Â
ÂKetika membaca topik pilihan admin kompasiana tentang "Radio", ada dua kalimat singkat yang langsung melintas dalam pikiranku; Radio Suara Surabaya dan Errol Jonathans. Radio Suara Surabaya, atau yang disingkat SS didirikan pada tahun 1983, dan tetap eksis hingga saat ini. Radio yang terus berinovasi ini dijuluki sebagai juaranya "citizen journalism" dari radio-radio yang ada di tanah air.
Membahas tentang radio Suara Surabaya, akan terasa kurang jika tidak menyebut nama Errol Johnathans. Ibarat gajah mati meninggalkan gading, Errol Jonathans yang sudah dipanggil Tuhan pada 25 Mei 2021 lalu tersebut, meninggalkan kenangan berharga sebagai tokoh yang memiliki integritas, dedikasi dan reputasi baik di dunia pers. Almarhum kelahiran 27 April 1978 ini memiliki peranan penting dalam membangun dan membesarkan SS.
Sejak tiga bulan setelah berdirinya SS, yakni pada Juni 1983, beliau bergabung dengan SS hingga menjadi CEO SS sebagai jabatan terakhir sebelum dipanggil Tuhan. Setelah menekuni dunia radio selama kurang lebih 30 tahun, Errol dikenal memiliki wawasan berpikir yang luas, khususnya dalam mengembangkan konsep jurnalisme interaktif, atau yang dikenal dalam radio siaran sebagai citizen journalism.
Secara pribadi saya pernah bertemu dengan Alm. Errol pada tahun 2016 ketika beliau hadir sebagai narasumber. Dalam lokakarya bertema "Komunikasi dan Relasi", yang berlangsung dari tanggal 15-17 November 2016, di Bumiaji Batu-Malang tersebut ada banyak ilmu yang kami dapatkan di antaranya adalah sharing menarik bagaimana beliau membesarkan Radio Suara Surabaya.
Sharing pengalaman beliau 6 tahun silam, dan dari beberapa referensi lain yang saya peroleh, itulah yang ingin saya bagikan dalam ulasan kali ini.
Radio Tidak Hanya Memberi Tetapi Juga Menerima
Radio pada tahun 80-an hanya dikenal sebagai media hiburan. Penyiar memutar lagu atau memberikan beberapa tips-tips kepada pendengar. Artinya penyiar "memberi" sesuatu pada pendengar (hiburan), dan sebaliknya pendengar hanya menerima apa yang diberikan penyiar. Kalaupun ada yang diterima dari pendengar, itupun hanya berupa request lagu yang disertai dengan titipan salam untuk orang-orang terdekat. Itulah yang juga pernah saya rasakan dalam pengalaman saya selama satu tahun menjadi penyiar radio komunitas. Radio seakan tidak punya aura sekuat koran dan TV dari sisi informasi.
Dari situlah muncul gagasan bahwa radio harus dirubah dari alat distribusi menjadi sistem komunikasi. Artinya radio tidak hanya mengirim atau menyiarkan tetapi juga menerima. Hal ini mengandung implikasi bahwa radio akan membuat para pendengar tidak hanya mendengar tetapi juga berbicara atau ada interaksi.
Bertepatan dengan munculnya seluler pada tahun 1994, Radio Suara Surabaya mulai merintis sekmen interaktif atau jurnalisme warga. Namun dipengaruhi oleh situasi politik pada itu maka awalnya interaksi yang dibangun adalah melaporkan soal lalu lintas. Dari yang awalnya melaporkan tentang situasi lalu lintas, warga kemudian mulai mengikritis beberapa hal terkait dengan lalu lintas, misalnya tentang jalan berlubang, titik tertentu yang membutuhkan lampu lalu lintas dan lain-lain.
Keadaan ini kemudian berkembang setelah adanya reformasi di mana masyarakat merasa diberi kebasan untuk berbicara apapun, termasuk memberikan kritikan terhadap pemerintah. Karena itu dari tema seputar lalu lintas, kemudian berkembang ke bidang-bidang lain, namun SS tetap menyaring seluruh aspirasi dan interaksi dari warga agar tetap sesuai dengan aturan yang berlaku.
Radio dalam Tantangan Digital
Suara Surabaya tetap berkomitmen untuk berkembang dengan terus melalukan inovasi yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Maka pada tahun 1999, SS meluncurkan chanel untuk radio streaming. Bagi Errol Jonathans, menghadapi dunia digital saat ini, radio tidak bisa hanya bertahan dalam satu platform saja. Jangkauannya harus diperluas.
Karena itu pada tahun 2020, Suara Surabaya memproduksi aplikasi SS Mobile. Konsep streaming dan mobile ini ternyata membantu memperluas jangkauan, bukan hanya dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Dalam riset yang dilakukan oleh intern SS, ternyata ditemukan bahwa SS kini didengarkan di 25 negara. Hal ini sangat berbeda dengan sebelumnya karena aturan yang tidak memperbolehkan menembus pada area tertentu.
Walaupun radio saat ini harus mengikuti perkembangan teknologi digital, namun peran radio secara auditif harus tetap kuat. Radio tidak bisa menjadi TV dan tidak boleh sama dengan media online lainnya. Inilah prinsip yang tetap dipertahankan oleh Radio Suara Suara di tengah beragam inovasi yang dilakukan. Sejatinya Suara Surabaya adalah radio. Radio adalah medium suara dan ditambah dengan medium lain yang dintegrasikan karena berkaitan dengan kebutuhan saat ini dan masa yang adakan datang.
Errol mengakui bahwa dari ilmu yang dipelajarinya, ada teori yang menegaskan bahwa suara tidak bisa digantikan oleh apapun. Secanggih-canggihnya vidio, suara tetap mempunyai power yang tidak dimiliki oleh medium lain. Suara adalah emosi dan juga imajinasi. Hanya indra pendengaran yang digunakan oleh khalayak, dan pesannya pun selintas, maka radio siaran dapat mengajak komunikan untuk berimajinasi.
Kunci Sukses Radio Tetap Eksis dan Berkembang
Ada beberapa hal yang bagi almarhum Errol Jonathans, menjadi kunci mengapa SS bisa berkembang dan tetap eksis hingga saat ini.
1. Konsisten mempertahankan audio tetapi kemasannya yang diperbaharui. Hal ini perlu mendapat perhatian, sebagaimana diungkapkan sebelumnya bahwa radio adalah medium suara yang harus berbeda dengan medium lainnya. Kita boleh melihat dan memanfaatkan tren, tetapi juga harus menawarkan titik tengahnya. Konsistensi bukan hanya berarti mempertahankan rutinitas, tetapi juga konsisten dalam berkembang.
2. Ada beberapa radio yang saat ini ingin mengembangkan model citizen journalism. Jika ingin membuat radio citizen journalism, tentu harus banyak berkorban. Peningkatan kualitas SDM perlu diusahakan. Persoalannya, sekolah khusus yang berkaitan dengan citizen journalism di Indonesia belum ada. Maka perlu mendatangkan pelatih-pelatih untuk pembentukan SDM. Di samping itu, loyalitas tenaganya harus dibangun supaya karyawan yang sudah dibentuk dapat bertahan lama mengabdi di perusahaan.
3. Harus memiliki sistem yang kuat, selalu mengadakan riset (evaluasi) baik ke luar maupun ke dalam untuk mengukur tingkat kepuasan dan ketidakpuasan, serta pemanfaatan teknologi. Â
4. Harus terus menerus meningkatkan kualitas pelayanan, dan kehadiran radio harus bisa menginspirasi, memotivasi, edukatif dan bebas dari hoaks.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H