Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Apa Saja Persiapan Pranikah dalam Perkawinan Katolik?

14 Agustus 2022   07:55 Diperbarui: 15 Agustus 2022   05:28 3695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Janji seseorang untuk menikahi, sekalipun dilakukan secara formal dan yuridis berdasarkan norma adat istiadat atau hukum sipil, hanya mengikat hati nuraninya saja untuk memenuhi janjinya itu. Suatu alasan yang berat dan serius dapat membebaskannya dari kewajiban moral untuk memenuhi janji tersebut. 

Pertunanganan bukanlah kesepakatan nikah. Kesepakatan nikah menciptakan ikatan nikah yang tak-terputuskan. Sebaliknya, pertunanganan merupakan perjanjian yang bisa dihentikan atau diputuskan, baik sepihak maupun atas kesepakatan kedua pihak. 

Dengan kata lain, perjanjian pranikah tidak berarti wajib menikahi atau wajib dinikahi. Karena itu Kanon 1062, 2 menetapkan bahwa janji untuk menikah atau pertunanganan yang diatur menurut hukum partikular, tidak memberi hak pengaduan untuk menuntut peneguhan perkawinan.

Kitab Hukum Kanonik 1917, masih mengatur formalitas pertunangan. Agar pertunangan memiliki keabsahan, baik dalam forum sipil maupun dalam forum gerejawi, pertunangan haruslah dibuat dalam dokumen tertulis yang ditandatangani oleh kedua pihak dan sekaligus oleh pastor paroki atau Ordinaris, atau sekurang-kurangnya oleh dua orang saksi. 

Jika salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak tahu atau tidak dapat menulis, untuk sahnya hal itu harus ditulis dan ditambahkan satu saksi lagi untuk menandatanganinya (KHK 1917, Kanon 1017). Sedangkan dalam KHK yang baru (1983, Kanon 1062), pengaturan tentang pertunangan diserahkan sepenuhnya kepada Konferensi Para Uskup setempat dalam bentuk hukum partikular, dengan mempertimbangkan adat kebiasaan serta hukum sipil yang ada.

***

Daftar Rujukan:

Dagun, Save, M. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 2006.
Go, Piet. Pokok-Pokok Moral Perkawinan dan Keluarga Katolik. Malang: Dioma, 1984.
Raharso, Catur. Paham Perkawinan dalam Hukum Gereja Katolik. Malang: Dioma, 2006.
Familiaris Consortio, No. 71, bdk. Philip Ola Daen
Daen, Philip Ola. Manajemen Penyelidikan Pranikah. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama, 2010.
PCF, Preparation for the Sacrament of Marriage, no. 34.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun