Partai politik merupakan instrumen penting dalam atmosfir demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara, dan pentingnya peranan partai politik didalam demokrasi tidak dapat dipungkiri.Â
Partai politik modren diharapkan mampu sebagai "instrument of political socialization" atau sarana sosialisasi politik, idiologi, ide, visi missi, dan  "aggregation of interest" atau saluran kepentingan masyarakat yang beragam dan berbeda, maupun sebagai intitusi yang mengartikulasikan kepentingan politik (Interests articulation).
Secara historis, di era perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, partai politik memiliki peran dan fungsi berbeda dengan zaman modren.Â
Bung Karno sebagai salah seorang pejuang dan the founding father Bangsa Indonesia pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia secara lugas menguraikan peran penting partai politik sebagai berikut :
 "Partailah yang memegang obor, partailah yang berjalan di muka, partailah yang menyuluhi jalan yang gelap  dan penuh dengan ranjau-ranjau itu sehingga menjadi jalan terang.Â
Partailah yang memimpin massa itu di dalam perjuangannya merebahkan musuh, partailah yang memegang komando barisan massa. Partailah yang harus memberi ke-bawust-an pada pergerakan massa, memberi kesadaran, memberi keradikalan".
Secara Theoritis partai modren memiliki peran sebagai saluran aspirasi politik rakyat, atau berfungsi sebagai artikulasi dan agregasi kepentingan masyarakat, sedangkan di era perjuangan kemerdekaan partai politik berfungsi sebagai alat atau sarana untuk mencapai kemerdekaan dengan mengalahkan penjajah.
Dalam Risalah "Mencapai Indonesia Merdeka" Bung Karno menyampaikan arti penting partai politik sebagai alat perjuangan untuk mencapai kemerdekaan dan perbaikan nasib masyarakat.Â
Perbaikan nasib masyarakat hanya tercapai bila kapitalisme dan imperialisme sudah tidak ada, oleh karena itu dibutuhkan gerakan menggugurkan stelsel imperialisme dan kapitalisme yang tumbuh dengan penuh kesadaran dan ke-insyafan-an (bawust) dari dalam diri masyarakat berbentuk selfhelp dan non-cooperation.
Bung Karno kemudian menekankan untuk mencapai tranformasi susunan sosial, dan jalan melenyapkan stelsel  kapitalistime dan imperialistime dibutuhkan kemauan dan tenaga masyarakat itu sendiri (immanente krachten) yang kemudian melahirkan massa aksi.
 Untuk melahirkan keinsafan atau ke-bawust-an masyarakat dibutuhkan komando partai, yaitu partai yang gagah dan berani memimpin dan membangkitkan bewuste massa aksi, untuk itulah dibutuhkan Partai Pelopor.Â
Partai pelopor dalam hal ini berarti jadi partai yang berjalan dimuka untuk memimpin rakyat, oleh karena itu partai sendiri harus terlebih dahulu sebagai partai yang bewust, partai yang sadar, partai yang radikal. Hanya partai yang demikian itu bisa menjadi partai pelopor  yang sejati dalam pergerakan massa, dan membawa massa itu dengan selekas-lekasnya kepada kemenangan dan keunggulan.
Untuk melahirkan massa aksi itu bukan berarti semua rakyat itu harus sudah menjadi anggota partai politik yang sudah memiliki keinsafan atau kesadaran, tetapi partai pelopor lah yang menggerakkan massa aksi dan berada di barisan terdepan memimpin.
Bicara tentang partai pelopor yang dimaksud Bung Karno, tidak dapat dilepaskan dengan  "Machtsvorming". Dalam pidato pembelannya di pengadilan kolonial, yang kemudian terkenal dengan pledoi berjudul Indonesia Menggugat, Sukarno menjelaskan pengertian dari machtsvorming, yaitu sebagai "pembentukan kekuasaan" atau  pembikinan kuasa dan penyusunan tenaga.Â
Pembikinan kuasa atau penyusunan kuasa diperlukan sebagai cara mendesakkan kepentingan.Â
Bung Karno menekankan machtsvorming merupakan strategi membangun atau mengakumulasi kekuatan agar punya daya kuasa untuk memenangkan kepentingan politik, dan machtsvorming tidak bisa dijalankan dengan cara berpolitik yang lunak, tetapi machtsvorming harus dijalankan di atas prinsip radikalisme.
Radikalisme berarti perjuangan yang mendesakkan perubahan hingga ke akar-akarnya, mengubah tatanan ekonomi, politik, dan sosial masyarakat menjadi sama sekali baru (revolusi sosial), danÂ
Selain radikal, machtsvorming juga harus dijalankan dengan prinsip non-koperasi (non ccoperation), yaitu menolak bekerjasama dengan kaum kapitalis dan imperialis sebagai musuh . Prinsip non-koperasi ini mencakup penolakan untuk bekerjasama, penolakan bantuan dana, hingga penolakan berpartisipasi di dalam parlemen/pemerintahan buatan penjajah.
Oleh karena itu untuk pelaksanaan machtsvorming dibutuhkan sarana atau alat politik yang menghimpun rakyat. Untuk itu Bung Karno menyebut alat untuk berhimpun rakyat itu adalah Partai pelopor yang memiliki agenda mendorong rakyat berhimpun dalam organisasi atau serikat-serikat perjuangan yang dipimpin oleh partai pelopor.Â
"Orang seorang-seorang tidaklah bisa mengembangkan kekuasaan yang besar. Maka manusia seorang-seorang itu lantas berkumpul, menggabungkan diri satu sama lain, suatu perkumpulan lahirlah ke dunia," tulis Sukarno di Indonesia Menggugat.
Partai pelopor juga harus  terlibat memimpin perjuangan rakyat,  bukan hanya melakukan propaganda, tetapi merangkul massa yang resah dan marah itu ke dalam organisasinya, kemudian melakuakan penggemblengan tenaga dan melatih rakyat, menggalang kegiatan massa seperti rapat-rapat umum (vergadering) dan mimbar bebas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H