Ilmu teoretis merupakan tingkat yang paling maju dalam perkembangan ilmu. Di sini hubungan dan gejala yang ditemukan dalam ilmu empiris dijelaskan berdasarkan pemikiran sebab-musabab sebagai langkah untuk meramalkan dan menentukan cara mengontrol pelbagai kegiatan demi mencapai hasil yang diharapkan.
Ilmu-Ilmu Alam dan Ilmu-Ilmu Sosial
Selama sekian lama terdapat cukup banyak ilmuwan yang bersikap amat kritis terhadap ilmu-ilmu sosial di samping karena klaim sejarah bahwa ilmu-ilmu sosial tidak mungkin tetapi juga karena menurut mereka, terlalu banyak pengetahuan sosial akan membahayakan kebebasan manusia. Justru karena itu mereka ragu terhadap status keilmuan ilmu-ilmu sosial.
Dasar argumentasi para kritisi adalah sebagai berikut: Gejala-gejala sosial selalu rumit dalam tata keilmuan karena hukum keilmuan selalu berupa kemungkinan. Namun ada sekian banyak pendapat berbeda dari para kritisi ini. Karena tidak hanya gejala-gejala sosial itu rumit dalam ilmu-ilmu sosial, tetapi juga dalam semua ilmu terdapat kerumitan gejala.Â
Jelas bahwa bukan hanya perilaku manusia yang terlalu kompleks untuk ditangkap oleh ilmu, tetapi juga termasuk di dalamnya bidang-bidang yang bukan sosial karena eksistensi mereka yang rumit; permainan cahaya dan bayang-bayang di tengah padang rumput pada suatu petang yang redup, mengalirnya suatu anak sungai secara perlahan, dll.
Kesalahan tentang hakikat ilmu
Yang dimaksudkan dengan kesalahan di sini ialah pengertian yang salah tentang ilmu dan apa yang dikerjakan ilmu. Orang mengira bahwa fungsi ilmu ialah memproduksikan kenyataan dan karena itu suatu ilmu dikatakan gagal kalau dia tidak berhasil dalam hal ini. Pada dasarnya kesalahan terjadi karena orang tidak membedakan antara deskripsi dengan apa yang dideskripsikan.
Keilmuan harus membawa serta sensasi atau reaksi terhadap rangsangan yang betul-betul sama. Ada anggapan bahwa semua kegiatan tersebut merupakan fungsi seni, puisi atau seni lukis, dan fungsi-fungsi ini tidak sesuai dengan tujuan perumusan keilmuan karena gambaran pengalaman seperti itu tidak cocok dengan penggunaannya dalam membuat ramalan, menjelasakan dan fungsi keilmuan lainnya.
Tuduhan terhadap ilmu-ilmu sosial
Tuduhan terhadap ilmu-ilmu sosial yang dianggap gagal menangkap atau memberikan gambaran psikologis yang ekuivalen kerap didasarkan pada kegagalan membedakan antara pernyataan serta sistematika yang dipakainya dengan gejala sosial yang dinyatakan oleh pernyataan tersebut (mis. kebimbangan seorang remaja). Namun tidak semua tuduhan tentang ketakmungkinan ilmu-ilmu sosial mendasarkan diri pada alasan ini.
Ada pula yang mengatakan bahwa metode keilmuan tidak mampu menangkap "keunikan" gejala sosial dan manusiawi. Karena telaah-telaah sosial lebih tertarik kepada keunikan tiap-tiap kejadian sosial, padahal metode keilmuan hanya mampu membuat sistematisasi berdasarkan generalisasi dan karena itu harus diterapkan juga metode yang lain dalam ilmu-ilmu sosial.
Agar argumentasi ini lebih meyakinkan, kita perlu memahami arti "unik" atau istilah-istilah serupa dalam cakupan ini. Suatu bentuk dikatakan unik secara hakiki, apabila bentuk itu berbeda dari bentuk-bentuk lainnya. Atau secara hakiki juga berarti bahwa semua bentuk berbeda dengan semua bentuk lainnya jika dan hanya jika tidak terdapat bentuk-bentuk lain yang memiliki sifat-sifat yang sama.
Jelas bahwa tidak mungkin terdapat dua bentuk yang identik karena kalau mereka identik mereka tidak akan berjumlah dua. Berdasarkan pemahaman tentang keunikan ini, bukan hanya ilmu-ilmu sosial tetapi juga semua ilmu adalah tidak mungkin, karena semua gejala fisik sama uniknya seperti setiap gejala atau bentuk sosial.