Oleh karena itu perjanjian merupakan pilihan bebas, dimana orang tidak bisa menikah kalau dalam keadaan terpaksa. Perjanjian melibatkan hubungan antar pribadi yang utuh, melibatkan kesatuan spiritual, emosi, dan fisik.Â
Inti perjanjian adalah pendekatan Allah kepada manusia dan jawaban manusia kepada Allah (Ul 26: 17-18). Perjanjian adalah suatu bentuk kontrak, tetapi lebih biblis sifatnya. Yang lebih utama adalah komitmen dan tanggungjawab pribadi dalam kesetiaan terhadap satu sama lain. Berikut ini adalah gambaran singkat tentang perbedaan antara kontrak dan perjanjian:
Dalam Alkitab, perjanjian perkawinan pertama-tama merupakan suatu hubungan pribadi dan komitmen antara satu sama lain. Hal ini dapat dilihat dalam terang janji Allah yang tidak pernah diingkari atau dilanggar-Nya (Yer 31: 31-34) dan dalam kebaikan cinta-Nya yang tak pernah pudar (Mal 2: 14).
Para Bapak Konsili Vatikan II berusaha untuk menghindari penggunaan istilah kontrak dalam mendiskusikan tentang perkawinan Katolik. Sebaliknya mereka menggunakan istilah perjanjian, karena perkawinan berakar dalam perjanjian suami-isteri yang terjadi oleh consensus pribadi yang tak dapat ditarik kembali. Dalam perspektif ini, perkawinan menjadi suatu hubungan antarpribadi yang mencerminkan perjanjian Allah dengan umat-Nya dan Kristus dengan Gereja-Nya.
Perkawinan sebagai perjanjian mau mengatakan bahwa baik saat perkawinan itu diteguhkan, maupun kehidupan perkawinan atau relasi suami-istri yang menyusul sesudahnya, sungguh-sungguh merupakan sebuah perjanjian yang satu dan sama.
Pasangan yang melangsungkan perkawinan akan berjanji di hadapan Allah yang disaksikan oleh imam dan umat, bahwa mereka akan setia seumur hidup, di waktu sehat dan sakit, di kala untung dan malang, dalam suka dan duka.Â
Dengan diucapkan di depan para saksi yang hadir, maka perjanjian itu mempunyai kekuatan hukum yang mengikat tanggung jawab si pengucap janji secara tetap dan tidak dapat ditarik kembali.Â
Pasangan harus berjanji secara formal di depan imam sebagai saksi peneguh dan dua orang saksi dari pihak masing-masing serta umat yang hadir, dan secara non-formal sebetulnya pada semua orang yang tahu bahwa mereka akan menikah atau sudah mengucapkan janji perkawinan itu.
Perkawinan Sebagai Perjanjian Antara Seorang Pria dan Seorang Wanita
Obyek material dari perjanjian perkawinan adalah penerimaan dan pemberian diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dalam relasi cinta seumur hidup. Di sini Gereja menekankan dua hal penting yakni tentang prinsip monogam dan prinsip heteroseksual.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!