Dalam salah satu karyanya, "Revolusi Harapan", Erick Fromm mengedepankan tentang situasi-situasi dan kondisi-kondisi masyarakat yang sedang berada dalam persimpangan jalan".Â
Dalam situasi persimpangan jalan tersebut, Fromm melihat bahwa situasi-situasi dan kondisi-kondisi masyarakat pada satu sisi menuju masyarakat yang dimesinkan secara total, sementara pada sisi lain menuju pencerahan humanisme dan harapan.
Fromm mencita-citakan sebuah masyarakat sehat (sane society), The city of Being, yang terjelma dalam satu sistem sosialisme humanistis yang berakar pada keyakinan akan kesatuan umat manusia dan kesetiakawanan seluruh umat manusia, sebagai usaha mengatasi dan membebaskan masyarkat yang sakit.
Lebih lanjut, Fromm melihat bahwa dalam kondisi persimpangan jalan tersebut terdapat suatu tegangan antara dua tendensi besar dalam diri manusia, yakni antara biofilia (mendukung daya hidup) dan nekrofilia (membinasakan daya hidup).Â
Kedua tendensi ini, menurut Fromm, tidak hanya terjadi dalam proses individuasi, sebagaimana yang diyakini Freud, melainkan juga terinternalisasi secara struktural dalam wadah sosial, yang ia sebut watak kemasyarakatan (Gesellschaftscharakter).
Pada titik inilah Fromm membaca adanya model-model tindakan agresif dan destrusktif dalam masyarakat, dimana menurut Fromm perilaku agresi tidak bersifat bawaan, tetapi hal yang terkondisi dan dipelajari di dalam kondisi sosial.Â
Dengan demikian, menurutnya, perilaku agresif dapt dirubah oleh proses dekondisionasi dan cara pembiasaan diri yang lain.
Bentuk-bentuk Agresi
Pertama: Agresi Defensif
Agresi ini dikategorikan ke dalam dua bentuk, yakni "agresi yang secara biologis bersifat adaptif, yang berguna untuk hidup dan tak berbahaya" dan "agresi yang secara biologis bersifat tidak adaptif tetapi membahayakan".
Agresi yang secara biologis bersifat adaptif adalah suatu tanggapan terhadap ancaman akan kepentingan-kepentingan vital. Agresi ini bertujuan untuk meniadakan ancaman, entah membinasakan atau menghilangkan sumber ancaman tesebut.Â
Sedangkan agresi yang secara biologis bersifat nonadaptif dan membahayakan adalah agresi perusak dan kejam. Perwujudan utamanya berupa tindakan pembunuhan dan kekejaman yang dilakukan demi kenikmatan, tanpa ada tujuan lain.Â
Agresi ini berbahaya bagi manusia yang diserang dan sekaligus penyerang. Agresi ini juga merupakan suatu daya manusiawi yang justru berakar dalam kondisi-kondisi eksistensial manusia itu sendiri.
Kedua: Agresi DestruktifÂ
Agresi destruktif dapat dikategorikan dalam tiga hal yakni agresi reaktif, agresi destruktif-sadistis, dan nekrofilia.
Pertama, agresi reaktif. Agresi ini berkaitan dengan masalah-masalah psikologis seperti masalah ketergantungan pada idola-idolanya, kurangnya sikap kritis dan sifat mudah disugesti.Â
Persoalan ini terjadi karena tidak adanya perkembangan psikis yang lengkap dari manusia. Namun hal itu dilihat sebagai akibat dari struktur dalam masyarakat yang mendasarkan diri pada eksploitasi dan kekuatan.Â
Di sisi lain, struktur itu dibutuhkan secara mutlak karena daya-daya produktif yang belum dikembangkan. Manusia berada dalam suatu situasi "tahanan" yang membelenggu. Agresi reaktif muncul sebagai suatu keadaan tanggap terhadap situasi keterbelengguan itu.
Kedua, agresi destruktif-sadistis. Agresivitas ini merupakan kekhasan manusia sebagai akibat terjadinya konflik antara kelemahannya sebagai binatang dan makhluk akal budi yang berakibat lanjut pada munculnya perasaan ketakberdayaannya. Situasi batas ini justru ingin dilampauinya dengan berbagai sikap yang kejam dan sadis.
Ketiga, sifat destruksi yang nekrofil. Istilah "necrophiliac" pada umumnya digunakan untuk menyebut perversi minat seksual seorang laki-laki terhadap mayat wanita. Di sini arti nekrofil adalah rasa tertarik pada segala yang mati, yang hancur, yang sakit dan hanya bersifat mekanis.
Masyarakat Bebas Agresivitas: Sosialisme HumanistisÂ
Fromm adalah seorang pemikir yang memiliki kepedulian terhadap kehidupan manusia. Ia memberikan perhatian yang besar terhadap semua problem yang dialami manusia dalam bermasyarakat. Kebebasan merupakan patokan utama yang dijadikannya sebagai landasan dalam bermasyarakat.
Masyarakat harus bebas dari tekanan, ketidaknyamanan dan pelbagai faktor yang tidak dikehendakinya. Masyarakat Bebas Agresivitas merupakan label yang ingin dikenakan Fromm dalam sebuah masyarakat.
Masyarakat bebas agresivitas merupakan sebuah situasi yang tidak bisa dihadirkan secara mutlak dalam masyarakat. Kendati demikian, hal ini bukan berarti bahwa diskursus utopis ini sebagai sebuah kesia-siaan.Â
Kualitas kehidupan yang lebih baik diperoleh bukan dengan selalu mempertahankan sebuah kondisi kehidupan, melainkan dengan berjuang merealisasikan sebuah kondisi kehidupan yang lebih baik dalam kerangka terwujudnya masyarakat bebas agresivitas. Kualitas kehidupan yang lebih baik akan dilahirkan dari perjuangan untuk mewujudkan situasi masyarakat yang bebas.
Masyarakat bebas agresivitas merupakan sebuah masyarakat yang terlepas dari tekanan-tekanan yang mengganggu suasana kehidupan. Tentu saja yang ingin disoroti dalam hal ini adalah agresi-agresi destruktif. Tujuan yang ingin dicapai adalah masyarakat yang sehat yang berada dalam suasana kebebasan.
Penderitaan selalu mewarnai proses perkembangan yang normal dalam sebuah masyarakat. Realitas penderitaan selalu mengundang perjuangan yang bermuara ke arah masyarakat yang sehat.Â
Kesadaran akan penderitaan dan akan segala hal yang disingkirkan dan kepribadian kita merupakan langkah pertama untuk membentuk keinginan untuk menjadi sehat.Â
Keinginan untuk menjadi sehat, baik dalam organisme fisik maupun dalam organisme mental kita merupakan dasar bagi setiap penyembuhan penyakit dan keinginan tersebut hanya hilang dalam patologi yang parah. Kesadaran ini akan menjadi sangat efektif apabila disertai dengan usaha konkret.
Masyarakat yang sehat adalah suatu masyarakat dimana tak seorang manusia pun dijadikan alat untuk mencapai tujuan manusia lain. Setiap individu mempunyai tujuan dalam dirinya sendiri. Masyarakat yang sehat juga tidak memperalat dirinya sendiri demi tujuan yang mengerdilkan daya-daya manusiawinya sendiri.
Dalam masyarakat yang sehat, manusia menjadi pusat dari segala aktivitas. Segala kegiatan ekonomi dan politik tunduk pada tujuan perkembangan manusia itu sendiri. Masyarakat yang sehat tidak akan membiarkan kelobaan, eksploitasi, penumpukan harta dan narsisme digunakan untuk keuntungan material dan prestise pribadi.Â
Masyarakat yang sehat juga bertindak menurut suara hati. Mereka juga peduli terhadap problem-problem sosial dengan mencari pemecahan secara bersama. Kesetiakawanan dijunjung tinggi dalam semangat yang penuh kasih. Masyarakat yang sehat akan memajukan kegiatankegiatan produktif dari setiap orang sambil merangsang pengembangan daya nalar akal budi.
Dalam usaha mewujudkan masyarakat yang sehat, Fromm mengajukan sosialisme humanistis. Yang menjadi prinsip-prisip dasar dari ide sosialime humanistis Fromm adalah jenis relasi antarmanusia dalam suatu sistem sosial dan ekonomi.Â
Dalam sistem sosial dan ekonomi bukan hanya satu sistem relasi-relasi khusus antara benda-benda dan lembaga-lembaga, melainkan satu sistem relasi-relasi manusiawi.
Fomm menekankan bahwa prinsip tertinggi sosialisme adalah semua manusia lebih diutamakan daripada benda-benda: kehidupan lebih diutamakan daripada kekayaan, kerja lebih diutamakan daripada modal: bahwa tunduk pada kreasi dan bukannya pada harta milik, bahwa manusia tidak mesti dikuasai situasi dan kondisi, tetapi situasi dan kondisi harus dikuasai oleh manusia.
Dengan demikian, Fromm menegaskan pemikirannya dalam suatu kerangka pengertian bahwa sosialisme humanistis adalah suatu sistem yang di dalamnya manusia berkuasa atas modal, situasi dan kondisi tertentu (dan bukan sebaliknya) demi terwujudnya kondisi yang menjamin kualitas kehidupan manusia.Â
Lebih jauh, sosialisme humanistis merupakan perluasan dari proses demokratis yang melampaui ruang lingkup politik dan masuk ke dalam lingkup ekonomi. Ia merupakan suatu pemulihan kembali demokrasi politik menuju arti aslinya yakni partisipasi sejati dari semua warga dalam setiap keputusan yang mempenyaruhi hidupnya.
Sosialisme humanistis mengetengahkan manusia sebagai nilai tertinggi dalam seluruh tatanan sosial dan ekonomi. Sosialisme humanistis menekankan martabat setiap individu sehingga tidak bisa dibenarkan kalau seorang pribadi (selalu) diperlakukan sebagai sarana untuk mencapai tujuan orang lain.Â
Seluruh tatanan sosial harus berusaha mengatasi alienasi dan kekerdilan manusia serta berusaha untuk menyanggupkan manusia untuk mencapai kebebasan yang sebenarnya.
Sosialisme humanistis juga bertentangan secara radikal dengan perang dan kekerasan dalam segala bentuknya. Usaha pemecahan problem-problem sosial dan politik dengan kekerasan dianggap sebagai sesuatu yang amoral dan tidak manusiawi. Karena itu sosialisme humanistis menentang setiap kebijakan yang berusaha menciptakan keamanan melalui kekuatan senjata.Â
Ia menganggap damai bukan hanya sebagai keadaan tanpa perang, melainkan juga sebagai situasi yang menjamin relasi-relasi yang bebas antara seluruh umat manusia demi kepentingan bersama.
Sosialisme humanistis membela dan berpegang pada kebebasan. Manusia harus bebas dari ketakutan, kemelaratan, penindasan dan kekerasan. Akan tetapi kebebasan manusia bukan hanya kebebasan dari (kebebasan negatif) tetapi juga kebebasan untuk (kebebasan positif) yakni kebebasan untuk mengembangkan potensi positif dan berpartisipasi aktif serta bertanggung jawab atas kehidupan bersama?
Untuk mencapai ide utopisnya, Fromm menawarkan pendidikan bagi masyarakat sebagai sebuah alternative bagi manusia modern yang terasingkan menuju kebebasan positif dan perwujudan diri sejati yang menghubungkan manusia dengan dunia secara spontan melalui cinta dan kerja. Melalui pendidikan, masyarakat dibentuk menjadi manusia yang produktif dan matang secara intelektual.
Intelektual yang matang memampukan masyarakat dalam membangun suatu system masyarakat yang bebas dari manipulasi dan eksploitasi atas kenaifannya demi kenikmatan dan keuntungan bagi pihak lain.Â
Dengan pendidikan juga, masyarakat yang ada bisa memahami diri dan sesamanya secara lebih bijaksana. Untuk mengimbangi bahaya-bahaya intelektualisasi yang teralienasi, instruksi instruksi praktis dan teoritis harus dilengkapi dengan laitahan dalam bidang kerja tngan dan karyaseni yang kreatif.
PenutupÂ
Uraian singkat pemikiran sang psikoanalis, Erich Fromm, tentang masyarakat bebas agresivitas mengundang kita semua untuk menyadari potensi-potensi negatif dalam kehidupan bersama yang seringkali tidak kita sadari demi menciptakan masyarakat yang sehat.Â
Gagasan Fromm ini membantu kita untuk merancang model-model kehidupan yang bebas dari pelbagai bentuk agresi. Dengan demikian, kita sekaligus diajak untuk menyadari ketidaksadaran.Â
Menyadari ketidaksadaran berarti mengatasi segala represi dan alienasi diri. Itu berarti bangun, terjaga, membebaskan diri dari khayalan fiksi dan kebohongan dan memandang kenyataan sebagaimana adanya.Â
Orang terjaga adalah orang yang terbebaskan, orang yang kebebasannya tidak dapat dibatasi lagi baik oleh diri sendiri maupun oleh orang lain. Proses penyadaran terhadap apa yang tidak disadari sebelumnya merupakan revolusi batin.
***
Daftar Rujukan:
Cremers, Agus (penterj), 2004. Erich Fromm, Masyarakat Bebas Agresivitas. Maumere: Ledalero.
Kamdani (penterj). 2004. Erich Fromm, Revolusi Harapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H