Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sikat Mafia Peradilan karena Inilah Dampak Buruknya

21 April 2022   17:02 Diperbarui: 22 April 2022   11:07 1287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mafia Peradilan (Sumber Foto: Sinar Harapan)

Nec curia deficeret in justitia exhibenda. Demikianlah bunyi sebuah pepatah Latin kuno yang kurang lebih berarti, pengadilan merupakan istana di mana sang dewi keadilan bersemayam untuk menyemburkan aroma keadilan yang tiada hentinya. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika pengadilan disebut sebagai The last resort of Justice. 

Itulah pula sebabnya dalam trias politica, Montesquie-filosof legendaris Prancis abad pertengahan, menempatkan pranata yudikatif sebagai kekuasaan tersendiri dan berdiri sejajar dengan dua kekuasaan lainnya eksekutif dan legislatif. Sungguh amat disayangkan karena sri paduka dewi keadilan yang begitu sakral, anggun dan mulia, tampaknya belum pernah bersemayam secara penuh di singgasana dalam istana peradilan kita. 

Ada kecendrungan yang besar di mana orang memiliki daya tarik yang luar biasa untuk melakukan maksiat dan menipu hati nuraninya demi mendapatkan sesuatu. 

Keengganan sang dewi bertahta di lembaga peradilan Indonesia selain karena ia harus tereksekusi untuk menjadi total blind lantaran kedua matanya tertutup black cover sebagaimana yang tampak pada lambang lembaga ini, juga karena seruan keadilan yang menjadi titah harian sang dewi rupanya tidak diindahkan oleh sebagian besar petinggi dan hulubalang istana yudikatif. Tak hanya itu, kebanyakan fungsionaris peradilan justru terlibat konspirasi dalam mafia peradilan.

Selain untuk menyingkirkan kekuasaan sang dewi melalui kudeta yudisial, fungsionaris peradilan ini juga berperan besar dalam melicinkan jalan bagi mafia peradilan beroperasi dengan modus operandi memperjualbelikan warisan sang dewi demi keuntungan pribadi. 

Semua itu bisa dilakukan karena fungsionaris peradilan tidak lagi menjadi pengemban amanah sang dewi, melainkan justru berkhianat sebagai bagian dari mafia peradilan yang tega menjungkirbalikkan kebenaran dan keadilan berdasarkan kepentingan. Alhasil, tahta singgasana dan warisan sang dewi pun semakin kehilangan makna dan resisten terhadap nilai keadilan publik.

Mafia peradilan menjadi sesuatu yang sengaja atau tak diwariskan melalui wadah tertentu di lembaga peradilan. Ini membuat lembaga peradilan yang tadinya memperjuangkan hak rakyat malah membuat rakyat tercekik. 

Akhirnya, pada tahapan tertentu, harapan masyarakat untuk mendapatkan keadilan pun menjadi berkurang dan timbul ketakutan justru nanti menjadi korban. Pada umumnya, mafia peradilan yang terjadi selama ini bukan memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat, tetapi justru membawa dampak buruk bagi masyarakat pada umumnya dan orang-orang yang haknya ditindas dalam pelbagai aspek kehidupan.

a. Aspek Demokrasi

Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, adanya korupsi akan mempersulit demokrasi serta seluruh tata pemerintahan yang baik (good governance), yakni dengan cara menghancurkan proses formal. 

Korupsi dalam pemilihan umum dan di badan legislatif akan mengurangi akuntabilitas dan perwakilan dalam pengambilan kebijakan; korupsi yang terjadi di sistem pengadilan dengan sendirinya akan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik akan menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan terhadap masyarakat. 

Secara umum, korupsi akan mengkikis kemampuan institusi dari institusi pemerintah, sebab mengabaikan prosedur, penyedotan sumber daya, dan pengangkatan seorang pejabat bukan berdasarkan prestasi atau kinerja yang dimiliki. 

Di samping itu, pada saat bersamaan, korupsi akan mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

b. Aspek Ekonomi

Selain demokrasi, tindakan korupsi akan mempersulit pembangunan dalam bidang ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga akan mempersulit perkembangan pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi serta ketidakefisienan yang tinggi. 

Pada sektor privat, korupsi akan meningkatkan ongkos niaga sebab kerugian dari pembayaran ilegal ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan resiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. 

Walaupun ada pendapat yang menyatakan bahwa korupsi akan mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus terbaru menyimpulkan bahwa ketersediaan sogokan dapat menyebabkan pejabat membuat peraturan baru serta hambatan baru. 

Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, maka sebenarnya korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi akan dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan semua perusahaan yang tidak efisien.

Korupsi akan menimbulkan kekacauan pada sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke semua proyek masyarakat yang jumlah sogokan dan upah yang tersedia lebih banyak. 

Pejabat mungkin akan meningkatkan kompleksitas proyek dari masyarakat untuk menyembunyikan adanya praktek korupsi, yang akhirnya dapat mengakibatkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga akan mengurangi pemenuhan persyaratan keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau beberapa aturan lainnya. Korupsi juga dapat mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; serta menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.

c. Kesejahteraan Umum Negara

Ada yang dikenal dalam masyarakat dengan istilah korupsi politis yang berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Para politikus berusaha membuat aturan yang berpihak pada pengusaha besar dan menguntungkan mereka, sedangkan para pengusaha kecil diabaikan bahkan sering dirugikan. 

Politikus-politikus yang "pro-bisnis" ini, memberikan perhatian kepada perusahaan besar, karena telah berutang budi memberikan sumbangan besar dalam kampanye pemilu mereka. Selain itu dikenal dengan korupsi materiil di mana biaya kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemerintah dimanipulasi oleh kalangan tertentu.

d. Meruntuhkan Moral Bangsa

Negara kita dikenal sebagai negara yang mempunyai nilai dan norma tertentu yang terkandung dalam pancasila sebagai falsafah hidup bangsa. Namun, sayang orang-orang yang tinggal di dalamnya justru bertindak sebaliknya. Nilai-nilai yang berlaku di masyarakat kita sudah berubah. 

Koruptor dikagumi karena kekayaannya tanpa peduli bagaimana ia memperoleh kekayaannya. Ia ingin menjadi pemimpin bangsa dengan membeli suara tanpa malu. 

Masyarakat juga sudah menganggap bahwa ia tidak perlu malu, karena ia dapat memberi uang. Hal ini menunjukkan betapa rusaknya masyarakat. 

Kita membiarkan saja apa yang terjadi dengan harapan kita pun akan memperoleh bagiannya. Orang tidak lagi bersikap jujur dengan hati nuraninya. Dengan uang semuanya menjadi terbalik, yang salah dibenarkan dan yang benar disalahkan. Demikian yang terjadi dalam peradilan kita dan justru orang-orang kecil yang tidak memiliki apa-apa dirugikan.

Bibliografi:

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

Akademika, Kebijakan Politik & Kepedulian Sosial. Maumere: STFK Ledalero, 2006. Fallo Daniel, VOX, Wajah Keadilan. Maumere: STFK Ledalero, 1995.

Lopa Baharudin, Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum. Jakarta: Buku Kompas, 2001.

Regus Max Pr, Menembus Era Kemurungan. Maumere: Ledalero, 2007.

Umar Musni (ed.), Korupsi Musuh Bersama. Jakarta: Lembaga Pencegah Korupsi, 2004.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun