Pendekatan artistik (artistic approach) dalam supervisi pengajaran ini muncul, sebagai akibat dari ketidakpuasan terhadap supervisi pengajaran yang menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach).Â
Dalam tulisannya yang berjudul An Artistic Approach to Supervision, Palo Arto, California, sebagaimana yang dikemukakan oleh Sergiovanni dalam bukunya Supervision of Teaching, secara mendasar dikemukakan kegagalan-kegagalan supervisi pegajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah.
Supervisi pengajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah tersebut disinyalir gagal karena terlalu berani menggeneralisasikan tampilan-tampilan pengajaran yang tampak sebagai keseluruhan peristiwa pengajaran.Â
Bahkan dalam perkembangan lebih lanjut, tampilan-tampilan pengajaran tersebut diisolasi komponen-komponennya; dan jika ingin melihat berhasil tidaknya (belumnya), ckup dengan mempertanyakan komponen-komponen pengajaran tersebut. Antara komponen pengajaran satu dengan yang lain terkesan terisolasi dan tidak berhubungan.
Supervisi pengajaran dengan menggunakan pendekatan artistic dalam menangkap pengajaran berusaha menerobos keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh pendekatan ilmiah. Berusaha menyingkap pengajaran dengan sekaligus menjangkau latar psikologi dan sosiologik pelakunya. Jaring-jaring instrument baku yang dipersiapkan terlebih dahulu, tidak mungkin dapat dipergunakan menggambarkan keseluruhan tampilan secara utuh.
Dalam sudut pandang pendekatan artistik, keberhasilan pengajaran tidak dapat diukur dengan keberhasilan pengajaran yang lain, yang berbeda pelakunya. Tidak dapat diukur dengan menggunakan peristiwa pengajaran yang berada di konteks yang lainnya lagi. Karena itu, pendekatan artistic merekomendasikan, agar supervisor guru turut mengamati, merasakan dan mengapresiasikan pengajaran yang dilakukan oleh guru. Supervisor harus mengikuti mengajar guru dengan cermat, telaten dan utuh.
Argumen Penyangga Pendekatan Artistic
Mengingat supervise pengajaran dengan menggunakan pendekatan artistic merupakan wujud ketidakpuasan atas pendekatan ilmiah, maka argumen penyangga di sini kelemahan-kelemahan pendekatan ilmiah. Menurut istilah Elliot W. Eisner, kesalahan-kesalahan tersebut dengan fallacies. Berikut dikemukakan secara berturut-turut kesalahan-kesalahan (fallacies) pendekatan ilmiah dan argumen penyangga pendekatan artistic dalam supervise pengajaran.
Kesalahan perhitungan
Kesalahan perhitungan (fallacy of additivity) ini timbul, karena kejadian-kejadian khusus dalam perilaku pengajaran (inidience of particular teaching behavior), dihitung sebagai kesuksesan pengajaran. Misalnya saja pemberian contoh dan pemberian penguat baik positif maupun negatif maupun negatif.Â
Dapat dikatakan, guru yang frekuensi dan pemberian penguatan positifnya banyak dipandang lebih berhasil dibandingkan dengan guru yang sedikit saja memberikan penguat. Demikian juga yang dalam memberikan banyak contoh lebih baik dengan guru yang ketika mengajar hanya sedikit memberikan contoh.
Selain itu, kesalahan juga terjadi berkaitan dengan kasus munculnya insiatif bertanya. Jika inisiatif bertanya itu berasal dari siswa, maka biasanya akan diperhitungkan sebagai keberhasilan, jika dibandingkan dengan inisiatif bertanya tersebut berasal dari guru.Â
Dalam sudut pandang pendekatan artistik, kesuksesan pengajaran tidak dapat dipandang dari: beberapa kali kali seorang guru memberikan penguat kepada siswanya, berapa banyak guru memberikan contoh dalam mengajarnya, dari mana inisiatif bertanya para siswa itu berasal. Tidak semua pertanyaan yang berasal dari guru, akan selalu lebih jelek dibandingkan dengan pertanyaan yang berasal dari inisiatif siswa.
Pendekatan artistik justru mempersoalkan, apakah penguat yang diberikan tersebut benar-benar tepat, sehingga secara nyata benar-benar memperkuat.Â
Demikian juga soal bertanya, menjadi tidak perlu dipersoalkan, hanya karena yang harus selalu dilihat sebagai indikator keberhasilan pengajaran sesungguhnya bukan berasal dari mana asalnya, siapa yang lebih dahhulu berinisiatif.Â
Adanya toleransi untuk memberikan kesempatan orang lain untuk melakukan sesuatu (termasuk bertanya, menyuruh, atau memberikan kesempatan orang lain untuk mempertanyakan) adalah sifat terpuji, yang juga kalah penting untuk dikembangkan dalam pengajaran.
Kesalahan komposisi
Kesalahan komposisi (fallacies of compotition) dapat dilihat dari kenyataan, bahawa kualitas pengajaran lebih dilihat dari penjumlahan skor dari yang dihasilkan oleh variable-variabelnya. Variabel-variabel tersebut, dijabarkan ke dalam sub variabel-variabel dan idikator-indikator. Dalam indikator-indikator disini, lainnya diberi skala 1 sampai dengan skala 10 atau sesuai dengan kebutuhan (sebab bisa jadi 7,5 atau 4).
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah: jika guru ternyata supervisor atau mendapatkan skor tinggi dalam suatu variabel, sub variabel atau indikator tertentu, sementara mendapatkan skor yang sangat rendah pada variabel, sub variabel dan indikator yang lain.Â
Dapatkah misalnya, jika guru tersebut timpang dalam perolehan skornya (dalam suatu variabel tertentu sangat tinggi sementara dalam variabel yang lain sangat rendah), dikatakan sebagai berhasil, hanya karena dalam jumlahnya skor tersebut berada diatas standar.
Dalam sudut pandang pendekatan artistic, penjumlahan masing-masing variabel pengajaran, sub variabel dan indicator-indikator tersebut, dipandang tidak tepat, jika dijadikan sebagai bahan untk menyimpulkan keberhasilan atau kesuksesan pengajaran. Komposisi masing-masing variabel, sub variabel dan indicator yang skornya rata-rata tinggi, tidak selalu menunjukkan baiknya atau berhasilnya pengajaran.
Dalam memandang pengajaran, pendekatan artistik tidak menaruh perhatian pada tingginya skor masing-masing variabel, sub variabel dan indikator pengajaran, melainkan pada kecocokan dan ketepatan komposisinya. Guna mengetahui kecakapan komposisi ini, sangat sulit dilakukan, jika supervisor tidak melibatkan diri secara penuh dalam pengajaran yang sedang berlangsung.Â
Ketepatan komposisi ini tidak berurusan dengan soal banyak dan sedikitnya skor masing-masing variabel, sub variabel atau indicator pengajaran, mealinkan pada soal cita rasa pelaku pengajaran (dalam hal ini adalah guru), yang lebih banyak tahu tentang pengajaran yang ia lakukan.
Jika supervisor ingin mengetahui apakah komposisi setiap variabel sudah tepat, tidak dengan cara menjumlahkan skor masing-masing variabel, sub variabel atau indikatornya, melainkan dengan cara menghayati, berusaha terlibat sepenuhnya dalam kegiatan mengajar yang dilakukan oleh guru.
Kesalahan Pengkongkritan Â
Kesalahan pengkongkritan ini disebabkan tertipunya pendekatan ilmiah pada tampilan-tampilan pengajaran yang tampak atau bersifat lahiriah. Pengajaran yang merupakan perpaduan dari unsur-unsurnya yang tampak dan unsur-unsurnya yang tak tampak, digeneralisasi sebagai sesuatu yang tampak saja.Â
Padahal jiwa atau roh pengajaran yang sesungguhnya justru tidak tampak, lebih penting atau dominan dibandingkan dengan yang tampak. Tampilan-tampilan pengajaran yang tampak sesungguhnya hanyalah gejala-gejala saja dari adanya jiwa pengajaran.
Oleh karena itu, pendekatan artistik dalam supervisi pengajaran, tidak menaruh perhatian terhadap tampilan-tampilan pengejaran yang tampak. Tampilan pengajaranyang tampak, bisa berbeda-beda wujudnya, karena ia hanya sekedar pengkongkritan pengajaran yang sebenarnya tidak tampak tadi. Demikian juga, jika pelaku pengajaran tersebut (gurunya) berbeda, tampilan pengajarannya boleh berbeda.
Pengkonkritan terhadap jiwa atau roh pengajaran bukanlah harga mati, yang hanya bisa dimunculkan dalam satu macam tampilan. Ia bisa dimunculkan dalam berwarna-warni tampilan. Ia secara dinamis, dapat dikembangkan dan ditampilkan sesuai dengan visi, kreativitas, dan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh pelakunya (guru).Â
Supervisor guru haruslah dapat memberikan penghargaan atas kelebihan yang dimiliki oleh guru dalam pengajaran. Supervisor guru pun harus menyadari bahwa tidak terdapat satu cara pun yang mutlak bersifat universal untuk menilai baik atau tidaknya pengajaran. Apalagi pengajaran tersebut dapat dilihat dan ditempatkan dalam berbagai macam konteks.
Dari sini, sebenarnya sekaligus dapat dipertanyakan soal-soal seperti: mengapa diperlukan ketrampilan menjelaskan, ketrampilan bertanya, ketrampilan memberikan penguat, dan ketrampilan-ketrampilan lain sebagaimana dalam pengajaran micro.Â
Sebab, tidak semua persoalan dalam pengajaran itu mesti dijelaskan, terutama yang sudah jelas. Bahkan sesuatu yang tidak jelaspun, tidak mesti harus dijelaskan. Jelaslah bahwa suatu pengajaran tidak boleh dinilai dengan menggunakan kerangka pengajaran yang lain, yang berbeda konteksnya, dan yang berbeda pelakunya.Â
Antara pengajar satu dengan yang lain tidak dapat dibanding-bandingkan. Masing-masing guru mempunyai kelebihan-kelebihan sendiri, dan kekurangan-kekurangannya sendiri dalam melaksanakan pengajaran. Masing-masing guru punya cara terbaik dalam menampilkan pengajaran.
Kesalahan Urus
Kesalahan urus pendekatan ilmiah dalam supervise pengajaran dapat dilihat dari terbatasnya urusan-urusan pengajaran pada hal-hal yang berada di luar kelas, yang sedikit ataupun banyak, mempunyai kadar intervensi terhadap pengajaran yang sedang berlangsung, oleh pendekatan ilmiah hanya dipandang dengan sebelah mata.Â
Kelas sebagai bagian dari sekolah dalam secara keseluruhan, dalam sudut pandang pendekatan ilmiah seolah-olah dianggap terisolasi:tidak terpengaruh sama seklai oleh kehidupan sekolah.
Dalam realitasnya, kelas yang di dalamnya terjadi interaksi antara guru dengan siswa yang mempunyai latar kehidupan yang berbeda-beda dan kemungkinan senantiasa berubah, dalam pendekatan ilmiah dipandang sebagai sesuatu yang biasa saja, dan tidak terpengaruh oleh jalannya pengajran.Â
Bagaimana keadaan sekolah, keadaan peralatan yang tersedia, bagaimana kelengkapan perpustakaan sekolah, suasana keseharian di sekolah, dipandang tidak punya hubungan dengan pengajaran.Â
Tidak mengherankan jika dalam pelaksanaan supervisi pengajaran yang menggunakan pendekatan ilmiah ini, khususnya dalam memberian penilaian atas keberhasilan pengajaran, tidak pernah melihat kaitan faktor-faktor yang berada di luar keals seperti disebutkan tadi.
Dalam pandangan pendekatan artistik, apa yang berada di luar kelas dan bahkan juga di luar kelas sekolah dipandang mempunyai pengaruh terhadap pengajaran yang mungkin sedang diberlangsungkan di kelas.Â
Perlu dipahami pula bahwa selain dipengaruhi oleh variabel-variabel yang berada di dalam kelas, juga ditentukan oleh variabel-variabel yang berada di luar kelas bahkan variabel luar sekolah. Oleh karena itu, bagaimana kehidupan guru di rumah, keadaan sosial ekonominya, dan bahkan keharmonisan rumah tangganya, dipandang berpengaruh terhadap pengajaran-pengajaran yang diberlangsungkan.
Hal yang sama juga terjadi dengan kehidupan siswa, yang dalam pengajaran senantiasa berinteraksi dengan guru, juga mempunyai pengaruh terhadap pengajaran. Oleh karena itu, pendekatan artistic melihat bahwa kehidupan para pelaku pengajaran (guru dan siswa) di luar sekolah, kehidupan masyarakat sekitar sekolah, kondisi dan situasi sekolah, patut dikaji seorang supervisor akan memberikan layanan supervise pengajaran di sekolah tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H