Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Menggugat Tanggung Jawab Manusia atas Kerusakan Alam

22 April 2022   10:50 Diperbarui: 3 September 2022   07:25 1522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan Awal

Dunia kita sedang dihantui oleh sebuah ketakutan yang nyaris terasa oleh semua penghuni jagat. Bumi seakan-akan tidak mampu lagi menampung debit air  hujan yang berlebihan sehingga banjir dan tanah longsor pada musim hujan pun terjadi di berbagi pelosok tanah air. 

Ini adalah beberapa contoh fenomena alam yang belakangan ini melanda kita. Tentu masih banyak fenomena alam lainnya yangt melanda bumi  dewasa ini. 

Sampai pada titik ini sebuah pertanyaan dilontarkan untuk kita semua, "Siapa yang bersalah atas semua peristiwa ini? Mengapa semuanya ini harus terjadi? Lalu, pertanyaan lebih lanjut, bagaimana cara mengatasi problem ini?"

Berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan di atas sekurang-kurangnya kita akan menemukan dua jawaban. Jawaban pertama adalah segala yang terjadi merupakan fenomena alam yang takan dapat dihindari. Kita harus menerima semuanya itu. Atau dengan kata lain semua problem itu adalah bagian dari hidup manusia berada di bawah kekuasaan  alam. 

Kita harus menyadari ada kekuatan yang melebihi kemampuan akal budi kita. Sikap manusia yang paling baik adalah berpasrah sembari berwaspada.  Selain itu, tak dapat disangkal bahwa segala problem tersebut dapat disebabkan oleh ulah manusia sebagai penguasa alam. 

Bencana itu menimpa karena tindakan kesewenangan manusia terhadap alam. Misalnya, akibat penebangan hutan ilegal akan terjadi banjir serta tanah longsor. 

Kita harus mengakui bahwa manusia dan alam merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Manusia hidup di dalam alam dan sebaliknya kelestarian alam sangat terpegantung dari sikap manusia.

Manusia di hadapan alam dalam periode waktu

Pergeseran paradigma berpikir manusia tentang alam merupakan sebuah fenomena yang tak dapat dihindari. Pergeseran paradigma itu disebabkan ketidakpuasan manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. 

Manusia yang dianggap sebagai citra Allah yang luhur memandang alam beserta isinya sesuai dengan perkembangan jaman, kebutuhan hidup dan opini yang berkembang dalam zamannya. Setiap saman menyajikan kekhasannya masing-masing. Penulis akan membahas beberapa zaman barikut ini.

Zaman klasik yang sering disebut sebagai masa keseimbangan memandang alam sebagai pembari hidup. Pada zaman ini manusia hidup hanya sebagai penburu binatang liar, pencari ikan, dan pengumpulan buah-buahan atau hasil  hutan lainnya seperti umbi-umbian. Manusia pada zaman ini menggantungkan diri sepenuhnya pada alam. 

Pada zaman ini tidak ada dalam diri manusia konsep tentang untung dan rugi. Mereka mencari makanan yang telah disediakan alam hanya untuk mengeyangkan perut mereka. 

Perkembangan teknologi dasariah mulai berkembang dalam zaman ini seperti penggunaan api, pengenalan dan pengetahuan manusia tentang makanan dari tumbuhan dan daging hewan buruan. Perkembangan teknologi dasariah dikalangan manusia terbukti mempengaruhi lingkungan sendiri. 

Pengetahuan manusia akan jenis tanaman [i]yang dinikmati pada musim tertentu dan tingkah laku manusia terhadap hewan memungkinkan manusia untuk memperoleh sumber makanan seperlunya. 

Pada zaman ini manusia memulai babak baru dalam sejarah; dimanah manusia melihat alam sebagai tempat yang berguna sejauh ia memberi kehidupan. Tingkat pengetahuan manusia semakian berkembang. Mereka mulai membedakan mana yang harus dimakan dan mana yang tidak bolah dimakan. 

Walaupun demikian penghargaan terhadap alam masih mendominasi zaman ini. Konsep tentang alam secara otomatis mempengarihi struktur kehidupan masyarakat. Demokritos misalnya mengugah nurani  manusia dengan pernyataan kita adalah murid dari binatang. Dari laba-laba manusia belajar membuat jaringan, dari burung manusia belajar untuk bersiul, dari semut manusia belajar untuk berkoperasi.

Zaman berikut mencerminkan ketidakseimbangan antara manusia dan alam. Zaman ini ditandai dengan krisis makanan yang dialami manusia hal ini disebabkan musim kemarau yang panjang.

Keadaan ini mengharuskan manusia untuk mengambil sikap baru terhadap alam. Manusia sadar bahwa mereka sesunguhnya berbeda dengan alam, mereka bukan bagian integral dari alam. Mereka berusaha menyingkapkan misteri alam dengan merambah hutan  dengan membukanya menjadi lahan pertanian. Selain itu manisia mulai mengenal teknologi yang memudahkan manusia untuk menggarap hasil alam. 

Misalnya pembuatan jala, bahan peledak yang memudahkan manusia dalam mengeruk hasil-hasil laut. Zaman ini juga ditandai dengan usaha manusia untuk memelihara ternak.

Perkembangan selanjutnya terjadi persaingan yang tidak sehat. Setiap manusia bersaing  dengan manusia yang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hidup yang dahulu yang dipenuhi dengan persaudaraan baik antara sesama manusia maupun dengan makluk ciptaan lainnya pada zaman ini berubah drastis. 

Manusia mulai melihat sesama yang lain dan alam sekitarnya sebagai ancaman. Dengan demikian mereka harus dihancurkan karena mengganggu keberadaannya. Ketidakpuasan manusia dalam memenuhi kebutuhan memaksa manusia untuk bertindak sewenang-wenang terhadap alam.  

Manusia menunjukan sikap untuk menduduki dan menguasai lingkungan hidupnya. Manusia menggarap bahkan memperkosa alam semesta tanpa memperhatikan dan mempertimbangkan keadaan lingkungan sekitarnya. [ii] 

Terjadi relasi ketidakharmonisan antara  manusia dan alam. Manusia tidak lagi bersahabat dengan alam demikian sebaliknya alam juga menunjukan sikapapnya terhadap manusia.

Selanjut zaman modern ini muncul berbagai kelompok yang menamakan diri sebagai pencinta lingkungan. Kelompok ini muncul atas keprihatinan mereka atas gejalah-gejalah alam yang semakin hari semakin tidak bersahabat dengan manusia. 

Keprihatian dan kecemasan dari kelompok ini sebenarnya mewakili sekian juta manusia yan menghuini jagat ini. Mereka hadir dikala sesama yang lain tenggelam dalam keserakahan, mereka menyadarkan kita bahwa sekarang kita sedang terancam. 

Oleh karena itu salah satu cita-cita mereka adalah supaya kita kembali bersahabat dengan alam. Bukan lagi saatnya bagi manusia untuk mengklaim bahwa merekalah penguasa atau pemilik tunggal alam semesta. Ini berarti diperlukan transformasi diri manusia dalam kehidupan sehari-hari, baik di kawasan dalam maupun lingkungan luar.[iii] transformasi harus dimulai dari dalam diri manusia. Ini diandaikan ada kemauan dari pihak manusia karena tanpa kemauan yang kuat cita-cita untuk bersatu dengan alam tidak akan terwujud.

Mengugat kesadaran moral manusia sebagai makluk pembangun

Ilustrasi bumi dan tangan-tangan manusia. (Foto: Kompas.com)
Ilustrasi bumi dan tangan-tangan manusia. (Foto: Kompas.com)

Manusia merupakan makluk pembangun. Sebagai makluk yang membangun manusia mempunyai kemampuan untuk membuat sesuatu yang dahulu tidak ada dan sebaliknya menghilangkan yang dahulu ada.

Kerana itu dapat dipahami bahwa situasi dan cara hidup manusia berbeda dari masa ke masa. Dengan demikian pemaknaan hidup manusiapun berbeda. Situasi hidup serta pemaknaan hidup nenek moyang kita pada abad yang silam berbeda dengan dengan situasi hidup kita sekarang. Selain itu kesadaran moral manusia pun berubah dari masa yang satu dengan masa yang lain.

Di zaman sekarang ini manusia tiada hentinya menyerukan kebebasan.  Walaupun demikian setiap orang harus sadar akan  keterbatasan peran dan tugasnya dalam mengungkapkan diri.

Kesalahan dalam memahami makna kebebasan telah membawa dampak baru yaitu manusia di pandang sebagai penguasa segalanya. Keberadannya di dunia yang disertai  dengan kebebasannya menyiratkan suatu maksud bahwa dia sendiri adalah makluk penguasa dunia. Baik atau buruk, maju atau mundurnya dunia sangat terpegantung dari sikap manusia itu sendiri. 

Sikap manusia yang baik mendatangkan dampak yang baik bagi dirinya dan alam sekitarnya demikianpun sebaliknya sikap yang buruk akan mendatangkan dampak yang buruk pula. Dan semuanya itu hanya dirasakan oleh manusia. 

Sebagai penguasa dunia kadang membuat manusia bertindak sewenang-wenang terhadap dunia. Sikap ini menghantar manusia pada jurang kebinasaan. Manusia harus menyadari bahwa gelar yang diberikan kepadanya sebagai penguasa  pada dasarnya tidak berarti bahwa manusia boleh melakukan apa saja yang bisa diperbuatnya.  Ia harus ingat  bahwa  dirinya adalah unsur  terkecil dari dunia dan tidak berarti sedikitpun. 

Manusia adalah makluk yang memiliki otak. Ia tidak hanya memiliki kepala dan isi otak melainkan lebih dari itu ia memiliki akal budi dengannya ia berpikir, bernalar, membuat analisis, membuat pertimbangan dan mengambil keputusan.[iv] S

ebagai makluk rasional manusia harus mengambil suatu sikap untuk  memilih dan mengambil keputusan yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. 

Untung dan rugi dari akibat tindakannya harus dipertimbangkan secara matang dan saksama. Dia juga harus sadar bahwa dia tahu, berpikir kritis, dan mampu melihat apa yang baik untuk dirinya dan orang lain serta apa yang tidak baik bagi dirinya dan lingkungannya. 

Ia harus menyadari pentingnya harmoni dalam relasi dengan sesama dan lingkungan sekitarnya (mencintai lingkungan). Sehingga dampak dari tindakannya tidak merugikan isi dunia lainnya. Manusia seharusnya mengambil sikap dasar yang sehat dan bertanggung jawab terhadap lingkungannya.   

Penafsiran yang keliru dari kata penguasa dapat berdampak negatif bagi kehidupan manusia. Sebagai penguasa kecenderungan manusia adalah bertindak secara otoriter. Di sini pemikiran rasional yang seharusnya penting sehingga ia tdak salah dalam mengambil keputusan. Kesalahan dalam mengambil keputusan dapat menjerumuskan  dirinya kedalam jurang kebinasaan dan kehancuran. Ia hancur karena tingka laku dan perbuatannya sendiri.

Tumpukkan sampah di dekat Daan Mogot City Apartemen, di Semanan, Kalideres, Jakbar, Rabu (8/1/2020). (Foto: KOMPAS.com/ BONFILIO MAHENDRA WAHANAPUTRA LADJAR)
Tumpukkan sampah di dekat Daan Mogot City Apartemen, di Semanan, Kalideres, Jakbar, Rabu (8/1/2020). (Foto: KOMPAS.com/ BONFILIO MAHENDRA WAHANAPUTRA LADJAR)

Pengalaman akan kebinasaan merupakan titik balik kesadaran manusia. Dalam  kebinasaan manusia mulai menyadari bahwa sebanarnya ia tidak mempunyai pengaruh sedikitpun terhadap dunia. Pengalaman akan kebinasaan mencerminkan bahwa sebenarnya ia adalah makluk yang terbatas oleh kerena itu manusia tergantung sepenuhnya pada dunia. 

Selain  itu pengalaman itu juga mengantar manusia kepada suatu refleksi bahwa ada kekuatan yang melebihi kekuatannya sendiri. Kesadara akan keterbatasan dirinya membawa manusia pada suatu sikap baru bahwa sebenarnya dia bukanlah penguasa dunia tetapi dia hanyalah penjaga dunia. Sebagai penjaga ia berusaha untuk tetap mempertahankan relasinya dengan alam.

Sikap yang harus ditanamkan dalam diri manusia adalah sikap atau moral balas kasih terhadap alam.  Moral belas kasih bersumber dari kieterbukan sertakan kepekaan hati melihat realitas sekitar.

Sikap ini merupakan sikap yang paling positif  dari manusia terhadap alam. Moral belas kasih berperan penting dalam melestarikan dan mengembangkan mutu kehidupan berlingkungan. Dalam dunia purbakala, moral ini hidup dan berkembang dalam dunia religi. Sedangkan dalam zaman medern ini, moral ini dituangkan dalam bentu 'sentimen' dan 'simpati'. 

Belas kasih ini tdak hanya dinyatakan kepada manusia, melainkan juga kepada makluk ciptaan lain, yang bukan manusia. Tingka laku dan tindakan manusia yang berbelas kasih ini bukan didorong oleh akal budi manusia yang sehat melainkan oleh sentimen yang menuntun manusia untuk tidak melakukan sesuatu yang membahayakan hidup makluk lain.[v] 

Sikap belas kasih pada dasarnya adalah  sikap partisipasi manusia untuk berusaha merasakan penderitaan yang dirasakan makluk ciptaan lainnya di dalam dunia. Sikap ini menjadi titik acuan manusia dewasa ini untuk tetap menjaga dan memelihara alam. 

Selain sikap balas kasih terhadap alam, sikap lain adalah sikap keharusan bertindak manusia.[vi] Dalam bertindak manusia mengeluarkan seluruh kemampuan untuk mencinta. Cinta yang sesuangguhnya mengalir dari pengalamam hidup    dan diekspresikan dalam tindakan yang konkrit.  Cinta itu akan menghantar manusia pada kesejateraan hidup. Di dalamnya manusia akan merasa aman dan damai. Situasi hidup seperti ini sangat diidam-idamkan orang dewasa ini. dan membawa perubahan. Dalam cinta kita temukan ketulusan hati.

Catatan Akhir

Seluruh alam dan segala isinya sedang sakit. Kita menyaksikan bahwa dimana-mana banyak orang menangis karena kekurangan makan, busung lapar, dan bancana alam. 

Dan untuk menyelesaikan problem ini di atas pundak manusia pulalah diletakan segala beban ini. Dengan kata lain, manusia menjadi penyebab atas segala penderitaan dan  manusia pulalah yang menyelesaikan atau mengatasi semua problem. Untuk menyelesaikan segala problem yang sekarang sedang mengancam manusia dibutuhkan kepekaan manusia untuk membaca zamannya.

Kesadaran akan dunia harus dimulai sejak sekarang. Keterlambatan atau kelalaian kita akan berakibatkan dampak yang lebih besar. Pihak-pihak yang bertanggung jawab atas masalah ini adalah keluarga sebagai lembaga pendidikan dasar bagi setiap orang. Selain keluarga, lembaga yang bertanggungjawab atas masalah ini adalah sekolah. 

Di sini peran sentral guru sebagai pendidik dapat membantu generasi muda (baca: para murid) untuk mengatasi masalah ini. Para guru hendaknya menyajikan segala problem aktual sekitar pengrusakan alam dan segala akibat lanjutnya kepada para peserta didiknya dan dengan demikian dapat mengugah kesadaran para peserta didiknya untuk tetap bersatu dengan alam.

Selain kedua lembaga di atas, pihak yang harus turut bertanggung jawab atas kerusakan alam adalah pemerintah. Pemerintah harus meninjau kembali kebijakan-kebijakan yang ditawarkan kepada rakyat kecil.

Terhadap semua kebijakan itu pemerintah dalam hal ini sebagai lembaga yang berkuasa harus mempertimbangkan dengan rasional segala akibat dari sebuah kebijakan. 

Sebagai misal problem yang dewasa ini didiskusikan oleh banyak pihak yakni soal tambang. Apakah tambang itu dapat meningkatkan kehidupan rakyat atau sebaliknya justru tambang membuat rakyat menderita. Ingat banyak orang sedang manangis sudah saatnya kita mengahapus air mata mereka. 

Footnote:

[i] William Chang, Moral Lingkungan Hidup, Kanisius: Yogyakarta, 2001. hal 17.

[ii] Ibid.,26

[iii] Ibid.,27

[iv]  Konrad Kebung, Manusia Makluk Sadar Lingkungan.: Prestasi Pustaka: Jakarta.hal.44

[v] Op.Cit.,35

[vi] Ibid.,31

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun