Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Problematika Pendidikan Nasional dan Tawaran Solusi untuk Mengatasinya

12 September 2022   09:44 Diperbarui: 13 September 2022   09:23 843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pendidikan untuk anak-anak (Sumber: Kompas.com)

Adrianus Asia Sidot, berpendapat bahwa pendidikan di Indonesia saat ini sedang bersamasalah. Dalam makalahnya yang berjudul "Kebijakan Pendidikan di Indonesia", anggota Komisi X DPRRI ini mengangkat beberapa poin yang dilihatnya sebagai permasalahan dalam sistem pendidikan di negara ini, yakni: 

1). Literasi dan numerasi masyarakat indonesia sangat rendah; 2). Tidak memiliki grand design yang jelas (roadmap, blueprint); 3). Peraturan perundang-undangan yang tidak mendukung dan berubah-ubah, kebijakan yang tidak konsisten; 4). Kompetensi, kapabilitas dan kapasitas stakeholders pendidikan tidak memadai; dan 5). Sarat dengan vested interest (politik, agama, bisnis).

Hal ini disampaikan Adrianus pada salah satu sesi simposium nasional dengan topik Refleksi Pembelajaran Masa Pandemi Covid-19 dan Strategi Peningkatan Mutu Menuju Habitus Baru, yang diselenggarakan pada bulan Juni 2021 lalu. 

Tentu masih banyak lagi problematika pendidikan nasional yang bisa kita temukan, namun dalam ulasan kali ini saya hanya ingin mengangkat tiga hal yang bagi saya menjadi masalah pendidikan Nasional yang dihadapi oleh negara Indonesia saat ini, yakni:

a. Masalah ketidaksesuaian antara besarnya anggaran dan kualitas pendidikan yang diperoleh

Penelitian menunjukkan bahwa jumlah pengeluaran yang dialokasikan oleh pemerintah yang cukup besar, hanya memberi dampak yang kecil pada peningkatan kualitas pendidikan di tingkat kabupaten. Penelitian World Bank, Kemendikbud (2013), dan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), pada tahun 2015, menjelaskan bahwa tantangan yang terjadi di Indonesia antara lain adalah adanya kesenjangan dalam akses pendidikan.

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 4 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 49 ayat 1 mengamanatkan bahwa alokasi anggaran pendidikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) baik provinsi maupun kabupaten/kota minimal sebesar 20%. 

Tujuannya adalah untuk mempercepat peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Namun besaran alokasi anggaran tersebut ternyata tidak sebanding dengan capaian target peningkatan mutu pendidikan. Laporan UNESCO (2016) menyebutkan bahwa mutu guru Indonesia diperingkat ke-10 dari 14 negara berkembang di dunia dan peringkat ke-5 dari 10 negara ASEAN.

Tahun 2018 Indonesia mengalokasikan anggaran pendidikannya sebesar 20% dari APBN atau senilai Rp. 444 Triliun. Artinya ada kenaikan sekitar tiga kali lipat dari sembilan tahun yang lalu dan besarannya pun semakin bertambah setiap tahun. Namun kenyataannya pendidikan Indonesia masih tertinggal dengan negara Vietnam yang juga menganggarkan 20% untuk pendidikannya.

Berkaitan dengan hal itu maka dana pendidikan yang dialokasikan oleh pemerintah selama ini perlu diselidiki apakah dana pendidikan tersebut sudah digunakan dengan efektif dalam meningkatkan kualitas pendidikan di daerah. Jika belanja pendidikan yang ada ternyata belum efektif, maka perlu diselidiki pula apakah ada pengaruh tata kelola pemerintah daerah dalam sektor pendidikan. 

Penemuan tersebut dapat membantu kita untuk mengevaluasi kebijakan yang ada dan boleh mengambil langkah yang tepat demi perbaikan dan kemajuan pendidikan di masa yang akan datang.

Jika dilihat pada aspek pendidik khususnya guru, mutu guru di Indonesia juga belum membanggakan. Statistik Pendidikan (2019) merilis bahwa pada tahun 2018 nilai rata-rata hasil Uji Kompetensi Guru hanya 53,02 dari nilai standar 55,50. Kemudian masih terdapat 7,3% guru di Indonesia masuk kategori tidak layak mengajar.

Untuk menutup kesenjangan antara anggaran yang dikeluarkan oleh negara dengan pendidikan yang kurang berkualitas, diperlukan kerjasama dari berbagai pihak. Maka perlu difokuskan pada peningkatan angka partisipasi dan mengurangi angka putus sekolah, terutama yang disebabkan oleh kurangnya dana. Selain itu, pejabat sekolah harus dibekali dengan keterampilan keuangan dan administrasi yang diperlukan untuk menerima, mendistribusikan, dan menggunakan dana secara efisien.

b. Masalah Pungli dan angka putus sekolah

Setiap tahunnya, angka putus sekolah dari SMP ke jenjang SMA terus mengalami peningkatan. Hal ini dipicu oleh maraknya pungutan liar (pungli) di jenjang MA/SMK/SMA. Banyak daerah kabupaten/kota yang dulu sudah menggratiskan SMA/SMK, kini merasa resah karena banyak provinsi yang membolehkan sekolah untuk menarik iuran dan SPP untuk menutupi kekurangan anggaran untuk pendidikan.

Di samping itu, masalah pendidikan berupa peningkatan layanan dan mutu, penyelenggaraan sekolah unggul dan sekolah bertaraf internasional (SBI). Hanya orang yang memiliki banyak uang yang bisa mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah dengan fasilitas yang lengkap. Sebaliknya anak dari keluarga tidak mampu tidak akan pernah bisa menikmati layanan pendidikan yang baik. Di sinilah terjadi kesenjangan dalam dunia pendidikan.

Korupsi adalah faktor lain yang bisa menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita. Menurut Steenkamp (2009), korupsi  dalam dunia pendidikan biasanya pembayaran dan suap dalam pengangkatan dan promosi guru hingga pembayaran uang ilegal untuk bisa diterima masuk ke sekolah favorit. 

Hal ini tentunya menjadi tanggung jawan kita bersama dalam memperbaikinya. Mata ratai pungutan liar dan korupsi di dunia pendidikan perlu diputus. 

Di satu pihak, para pelaku korupsi perlu memiliki kesadaran moral untuk berhenti dari tindakan yang tidak terpuji tersebut. Di pihak lain, para penegak hukum diharapkan dapat menangani kasus-kasus seperti in sampai tuntas sehingga bisa memberi efek jerah bagi yang lain. Sementara itu, masyarakat pun harus memiliki kesadaran yang sama untuk tidak terjebak dalam lingkaran suap-menyuap dalam bisnis pendidikan.

c. Masalah ketidaksesuaian dunia pendidikan dengan dunia kerja 

Saat ini terdapat lebih dari 7 juta angkatan kerja yang masih mengangur. Sementara itu, pada saat yang sama, dunia usaha mengalami kesulitan untuk merekrut tenaga kerja terampil yang sesuai dengan bidang kompetensi yang dibutuhkan dan siap pakai. 

Kenyataan ini jelas menunjukkan bahwa adanya gap antara dunia industri dengan ketersediaan tenaga terampil di Indonesia. Catatan ini sangat penting sebab di era MEA, serbuan tenaga kerja asing akan meminggirkan dan mempensiundinikan tenaga kerja Indonesia. 

Sistem pendidikan saat ini seakan gagal menyelesaikan mandat paling vital dan strategis sebagai salah satu arah pendidikan yakni mempersiapkan tenaga kerja untuk masa depan. Sebagian besar pendidikan sekolah mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, tidak sinkron mengikuti perubahan di lapangan yang lebih kompetitif, lebih kompleks, lebih global, dan lebih didorong oleh inovasi.

Perbaikan dan penyempurnaan kurikulum di sekolah juga harus mampu menjawab masalah-masalah pokok pendidikan. Kita perlu mengajari anak-anak tentang masa depan, dan bagaimana bertahan hidup di masa depan yang ekstrim. Para pemangku kebijakan pendidikan harus berani menciptakan inovasi nasional untuk masa depan pendidikan kita yang lebih siap menghadapi teknologi tinggi, memiliki pandangan global dan meningkatkan ketrampilan kewirausahaan. 

Tanpa perubahan pendidikan, lebih banyak perusahaan akan melakukan outsourcing untuk menemukan bakat luar negeri yang lebih terampil, sehingga semakin menciptakan pengangguran bagi rakyat kita sendiri.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun