Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Meredefenisi Simbol Belis: Upaya Menyikapi Pergeseran Paradigma Tentang Belis

22 Maret 2022   06:51 Diperbarui: 2 September 2022   19:38 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: DOkumen Pribadi

Di samping itu, apabila belum ada kesepakatan soal belis, maka pasangan yang akan menikah tidak bisa mengikuti pemberkatan di Gereja. Dengan demikian mereka tidak bisa memiliki akta pernikahan. Dan dampak lanjutnya adalah jika mereka mempunyai anak, akta kelahirannya tidak bisa dimiliki karena syarat pembuatan akta kelahiran salah satunya harus ada akta pernikahan.

Pandangan yang Pro Terhadap Budaya Belis

Masyarakat adat Sikka atau NTT pada umumnya memandang belis sebagai unsur penting dalam lembaga perkawinan. Selain dipandang sebagai tradisi yang memiliki nilai-nilai luhur, belis juga merupakan bentuk penghargaan terhadap perempuan dan sebagai pengikat pertalian kekeluargaan. Belis pun dianggap sebagai simbol untuk mempersatukan laki-laki dan perempuan sebagai suami istri. 

Belis juga dianggap sebagai syarat utama pengesahan berpindahnya suku perempuan ke suku suami. Adapun ragam belis dapat berupa emas, perak, uang, maupun hewan. Belis berupa hewan umumnya kerbau, sapi, atau kuda. 

Bagi sebagian kelompok masyarakat, terutama para tetua di desa, belis bukanlah sesuatu beban karena merupakan sebuah tradisi yang diyakini manfaat dan kebaikannya, terutama dalam menjaga nilai gotong-royong dan kebersamaan dalam masyarakat. Kelompok ini juga berpendapat bahwa adat (belis) bukanlah penyebab terhambatnya peningkatan kesejahteraan masyarakat; sebab, adat (belis) itu dapat dibicarakan untuk diputuskan bersama.

Bagi masyarakat Sikka, belis merupakan bagian yang tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari dan selalu muncul sebagai konsekuensi dari pelaksanaan adat istiadat setempat. Secara sederhana, belis dapat diartikan sebagai pemberian yang bersifat material kepada kerabat atau saudara pada peristiwa-peristiwa tertentu. 

Pada umumnya, belis selalu diasosiasikan dengan pemberian sejumlah uang maupun barang pada upacara perkawinan. Perkawinan dalam tradisi kehidupan sosial orang Maumere, menganut sistem genealogis patrilineal (mengikuti garis keturunan ayah) dan menempatkan marga atau suku sebagai identitas penting. 

Setiap perkawinan akan membentuk suatu aliansi dan melibatkan sistem pertukaran aset antarkeluarga atau antarsuku. Dalam adat perkawinan orang Maumere, pembayaran belis menjadi prasyarat penting keabsahan perkawinan tersebut dan dimaknai sebagai simbol pemersatu laki-laki dan perempuan sebagai suami-istri, serta sebagai kompensasi terhadap jasa orangtua calon mempelai perempuan yang telah membesarkan anak mereka.

Meredefinisi Simbol Belis: Upaya Menyikapi Pergeseran Paradigma Tentang Belis

Menurut Paul Budi Kleden, setidaknya ada dua persoalan terkait belis. Yang pertama, bagaimana belis tidak menutup kesan, yang tak lebih dari aspek tawar-menawar. Sebab, kesan ini pada kenyataannya lebih dominan. Bahkan, perempuan yang akan menikah pun tidak dilibatkan dalam membahas belis. 

Persoalan kedua, tahapan perkawinan adat berupa pembayaran belis, yang dianggap mampu mengikat pertalian kekeluargaan antara pihak perempuan dan laki-laki, patut dikaji lebih jauh. Apakah belis yang rendah akan membuat hubungan kekeluargaan juga renggang. Atau sebaliknya, apakah mungkin hubungan kekeluargaan dapat kokoh lewat belis dalam bentuk lain, dengan tahapan-tahapan yang lebih sederhana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun