Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Perkawinan sebagai Perjanjian (Foedus) atau Kontrak (Contractus)?

14 Agustus 2022   19:00 Diperbarui: 14 Agustus 2022   19:44 2126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh karena itu perjanjian merupakan pilihan bebas, dimana orang tidak bisa menikah kalau dalam keadaan terpaksa. Perjanjian melibatkan hubungan antar pribadi yang utuh, melibatkan kesatuan spiritual, emosi, dan fisik. 

Inti perjanjian adalah pendekatan Allah kepada manusia dan jawaban manusia kepada Allah (Ul 26: 17-18). Perjanjian adalah suatu bentuk kontrak, tetapi lebih biblis sifatnya. Yang lebih utama adalah komitmen dan tanggungjawab pribadi dalam kesetiaan terhadap satu sama lain. Berikut ini adalah gambaran singkat tentang perbedaan antara kontrak dan perjanjian:

Perbedaan antara kontrak dan perjanjian (Dokpri)
Perbedaan antara kontrak dan perjanjian (Dokpri)

Dalam Alkitab, perjanjian perkawinan pertama-tama merupakan suatu hubungan pribadi dan komitmen antara satu sama lain. Hal ini dapat dilihat dalam terang janji Allah yang tidak pernah diingkari atau dilanggar-Nya (Yer 31: 31-34) dan dalam kebaikan cinta-Nya yang tak pernah pudar (Mal 2: 14).

Para Bapak Konsili Vatikan II berusaha untuk menghindari penggunaan istilah kontrak dalam mendiskusikan tentang perkawinan Katolik. Sebaliknya mereka menggunakan istilah perjanjian, karena perkawinan berakar dalam perjanjian suami-isteri yang terjadi oleh consensus pribadi yang tak dapat ditarik kembali. Dalam perspektif ini, perkawinan menjadi suatu hubungan antarpribadi yang mencerminkan perjanjian Allah dengan umat-Nya dan Kristus dengan Gereja-Nya.

Perkawinan sebagai perjanjian mau mengatakan bahwa baik saat perkawinan itu diteguhkan, maupun kehidupan perkawinan atau relasi suami-istri yang menyusul sesudahnya, sungguh-sungguh merupakan sebuah perjanjian yang satu dan sama.

Pasangan yang melangsungkan perkawinan akan berjanji di hadapan Allah yang disaksikan oleh imam dan umat, bahwa mereka akan setia seumur hidup, di waktu sehat dan sakit, di kala untung dan malang, dalam suka dan duka. 

Dengan diucapkan di depan para saksi yang hadir, maka perjanjian itu mempunyai kekuatan hukum yang mengikat tanggung jawab si pengucap janji secara tetap dan tidak dapat ditarik kembali. 

Pasangan harus berjanji secara formal di depan imam sebagai saksi peneguh dan dua orang saksi dari pihak masing-masing serta umat yang hadir, dan secara non-formal sebetulnya pada semua orang yang tahu bahwa mereka akan menikah atau sudah mengucapkan janji perkawinan itu.

Perkawinan Sebagai Perjanjian Antara Seorang Pria dan Seorang Wanita

Obyek material dari perjanjian perkawinan adalah penerimaan dan pemberian diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dalam relasi cinta seumur hidup. Di sini Gereja menekankan dua hal penting yakni tentang prinsip monogam dan prinsip heteroseksual. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun