Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pilih Mana: Sekolah Favorit, Sekolah Unggul, atau Sekolah Penggerak?

30 Mei 2022   11:06 Diperbarui: 1 Juni 2022   19:00 3693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kursi di kelas. (sumber: MChe Lee/unsplash.com  via kompas.com)

Topik pilihan terakhir yang diberikan oleh Kompasiana adalah Sekolah Swasta Vs Sekolah Negeri. Sejak dijadikan sebagai topik pilihan pada tanggal 28 Mei 2022, terdapat banyak ulasan dan diskusi menarik tentang tema tersebut.

 Dari banyak kajian yang ada, salah satu harapan antara lain dapat membantu orang tua dan anak didik jenjang dasar dan menegah pada tinggat akhir untuk menentukan pilihan: lanjut ke sekolah swasta atau sekolah negeri?

Apabila keputusan telah diambil, kini saya mencoba untuk menampilkan tiga pilihan baru sebagai kelanjutan dari pilihan pertama; memilih sekolah favorit, sekolah unggulan atau sekolah penggerak? 

Sebelum menentukan pilihan, mari kita simak bersama apa yang dimaksudkan dengan ketiga model sekolah tersebut.

a. Sekolah Favorit

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), favorit berarti orang yang diharapkan (dijagokan, diunggulkan); kesayangan, kegemaran. 

Karena dikategorikan berdasarkan banyaknya minat maka sekolah favorit tentu memiliki banyak siswa, atau paling kurang ada banyak siswa yang mendaftar dan ingin sekolah di tempat tersebut. 

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi mengapa sebuah sekolah digemari oleh siswa. Mungkin di sekolah tersebut terkenal dengan tim futsal yang sering menjuarai lomba antar sekolah. 

Mungkin di sekolah tersebut memiliki fasilitas atau sarana prasarana yang lengkap. Atau mungkin sekolah tersebut mendulang banyak prestasi, dan banyak faktor lainnya.

Sebagian besar orang berpendapat bahwa sekolah favorit sama halnya dengan sekolah unggul. Itu bisa benar karena setiap pribadi boleh memiliki perspektif yang berbeda. Namun secara pribadi saya ingin membedakan antara sekolah favorit dengan sekolah unggul. 

Jika sekolah favorit, yang menentukan pilihan adalah siswa atau orang tua yang berminat untuk mengenyam pendidikan di suatu sekolah. 

Sebaliknya, pada sekolah unggul yang menentukan pilihan adalah lembaga tersebut, yang ditentukan berdasarkan hasil seleksi. Sekolah favorit belum tentu memiliki output yang baik sebanding dengan sekolah unggul yang pada awalnya  sudah memilih (input) siswa yang unggul.

b. Sekolah Unggul

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan unggul adalah lebih tinggi, pandai, dan terbaik. 

Istilah sekolah unggul pertama kali diperkenalkan oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Wardiman Djojonegoro, tahun 1994. Istilah sekolah unggul lahir dari satu visi yang jauh menjangkau ke depan atau dinamakan dengan wawasan keunggulan.

Secara umum, sebuah sekolah dikategorikan dalam sekolah unggul kalau ia memiliki input, proses pebelajaran dan output yang baik. Siswa yang ingin mengenyam pendidikan di sekolah unggul ini akan diseleksi secara ketat. 

Kriteria yang harus dipenuhi adalah memiliki prestasi akademik dan non-akademik yang baik. Mereka ibarat bibit-bibit unggul yang diseleksi dengan ketat sehingga harapannya akan menghasilkan buah yang baik. Maka sekolah unggul memiliki target prestasi belajar yang lebih tinggi. 

Sangat tidak mengherankan bahwa sekolah unggul memiliki luaran (output) yang baik, karena memang pada awalnya mereka sudah memilih (input), siswa yang berprestasi.

Sekolah unggul akan menjadi terkenal karena segudang prestasinya, sehingga bisa membuat sekolah ini masuk dalam sekolah favorit. Tetapi sekali lagi saya ingin membedakan sekolah favorit dengan sekolah unggul, di mana sekolah favorit belum tentu masuk dalam sekolah unggul.

Secara pasti, tidak ada batasan yang definitif tentang sekolah favorit dan sekolah unggul.

Konsep ini sifatnya tentatif, kondisional, terikat oleh waktu dan tempat, sesuai kecenderungan apa yang tengah menjadi kebutuhan masyarakat, dan tergantung dengan kondisi sekolah bandingannya. Karena itu, apa pun definisi yang dibuat masyarakat tentang sekolah favorit dan sekolah unggul, adalah sah-sah saja.

c. Sekolah Penggerak

Jika yang diterima di sekolah unggul hanyalah mereka yang memiliki banyak prestasi akademik maupun non-akademik, di manakah tempat anak-anak yang memiliki kemampuan pas-pasan? Jika sekolah hanya menerima siswa yang berprestasi, lalu apa fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan? Bukankah sekolah juga sebagai tempat untuk mendidik mereka yang belum tahu untuk menjadi tahu?

Saya cukup tertarik dengan sebuah gagasan mas Nadiem yang dinamakan Sekolah Penggerak. Sebuah ide bagus sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanat undang-undang pendidikan Nasional. 

Dengan program ini, diharapkan setiap sekolah dapat bergerak ke arah yang lebih baik. Nadiem Makarim menegaskan bahwa yang diubah bukan inputnya. Tidak boleh ada pemilihan siswa yang berbeda dari normal. 

Fokusnya justru pada proses pembelajaran yang holistik sehingga siswa memiliki kompetensi literasi, numerasi dan berkarakter. Saat ini sekolah penggerak baru mulai diimplementasikan, sehingga belum banyak sekolah yang menjadi sekolah penggerak.

Terlepas dari ketiga model sekolah di atas, sebagai catatan akhir saya ingin menegaskan bahwa pendidikan merupakan upaya yang dilakukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka pemerataan dalam bidang pendidikan pun tidak boleh luput dari perhatian kita. 

Jika kita ingin mewujudkan amanat konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan "seluruh" bangsa ini, maka salah satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah, hindarilah tindakan diskriminatif dalam menerima siswa untuk mengenyam pendidikan di suatu sekolah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun