Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menebak Megawati Dalam Diam, Duluan Mana Partai atau Calon Presiden

26 Januari 2014   02:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:28 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah beberapa saat kemudian Gus Dur di lengserkan oleh orang yang sama ketika memilihnya, baru kemudian Megawati memperoleh kesempatan menjadi Presiden. Liku-liku perjalanan menuju kursi Presiden ini menjadi pelajaran pertama sangat berharga buat Megawati untuk lebih matang berbicara dan melangkah bertarung dalam kompetisi pemilihan presiden. Pengalaman ini memberi pelajaran berarti bagi Megawati untuk menyadari bahwa keinginan besar masyarakat tidak selamanya menjadi jaminan memuluskan seseorang menjadi seorang Presiden.

Pelajaran kedua berharga yang membuat Megawati semakin matang menentukan sikap tentang pencalonan presiden adalah ketika pilpres 2004 yang dilaksanakan secara langsung masyarakat memilih presidennya. Pada kesempatan ini Megawati dikalahkan Susilo Bambang Yudhoyono.  Ironisnya, kemenangan SBY ketika itu sangat besar karena faktor kemampuannya membangun citra sebagai pigur calon presiden yang teraniaya oleh perkataan Almarhum Taufik Kiemas yang menyebut SBY tidak ubahnya seperti seorang anak Taman Kanak-Kanak (TK).

Pelajaran menarik dari kemenangan SBY ini, secepat itulah terjadinya proses perubahan besar dukungan terhadap Megawati dari masyarakat,  yang sebelumnya dianggap sebagai pigur idola dan simbol perubahan bgaikan membalikkan telapak tangan berubah drastis dengan tidak memilihnya dalam pemilihan presiden secara langsung.

Dua pembelajaran diatas wajar menjadi bahan pertimbangan utama bagi Megawati untuk lebih hati-hati menetapkan keputusan siapa bakal calon presiden yang akan diusung oleh PDIP, atau dengan kata lain Megawati tidak mau terjerumus kedalam lubang yang sama berulangkali setelah pada Pilpres 2009 juga mengalami kekalahan.

Pengalaman demi pengalaman tersebut, wajar menjadi bahan pertimbangan bagi Megawati untuk tidak gampang menetapkan bakal calon Presiden yang akan diusung oleh PDIP, karena hasil survey yang dipublikasikan selama ini bukan merupakan jaminan bahwa apa yang akan direncanakan akan sesuai dengan kenyataan. Terutama dalam dinamika politik adakalanya terjadi perubahan dan muncul manuver penggilas yang dapat saja terjadi dalam hitungan detik.

Seandainya, PDIP secepatnya mengumumkan Jokowi sebagai calon presiden yang akan diusung, boleh jadi harus dipertimbangkan dengan matang kemungkinan-kemungkinan hambatan yang boleh saja menghadangnya.  Dikabulkannya pelaksanaan pemilu legislatif dan pilpres secara serentak ditenggarai tidak luput dari sekedar upaya memenuhi kepentingan sempit para elit politik, dan bermuara kepada upaya memperkecil peluang kemenangan Jokowi sebagai calon presiden dan berupaya untuk memberi kesempatan bermanuver bagi pesaing-pesaing Jokowi dan Capres partai besar lainnya.

Beranjak dari kemungkinan-kemungkinan yang tidak diprediksi ini, terutama dengan masih terbukanya dengan lebar pintu untuk mengutak-atik konstitusi atau undang-undang maupun sistem pemilu lainnya, maka wajar jika Megawati sangat ekstra hati-hati melahirkan keputusan. Karena sampai hari ini juga kemungkinan manipulasi pemilu secara langsung maupun secara tidak langsung melalui rekayasa peraturan mesti diantisipasi.

Sebagai pemimpin partai besar dan diprediksi akan ungguk pada Pemilu 2014 Megawati wajar terlebih dahulu ingin memastikan apakah yang diprediksi itu akan sesuai dengan harapan maupun kenyataan. Keunggulan yang diperoleh sementara ini jangan-jangan hanya berupa "balon busa sabun" yang gampang menggelembung tetapi gampang juga pecah dan cair.

Artinya, jika ingin mencalonkan seseorang menjadi presiden harus dipastikann terlebih dahulu kekuatan dan keunggulan partai yang dipimpinnya, dan jika ingin memenangkan pertarungan semua kader maupun pengurus partai harus siap tanpa reserve untuk memperjuangkannya. Sikap seperti ini sebenarnya sudah jauh-jauh hari ditunjukkan oleh Megawati.

Dalam menetapkan calon Gubernur, Bupati maupun Walikota selama ini Megawati sudah menunjukkan sikapnya untuk mengutamakan kader partai yang maju tanpa kaku mempertimbangkan siap atau tidak siap kader tersebut. Setiap calon diutamakan merupakan kader partai dan semua kader dan pengurus partai diminta untuk memperjuangkannya, menang atau kalah seorang calon merupakan hasil perjuangan dan kerja partai.

Dalam menentukan bakal calon presiden yang akan diusung oleh PDIP pada Pilpres 2014 nanti sepertinya Megawati akan tetap mempertahankan prinsif kepemimpinannya ini. Jika ingin mengusung seseorang menjadi seorang calon presiden memang merupakan domain Megawati tetapi dalam hal ini Megawati sebagai seorang pimpinan partai yang telah matang berkompetisi dalam pemilu demi pemilu juga wajar jika semakin ekstra hati-hati. Sehingga seakan ada hukum tidak tertulis tetapi terpelihara dengan baik di tubuh PDIP bahwa nama setiap calon yang akan diusung baik untuk Gubernur, Bupati maupun Walikota selalu muncul pada detik-detik terakhir proses pencalonan, hal ini sudah bagaikan Trade Mark PDI Perjuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun