Ada banyak organisasi kemahasiswaan, baik itu organisasi yang merupakan bagian dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di kampus, maupun organisasi lain yang ada di luar kampus. Sering dijumpai pula organisasi kemahasiswaan berupa komunitas atau himpunan/ ikatan keluarga berdasarkan suku, budaya, ras atau agama tertentu.
Organisasi seperti ini biasanya dibentuk ketika para anggota komunitas (mahasiswa) sedang mengenyam pendidikan di luar daerah mereka sendiri. Misalnya, ketika mahasiswa NTT kuliah di Malang, mereka membentuk komunitas yang dinamakan Ikatan Keluarga Mahasiswa Asal NTT-Malang. Â Atau kalau banyak mahasiswa yang berasal dari Kalimantan, kuliah di Yogyakarta maka mereka membentuk komunitas yang diberi nama Ikatan Keluarga Mahasiswa Asal Borneo-Jogja.
Tentu ada banyak nilai positif yang dapat diperoleh jika seorang mahasiswa bergabung dalam komunitas seperti ini. Terlepas dari banyak hal positif dari ikatan keluarga mahasiswa, yang tidak saya uraikan dalam ulasan ini, saya ingin menyoroti tentang pentingnya sinergi dalam IKM sehingga tujuan yang baik itu dapat tercapai.
Paling kurang ada tiga kelompok mahasiswa yang ditemukan berdasarkan keterlibatan anggota dalam IKM.
Pertama, mahasiswa yang belum atau tidak mau bergabung dalam komunitas. Ada banyak alasan yang sering dilontarkan antara lain mengatakan bahwa IKM itu eksklusif, membosankan atau berpandangan bahwa komunitas seperti ini tidak terlalu penting dan ingin fokus kuliah.
Kedua, mereka yang sudah bergabung tetapi tidak aktif lagi. Alasan yang biasanya ditemukan adalah adanya stigma dan stereotipe yang bisa mematahkan dan mematikan semangat dan kreatifitas, konflik dengan anggota lain, ingin fokus kuliah, atau kurang sesuai ekspetasi.
Ketiga, mereka yang tetap dalam komunitas, tetapi organisasi tidak dapat berjalan dengan baik. Ada beberapa faktor penyebab, antara lain karena kurang mendapat perhatian khusus dan komprehensif, kontinuitas pendampingan masih kurang diperhatikan, masih ada ego, tingginya tingkat ketergantungan pada pengurus atau pembina, dan kurang kompak.
Menghadapi fenomena ini (khususnya kedua dan terlebih ketiga), alternatif solusi yang bisa dilakukan adalah dengan mewujudkan sinergi dalam IKM. Sinergi berarti hubungan antara satu dengan lain yang saling memberi atau melengkapi. Bila terdapat perbedaan, maka perbedaan tersebut tidak menjadikan pertentangan, melainkan saling mengisi.
Prinsip dasar dari sinergi adalah saling percaya antar setiap anggota. Masing-masing anggota dituntut untuk menghargai dan menghormati perbedaan. Agar terbentuk komunitas yang sinergi maka hindari perasaan lebih pandai, dan merasa paling penting atau sebaliknya merasa tidak mampu dan tidak penting. Setiap anggota hendaknya saling belajar satu sama lain.
Baca juga: Kampanye di Kampus, Mengapa Tidak?Untuk membentuk komunitas yang sinergi, maka perlu ada kerja sama yang baik antara semua anggota. Ada beberapa cara mewujudkan kerja sama sinergi, yakni:
Pertama: Disiplin
Kemampuan untuk mengalokasikan tenaga, waktu dan pikiran untuk mencapai tujuan tertentu. Mengandung unsur-unsur tanggungjawab, inisiatif, mampu menahan diri dan mampu menderita.
Kedua: Menghargai perbedaan pendapat
Perbedaan atau konflik tidak dapat dihindari. Seorang pencipta sinergi tidak akan melakukan konfrontasi tapi menggali perbedaan pendapat yang saling menguntungkan untuk menciptakan sinergi.
Ketiga: Kesatuan tujuan
Setiap anggota komunitas yang memiliki tujuan yang sama akan saling melengkapi satu sama lain. Anggota yang tidak tahu tujuan organisasi akan bekerja dengan cara dan persepsinya sendiri sehingga pekerjaan pada akhirnya tidak sesuai dengan tujuan bersama dan akan mengakibatkan pemborosan serta saling menyalahkan.
Keempat: Komitmen
Harus memiliki komitmen terhadap apa yang telah disepakati bersama. Anggota komunitas yang tidak memiliki komitmen akan sulit untuk bekerja sama karena akan menjadi penghambat dalam mencapai tujuan
Kelima: Saling menolongÂ
Keseimbangan dalam komunitas tidak selalu terjadi dengan baik sehingga peran menolong sangat diperlukan. Orang yang memiliki kemampuan lebih perlu menolong anggota yang lain.
Keenam: Saling percayaÂ
Sering terjadi hambatan dalam pencapaian tujuan. Anggota yang tidak sabar dan tidak percaya akan merasa tidak tenang dan mengalami frustrasi sehingga keluar dari tim. Di sini perlu ketabahan
Ketujuh: Kebanggaan
Setiap orang dalam komunitas yang sinergi memiliki peran masing-masing, tidak ada yang tidak bekerja. Mereka perlu merasa bangga sebagai anggota dalam komunitas sehingga bertahan dalam komunitas.
Kedelapan: Totalitas Melibatkan diri dalam KomunitasÂ
Setiap anggota perlu perlahan-lahan beranjak dari pribadi yang selalu memikirkan "saya" atau "pendapat saya" menjadi orang yang selalu berpikir "kita" atau "bagaimana kita". Namun perlu diperhatikan pula bahwa dimensi "kekitaan" tidak hanya berhenti pada tingkat tertentu. Ketika IKM bertumbuh hanya dalam kelompoknya sendiri, maka mereka gagal melibatkan diri dalam transformasi sosial. Kekompakan dalam komunitas tidak berarti menjadi pribadi yang eksklusif. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H