Untuk melahirkan keinsafan atau ke-bawust-an masyarakat dibutuhkan komando partai, yaitu partai yang gagah dan berani memimpin dan membangkitkan bewuste massa aksi, untuk itulah dibutuhkan Partai Pelopor.Â
Partai pelopor dalam hal ini berarti jadi partai yang berjalan dimuka untuk memimpin rakyat, oleh karena itu partai sendiri harus terlebih dahulu sebagai partai yang bewust, partai yang sadar, partai yang radikal. Hanya partai yang demikian itu bisa menjadi partai pelopor  yang sejati dalam pergerakan massa, dan membawa massa itu dengan selekas-lekasnya kepada kemenangan dan keunggulan.
Untuk melahirkan massa aksi itu bukan berarti semua rakyat itu harus sudah menjadi anggota partai politik yang sudah memiliki keinsafan atau kesadaran, tetapi partai pelopor lah yang menggerakkan massa aksi dan berada di barisan terdepan memimpin.
Bicara tentang partai pelopor yang dimaksud Bung Karno, tidak dapat dilepaskan dengan  "Machtsvorming". Dalam pidato pembelannya di pengadilan kolonial, yang kemudian terkenal dengan pledoi berjudul Indonesia Menggugat, Sukarno menjelaskan pengertian dari machtsvorming, yaitu sebagai "pembentukan kekuasaan" atau  pembikinan kuasa dan penyusunan tenaga.Â
Pembikinan kuasa atau penyusunan kuasa diperlukan sebagai cara mendesakkan kepentingan.Â
Bung Karno menekankan machtsvorming merupakan strategi membangun atau mengakumulasi kekuatan agar punya daya kuasa untuk memenangkan kepentingan politik, dan machtsvorming tidak bisa dijalankan dengan cara berpolitik yang lunak, tetapi machtsvorming harus dijalankan di atas prinsip radikalisme.
Radikalisme berarti perjuangan yang mendesakkan perubahan hingga ke akar-akarnya, mengubah tatanan ekonomi, politik, dan sosial masyarakat menjadi sama sekali baru (revolusi sosial), danÂ
Selain radikal, machtsvorming juga harus dijalankan dengan prinsip non-koperasi (non ccoperation), yaitu menolak bekerjasama dengan kaum kapitalis dan imperialis sebagai musuh . Prinsip non-koperasi ini mencakup penolakan untuk bekerjasama, penolakan bantuan dana, hingga penolakan berpartisipasi di dalam parlemen/pemerintahan buatan penjajah.
Oleh karena itu untuk pelaksanaan machtsvorming dibutuhkan sarana atau alat politik yang menghimpun rakyat. Untuk itu Bung Karno menyebut alat untuk berhimpun rakyat itu adalah Partai pelopor yang memiliki agenda mendorong rakyat berhimpun dalam organisasi atau serikat-serikat perjuangan yang dipimpin oleh partai pelopor.Â
"Orang seorang-seorang tidaklah bisa mengembangkan kekuasaan yang besar. Maka manusia seorang-seorang itu lantas berkumpul, menggabungkan diri satu sama lain, suatu perkumpulan lahirlah ke dunia," tulis Sukarno di Indonesia Menggugat.