehidupan masyarakat di desa saat ini.

Oleh karena itu tuntutan para kepala desa dalam konteks meminta perpanjangan masa kepemimpinannya jangan dipandang tak ubahnya bagaikan keserakahan kekuasaan, tetapi perlu disadari adanya keresahan terselubung termuat dibalik kegandrungan kita melakukan pemilihan umum secara langsung atas nama demokratisasi selama ini.

Demokrasi berbentuk pemilihan langsung dalam pemilihan kepala desa tidak bisa dipungkiri menimbulkan bibit-bibit disharmonisasi kehidupan masyarakat desa, serta mengikis rasa ikatan persaudaraan yang bermetamorfosis jadi warisan konflik berkepanjangan.

Penambahan masa jabatan kepala desa dengan alasan butuh waktu memperbaiki warisan konflik berkepanjangan tidak cukup dijadikan hanya sebagai alasan, tetapi harus dicarikan solusi terbaik sebagai jalan alternatif menghindari timbulnya konflik yang menimpa masyarakat desa itu sendiri.

Jangan-jangan yang dibutuhkan masyarakat desa saat ini sesungguhnya bukan pemilihan kepala desa secara langsung sebagai bentuk legitimasi kekuasaan kepala desa selama sembilan tahun.

Sebuah permenungan menarik ditengah dilema pemilihan kepala desa secara langsung bukan hanya sekedar perpanjangan masa jabatan kepala desa, tetapi butuh pendekatan lebih lembut untuk mengembalikan masyarakat desa ke habitat awal sebagai masyarakat yang memiliki ikatan kekerabatan kental.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun