Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Refleksi Tutup Tahun: Waktu Terakhir

26 Desember 2022   19:37 Diperbarui: 27 Desember 2022   05:17 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pergantian waktu (Dokumen Pribadi)

Waktu adalah rahmat yang asalnya dari Allah. Manusia hidup dalam rangkulan dan genggaman rahmat itu; waktu diberikan Allah agar manusia dapat memanfaatkannya. Waktu dengan demikian adalah salah satu misteri Allah. Apa yang manusia buat dan alami terjadi dalam waktu; Segala sesuatu terjadi selalu dalam waktu, demikian pengkotbah. Waktu yang terbuang sama dengan rahmat yang "terbuang".

Kini adalah waktu yang terakhir, waktu diujung tahun 2022: yang seharusnya menjadi waktu sukacita dan kebahagiaan, waktu damai dan saat kemenangan, waktu penuh syukur. Karena kebahagiaan, kegembiraan, gelak tawa, keberhasilan, kesukaan dan sukses seperti yang dikehendaki dan diharapkan oleh semua orang di awal tahun ini mewarnai kehidupan ini.

Kini kaleidoskop hidup kita kembali diputar, karena "waktu ini adalah waktu yang terakhir". Apakah harapan-harapan itu telah menjadi sebuah kenyataan dalam peredaran waktu? Atau apakah kepedihan, tangisan dan air mata, susah, derita, kegagalan dan kekecewaan telah mewarnai rentang waktu ini?

Ilustrasi suasana refleksi akhir tahun (Dokumen Pribadi)
Ilustrasi suasana refleksi akhir tahun (Dokumen Pribadi)

Seekor ulat merayap maju, maju perlahan. Di seberang jalan ia melihat padang rumput yang segar hijau, yang akan memuaskan rasa laparnya. Namun dihadapannya, terbentang satu jalan raya aspal enam meter lebarnya. Apalagi kaki-kakinya yang kecil dan pendek. Dan mobil-mobil menderu ke sana ke mari, dua puluh dalam satu menit, ribuan dalam satu jam. Bukan hanya truk, tetapi juga taktor, taksi, sepeda motor, dan lain-lain.

Tetapi ia berani merayap maju dengan kaki-kakinya yang kecil dan pendek; ia merayap tanpa tergesa-gesa; tanpa rasa takut; tanpa suatu taktik yang besar. Sementara di jalan itu lewat dua puluh mobil dalam semenit dan ribuan dalam sejam. Tetapi ia merayap maju perlahan-lahan, ia merayap, merayap, dan akhirnya tiba di seberang jalan.

Walaupun dalam kesulitan hidup yang paling sulit, kita tetap maju. Tuhan tidak menghendaki kita berada tetap di tempat, pada status quo. Ia mau kita berjalan dalam waktu, meninggalkan cara hidup yang lama. Biar dengan langkah-langkah kecil. 

Dalam seluruh perjalanan itu, seperti ulat, kita akan berhadapan dengan ribuan mobil hedonisme, ingat diri dan lain sebagainya; kita akan berhadapan dengan setan dan jaringan dosanya yang akan lewat di hadapan kita, bukan hanya dua puluh kali semenit bahkan ribuan kali.

Godaan akan kuasa, harta dan popularitas menderu-deru mencari mangsanya pada diri, keluarga dan masyarakat kita. Namun seperti ulat, kita tidak perlu takut dan cemas. Hendaknya kita tetap maju dan maju. Tuhan akan selalu menyertai kita. Ia adalah Emanuel. Allah besera kita. Di mana dua, tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, aku ada di tengah-tengah mereka. Tuhan menghendaki kita maju bersama dengan yang lain dalam kasih persaudaraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun