Catatan Awal
Di sekitar kita ada begitu banyak orang miskin dan terlantar. Kehadiran mereka di tengah masyarakat kadang kala dianggap sebagai "manusia kelas bawah" yang tidak berarti. Levinas justru sebaliknya melihat mereka sebagai wajah-wajah yang patut dihargai. Ia melihat wajah-wajah yang tampil dalam kemiskinan dan ketakberdayaannya adalah dia yang mencari perlindungan dan pembelaan dari pihak kita.Â
Kemelaratannya adalah suatu undangan bagi kita untuk mendengarkannya. Di hadapan dia yang melarat, kita tak bisa berdiam diri. Kita dituntut untuk memahami. Kehadirannya seakan menggugat kita untuk bertanggungjawab atas dirinya. Ia meminta pertangungjawaban etis dari kita.
Epifani Wajah: Menggugat Tanggung Jawab Etis
Levinas tidak mengartikan "wajah" dalam pemahaman yang bersifat fisis-biologis, yang berarti air muka atau muka. Levinas menunjukkan wajah sebagai bentuk kehadiran dia yang lain. Wajah dalam pengertian Levinas adalah dia yang tampil di hadapan saya sebagai realitas yang berdiri sendiri; suatu penampilan dia yang lain.
Lebih lanjut Levinas menjelaskan bahwa penampilan wajah sebagai suatu ketelanjangan. Ketelanjangan wajah adalah ketelanjangan yang paling telanjang. Ketelanjangna yang paling telanjang adalah juga tanda kepolosan dan kelurusan dari wajah itu sendiri. Karena kepolosannya itu terbesitlah suatu kemiskinan yang amat hakiki.Â
Ketelanjangan mewartakan kemiskinan dan ketakberdayaan orang lain yang tampil di hadapanku. Orang lain yang tampil sebagai wajah adalah dia yang datang dari kepolosan dan kemiskinannya.
Untuk mempertegas kemiskinan dan keberlainannya sebagai penampilan wajah yang telanjang, Levinas memberikan figur lain dari penampilan wajah yaitu dia yang tampil sebagai orang asing, janda dan yatim piatu. Meskipun dia datang dengan ketelanjangannya, kemelaratannya, serta kemiskinannya, namun aku harus menyapa dia sebagai tuan. Dia yang miskin serentak menjadi tuan. Di hadapan dia aku kembali mempertanyakan kebebasanku selama ini.Â
Dengan kehadiran yang lain, kebebasanku dinomorduakan. Dalam arti ini aku harus menyambut kedatangannya sebagai yang miskin dan terlantar, sekaligus sebagai tuan. Ketelanjangan wajah yang menampilkan kemiskinan, kemelaratan juga serentak menampilkan diri sebagai tuan, seakan menggugat diriku untuk tidak berdiam diri. Aku harus memberikan jawaban atasnya karena merupakan sebuah tugas yang telah ditanggungkan kepadaku.
Tanggung Jawab dan Menjawab