Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

3 Hal Inspiratif dari Keluarga Kudus Nazareth bagi Keluarga Kristiani

27 Desember 2022   09:08 Diperbarui: 28 Desember 2022   10:15 1497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi keluarga kudus Nazareth. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Kita bertanya: mengapa Yesus, Maria dan Yosef disebut sebagai keluarga kudus dari Nasareth? Apakah karena di dalamnya ada "Yesus" sang putera Allah? Atau apakah karena Maria telah dipilih Allah menjadi Bunda Allah dan Yosef sebagai seorang bapak yang tulus hati? 

Tentu ini bukan merupakan satu-satunya penyebab sehingga mereka disebut keluarga kudus. Injil sangat jelas mengungkapkan mengapa mereka disebut "keluarga kudus".

Pertama: Iman

Iman mereka telah membawa Yesus, Maria dan Yosef kepada sebuah penghormatan bahwa "mereka adalah keluarga kudus". 

Karena iman "ketika genap waktu pentahiran menurut hukum Taurat Musa, maka Maria dan Yosef membawa Sang Bayi ke Yerusalem untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Karena semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah". 

Iman yang sama telah menghantar Maria kepada fiatnya "Aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanMu". Dengan demikian ia menjadi Bunda Allah dan Yosef tidak ragu-ragu mendampingi Maria dalam masa-masa sulit.

Inti upacara penyerahan itu sendiri ialah persembahan korban yang diusahakan oleh keluarga sendiri lalu diserahkan kepada imam. Upacara ini mengingatkan "penyerahan" Samuel oleh Hana, ibunya, yang dapat dibaca dalam kitab I Samuel (1:20-28).

Perlu dicatat, Lukas sama sekali tidak berceritera tentang upacara yang pernah disinggungnya ataupun jalannya upacara dan persembahan apa yang dibawa Maria dan Yosef. 

Lukas juga tidak menyinggung mengenai imam yang memimpin upacara itu. Tetapi yang diceriterakan Lukas secara terperinci ialah perjumpaan Yusuf -- Maria dengan Simeon dan Hana serta nubuat-nubuat yang diucapkan kedua orang ini mengenai bayi Yesus; tentang perjumpaan antara orang beriman.

Rahasia Yesus luput dari pengamatan para imam. Yang menangkapnya ialah dua orang sederhana itu, orang biasa, berusia lanjut, yang tidak seberapa dihargai masyarakat. 

Simeon dan Hana miskin dihadapan Allah, seperti para gembala yang dikunjungi bala tentara malaekat.

Dalam hati orang "miskin", Roh Kudus berkarya dengan leluasa. Iman lebih berbicara di dalamnya. Keluarga Kristen juga perlu "Iman" dan perwujudan iman itu. Mendidik anak dengan iman dan praktek-praktek iman.

Kedua: Budaya

Mereka hidup dalam konteks budaya Yahudi. Karena itu sebagai orang Yahudi, mereka sangat taat pada hukum dan peraturan budaya dan agama bangsa Yahudi yang telah dianut dan dihayati berabad-abad. 

Mentaati tradisi, sesuatu yang ditetapkan dan ditaati turun temurun. Misalnya menyangkut relasi mereka dengan orang sekitar. Keluarga ini selalu menjalin hubungan mesra dengan tetangga. Lihat saja awal-awal  karya-Nya, Yesus dan Maria menghadiri pesta Nikah di Kana.

Sebagai orang Yahudi setelah upacara di Kenisah, mereka kembali ke Nasareth. Kembali ke dalam kesunyian Nasaret; kembali kepada "dasar budaya" sebagai keluarga tukang kayu, sembunyi selama 30 tahun. 

Di Nasareth "tempat mereka menghayati dasar budaya" tersembunyi misteri Allah. 

Misteri itu rahasia besar, sejak berabad tersembunyi dalam rencana Tuhan, yang dinyatakan kepada manusia di dunia dalam budayanya. Nasareth itu rahasia tersembunyi bagi setiap orang.

Kita yakin dalam kesunyian Nasareth, Yosef dan Maria telah mendidik Yesus dalam konteks budaya dan agama-Nya yang sangat mereka hargai. Orang tua dari keluarga Kristiani juga diharapkan untuk mendidik dan membesarkan anak-anak dalam konteks nilai budaya dan ajaran agama.

Ketiga: Pendidikan

Peranan orang tua tidak saja sampai pada kelahiran, tetapi masih ada kelanjutannya, sampai seorang anak memiliki hikmah, dan cinta kasih yang dapat dibuktikan dalam kehidupan masyarakat. 

Kesunyian Nasareth tidak disalahgunakan oleh Maria dan Yosef dalam menghantar Yesus menjadi besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan cinta kasih Allah ada pada-Nya. 

Keadaan demikian menjadi bekal perjalanan hidup Yesus selanjutnya. Suka duka hidup manusia dialami dan dihayati betul oleh Yesus. Ia merasakan senasip dengan manusia.

Keluarga-keluarga Kristiani juga diajak untuk mendidik dan mendampingi anak-anak, bukan hanya pada saat anak masih kecil, tetapi juga terus membimbing dan mendampingi mereka, khususnya ketika mereka mulai menginjak masa remaja dan dewasa.

Ketiga hal ini, kiranya menjadi model keluarga-keluarga kristen yang juga mampu menemukan perutusan dan misinya dalam persekutuan cinta kasih Allah; yang mampu membangun sebuah komunitas damai: menjadi komunitas pribadi-pribadi yang hidup dengan saling mencintai, saling mempercayai antara pria dan wanita yang mengikat dirinya dalam perjanjian nikah sebagai suami isteri; mampu saling menghadirkan diri bagi anak-anak dan sebaliknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun