Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Upaya Memberantas Mafia Peradilan di Indonesia

21 April 2022   20:58 Diperbarui: 3 September 2022   07:23 3816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Merebaknya kasus mafia peradilan di negara kita menjadi salah satu topik yang hangat untuk dibicarakan. Rakyat tentu berharap agar wajah bopeng peradilan di negara kita ini harus segera diperbaiki, mulai dari para penegak hukum maupun masyarakat pada umumnya. Berikut ini adalah beberapa alternatif solusi atau upaya yang bisa dilakukan dalam mengatasi mafia peradilan di Indonesia.

a. Membangun Kohesi Moral

Ketiadaan kerelaan dalam menghargai kesederhanaan, solidaritas, kebersamaan, kejujuran, kedisiplinan dalam menata kehidupan bersama, telah menjerumuskan bangsa ini ke dalam kawah korupsi, kejahatan politik dan mafia peradilan yang tak berkesudahan. 

Hal ini melemahkan daya juang setiap kita dan membuat kita tidak mampu lagi menghadapi realitas kesederhanaan dan kemiskinan dengan kearifan yang kokoh melainkan dengan gampang orang menempuh jalan kekerasan dan ketamakan, karena aspek mentalitas sudah semakin surut dari jamahan perhatian sosial politik kita. 

Keadaan ini menjelaskan sebuah persoalan krusial bahwa ketangguhan moral kita mengalami pendangkalan. Secara sosial kita hampir ketiadaan kohesi moral dalam mendukung menggeliatnya keadaban dalam kerangka keindonesian.

Krisis moral sosial ini membutuhkan mekanisme kultural yang kontekstual, dan ketangguhan moral yang dapat diandalkan dan menjadi prioritas utama dalam kebijakan publik. 

Dengan demikian kita dapat menemukan kembali irama hidup yang menyejukkan. Maka hal penting yang mesti menjadi pijakan kita ialah: Pertama; setiap kita harus bersikap kritis, reflektif dan berani dalam membuka dan menghadapi realitas kegelapan yang telah lama membelenggu roh kemanusian kita dalam republik ini.

Kedua; membangun tekad bersama dalam meningkatkan kualitas kehidupan moral dalam setiap segi kehidupan serta tetap berpegang teguh pada nilai-nilai cultural kita yang telah menjadi dasar hidup keindonesian kita. Ketiga; bersikap tegas dalam memerangi aksi ketidaksetaraan peradilan di Republik tercinta ini.

b. Menanam Kesadaran Kritis dalam Tatanan Hidup Masyarakat

Di tengah kerapuhan dan kegamangan situasi bangsa dalam proses peradilan bangsa ini, setiap kita mesti memiliki kesadaran kritis dan partisipatif. karena kesadaran kritis merupakan hal yang sangat urgen. 

Dikatakan urgen karena kesadaran itu sangat menentukan format dan konstruksi politik peradilan saat ini sekaligus menopang kiprah keberadaan masyarakat di tengah konflik yang terjadi. Kesadaran kritis merupakan filter terhadap setiap kebijakan politik yang diputuskan oleh para penegak hukum di republik tercinta. 

Dalam filterisasi kritis itu kebijakan yang irelevan dapat digantikan dengan kebijakan yang dinilai layak untuk kebaikan bersama. Signifikansi kesadaran kritis juga mengapresiasikan suatu keterlepasan dari budaya bisu (the culture of silence) yang tidak hanya mengafirmasi atau mengkonservasi secara pasif semua keputusan yang ditetapkan, tetapi sebaliknya, selalu aktif dan partisipatif dalam menjalankan kritik yang kritis terhadap oknum-oknum yang tidak fair dalam proses peradilan.

Kesadaran kritis membantu masyarakat untuk menemukan inovasi-inovasi baru yakni kritis atas situasi politik yang melingkunginya serta menjadikannya teralienasi dari persoalan yang mendera kehidupan berkomunitas. 

Maka para para penegak hukum yang memiliki sikap antikritik adalah ciri penguasa yang tidak memiliki kesadaran akan nilai moral kultural dan penolakan terhadap kritik adalah sikap apatis yang tidak mengenal pola dan tata aturan yang tercantum dalam undang-undang Republik ini. 

Sikap ini harus dideteksi agar mafia peradilan yang telah ditumbuhkan kembangkan atas dasar popularitas dapat teratasi secara perlahan-perlahan namun pasti. 

Kesadaran itu telah mendorong segelintir orang dalam bangsa ini untuk membentuk suatu yang dikenal dengan nama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Komisi dibentuk dengan tujuan untuk mendeteksi dan memberantas tindakan korupsi yang telah marak dalam bangsa ini. 

Hal ini merupakan suatu tindakan partisapatif dan aksi konkrit dalam membersihkan virus-virus yang telah lama menghalangi perkembangan bangsa ini. Namun hal penting yang dituntut dari masyarakat adalah bahwa komisi ini pun harus bersih dalam tindakan, jujur dalam menyampaikan fakta, serta tegas dalam memeranginya.

c. Merenovasi Pola Situasi Berbasis Responsabilitas

Indonesia yang demokratis akan terwujud kalau masing-masing pihak sadar akan keberadaannya, serta integrasi yang adekuat tidak terbatas pada hubungan horisontal tetapi juga hubungan vertikal, dengan instansi-instansi pemerintah. Relasi antara keduanya adalah relasi yang bersifat dialektis. 

Artinya, pola interaksi dalam semua sektor sosial dicitrai dengan pola hubungan dialektis yang membebaskan dan saling membebaskan tidak mementingkan popularitas diri. Disinilah letak tanggung jawab dari masing-masing pihak dituntut untuk memberantas mafia peradilan yang telah lama menjadi kultur dalam memenangi proses peradilan.

Untuk merenovasi situasi tersebut, maka langkah-langkah yang perlu diambil adalah sebagai berikut: Pertama; pemerintah sudah semestinya membuat cetak biru program reformasi peradilan untuk menghindari maraknya praktik mafia. 

Sebab suap di lembaga peradilan bisa bermula karena pemerasan dari oknum penegak hukum, atau sebaliknya dari pihak yang berperkara dalam hal ini pengacara. Untuk itu, reformasi peradilan perlu kembali dilakukan untuk mendorong lahirnya hakim dan jaksa yang bersih dan independen. Kedua; diperlukan langkah strategis untuk mengawasi para hakim, jaksa dan juga pengacara. 

Supaya selalu mengemban tugasnya sesuai dengan amandemen yang dicanangkan dalam undang-undang Ketiga; lembaga peradilan juga sudah seharusnya bersinergi dengan KPK untuk mengungkap semua indikasi korupsi peradilan, baik yang dilakukan oleh hakim maupun pengacara. 

Keempat; dewan kehormatan dari lembaga-lembaga advokat atau pengacara harus berani mengambil tindakan keras terhadap anggotanya yang melanggar kode etik, yang menyuap dan menghalalkan segala cara untuk memenangkan perkara klien-nya.

Merenovasi pola situasi berbasis responsabilitas tidak hanya membutuhkan perubahan dalam tingkat normatif dan struktural seperti yang tertera pada beberapa poin penting di atas, tetapi bagaimana memodifikasi konsep-konsep kritis yang dapat mencerahkan publik. Pikiran inovatif dan konstruktif perlu mendapat tempat yang layak. Dalam hal ini kapasitas sebagai agen pembaruan diuji ssekaligus teruji dalam praksis. 

Maka aspek tanggung jawab dalam menjalankan tugas untuk memberantas mafia peradialan sangat ditekankan. Oleh karena itu sebagai insan-insan intelektual perlu merasa bertanggung jawab sekaligus terpanggil untuk memberikan kontribusi dan solusi yang akomodatif terhadap kiprah mafia peradilan di negeri tercinta ini. Yang ditekankan di sini adalah usaha-usaha praktis untuk mewujudkan intensi yang sangat fundamental dari kiprah politik itu sendiri, yakni membahagiakan manusia. 

Namun hal penting yang harus menjadi pegangan kita ialah kita mesti menanam sikap jujur dalam diri kita, memiliki kedisiplinan yang tangguh, dan sungguh-sungguh memahami nilai-nilai luhur kultur, agar kita pun sungguh mampu dalam memerangi tindakan yang tidak terpuji itu.

Bibliografi:

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

Akademika, Kebijakan Politik & Kepedulian Sosial. Maumere: STFK Ledalero, 2006. Fallo Daniel, VOX, Wajah Keadilan. Maumere: STFK Ledalero, 1995.

Lopa Baharudin, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum. Jakarta: Buku Kompas, 2001.

Regus Max Pr, Menembus Era Kemurungan. Maumere: Ledalero, 2007.

Umar Musni (ed.), Korupsi Musuh Bersama. Jakarta: Lembaga Pencegah Korupsi, 2004.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun