Pemerintah saat ini sudah membuat draf RUU Sisdiknas yang akan segera diajukan ke DPR. Penyusunan RUU Sisdiknas ini menggabungkan tiga UU sebelumnya yakni UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU No.14 tahun 2015 tentang Guru dan Dosen, dan UU No. 12 tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi.
Draf RUU Sisdiknas yang sudah tersebar di publik tersebut akhirnya menimbulkan banyak tanggapan, khususnya dari kalangan guru.Â
Adapun alasan mengapa para guru merasa keberatan dengan adanya RUU Sisdiknas yang baru ini karena tidak ada satupun ditemukan klausal terkait Tunjangan Profesi Guru (TPG) sebagaimana yang sudah ada dalam UU sebelumnya.
Dalam RUU Pasal 105 huruf a-h yang memuat hak guru atau pendidik, tidak ditemukan satu pun yang berkaitan dengan Tunjangan Profesi Guru.Â
Pasal tersebut hanya memuat klausul bahwa pendidik berhak memperoleh penghasilan/pengupahan dan jaminan sosial berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Hal ini sangat berbeda dengan UU No. 14 Tahun 2005 yang secara eksplisit mencantumkan pasal tentang TPG. Artinya UU No.14 Tahun 2005 yang mengatur tentang TPG dihapus atau dihilangkan.Â
Dengan melihat perbedaan yang sangat kontras inilah para guru melalui PGRI dan P2G menyampaikan protes agar kesejahteraan para pahlawan tanda jasa ini diperhatikan. Bagi mereka RUU ini akan sangat merugikan jutaan guru di Indonesia.Â
Guru dan dosen merupakan sebuah profesi. Sebagai bentuk pengakuan dan penghargaan akan profesi mereka, maka pemerintah harus memberikan tunjangan profesi guru.
Berikut ini adalah lima pernyataan sikap dan harapan dari PGRI menanggapi RUU Sisdiknas, terutama dengan hilangnya ayat TPG di RUU Sisdiknas, melalui rilis resmi PGRI:
Pertama, Pembahasan RUU Sisdiknas seharusnya masih membutuhkan kajian yang komprehensif, dan tidak perlu tergesa-gesa.Â