Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mengemis dalam Perspektif Adversity Quotient

19 Januari 2023   00:46 Diperbarui: 19 Januari 2023   00:50 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Pengemis.iStockphoto 

Orang yang memiliki Achievement Drive tinggi ini oleh Paul G Stoltz dalam bukunya Adversity Quotient, Turning Obstackle Into Opportunities (1997) dianalogikan sebagai "Climbers" atau orang-orang pendaki gunung, yaitu orang yang tidak pernah menyerah oleh karena kesulitan. Sama halnya dengan para pendaki gunung yang dengan susah payah melakukan pendakian, menguras banyak energi, melelahkan bahkan adakalanya mempertaruhkan nyawa bisa terjatuh kedalam jurang maupun tebing yang curam. Tetapi hasil jerih payah mereka mencapai puncak gunung akan memberikan kebahagian tersendiri yang tidak bisa dinilai dengan materi.

Orang yang mencapai puncak gunung itu lajimnya hanya sebagain kecil dari demikian banyak orang, jumlahnya sama persis dengan bentuk puncak gunung yang lebih kecil dibandingkan dasar gunung. Gunung itu umumnya berbentuk mengerucut di puncaknya, dabn puncak yang kecil itu hanya milik orang yang sukses melakukan pendakian dengan gigih mencapai puncak tertinggi.

Selain ada orang yang memiliki sikap Climber, Stoltz juga menyebut ada orang yang memilih sebagai "Campers", atau orang yang memilih untuk berkemah. Yaitu orang yang merasa sudah cukup memotivasi diri sendiri tetapi tidak berupaya untuk bekerja lebiha keras mencapai hasil lebih baik. Orang seperti ini sering disebut dengan orang yang gampang merasa puas, tidak terdorong untuk bekerja lebih untuk mencapai hasil yang lebih melimpah.

Sama halnya dengan orang yang pada dasarnya memiliki keinginan sebagai pendaki gunung, tetapi setelah melakukan pendakian di tengah jalan memilih berhenti menikmati apa yang sudah dicapainya dengan berkemah di tengah perjalanan menikmati apa adanya yang telah diperolehnya, dan merasa sudah puas dengan itu saja.

Yang terakhir, dan yang paling memprihatinkan adalah orang yang memilih menjadi "Quitter" atau Orang-orang yang memilih berhenti melakukan pendakian, belum mencoba melakukan pendakian sudah duluan memilih tidak mendaki dengan alasan mendaki gunung itu melelahkan, mengancan nyawa dan merupakan pekerjaan sia-sia.

Kaum Quitter ini umumnya memilih jalan hidup dengan pertimbangan sudah merasa cukup hanya terpenuhi kebutuhan hidupnya secukupnya, tidak memiliki motivasi kuat atau ambisi tinggi tetapi memilih bekerja secukupnya dan santai tanpa memikul beban berat, pantang putus asa serta sering menyalahkan keadaan.

Analogi diatas memberi gambaran perbedaan kontras sikap atau kerangka berpikir yang dimiliki oleh orang sukses dibanddaringkan dengan orang yang hidupnya memprihatinkan.  Stoltz menyebutkan perbedaan mencolok diantara orang sukses dengan orang gagal adalah orang sukses itu umumnya memiliki kecerdasan dalam menghadapi rintangan atau kesulitan secara teratut yang disebutnya sebagai Adversity Quitient.

Dalam kehidupan untuk meraih kesuksesan hidup, baik dalam karir maupun profesi tidak cukup hanya mengandalkan kemampuan IQ, tetapi keberhasilan seseorang cenderung karena faktor kecerdasan bertahan dalam kesulitan dan kemampuan menaklukkan hambatan, yaitu Adversity Quitient (AQ).

Sikap lebih senang meminta-minta dan hanya berharap dari bantuan belas kasihan orang lain merupakan salah satu bentuk ekspresi sikap kaum Quitter, memiliki motivasi rendah,  atau daya dorong untuk berprestasi lemah, ingin hidup santai karena merasa cepat puas dengan memperoleh sesuatu secukupnya.

Oleh karena itu bicara tentang dampak buruk sikap meminta-minta yang paling penting dibicarakan adalah masalah kerangka berpikir atau mindset seseorang, terutama yang berkaitan dengan daya dorong untuk berprestasi (Achievement Drive) yang sangat rendah dalam diri seseorang.  Untuk mengentaskan sikap meminta-minta dibutuhkan proses pergeseran atau merubah kerangka berpikir (Mindset Change).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun