Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Indonesia Lestari Pilihan

Memotret Sepak Terjang Edanisasi Vs Edenisasi dalam Arena Lingkungan Hidup (Refleksi Peringatan Hari Hutan Sedunia)

21 Maret 2022   09:51 Diperbarui: 2 September 2022   19:29 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Pendahuluan

Sebelum manusia diciptakan, Allah terlebih dahulu menciptakan alam semesta (bdk. Kitab Kejadian). Dengan kata lain, alam semesta lebih dahulu ada sebelum manusia. 

Walaupun alam lebih dahulu ada sebelum adanya manusia namun manusialah  yang diberi hak oleh Allah untuk menguasai alam semesta sebab ia adalam makluk yang berakal budi (animale rationale).

Hak atas alam ini ternyata kurang dipahami oleh manusia sehingga hak istimewa ini justru dapat menimbulkan persolan dalam kehidupan. Kekuasaan yang telah diberikan oleh Sang Khalik, sering disalahgunakan untuk memanfaatkan alam ini dengan mengeksploitasinya secara berlebihan dan tidak sewenang-wenang. Manusia memanfaatkan mandat kekuasaan ini tanpa diimbangi dengan kewajibannya untuk melestarikan alam semesta.

Penyalagunaan kekuasaan ini dibuktikan oleh tindakan manusia yang terus memporak-porandakan pohon-pohon, hewan-hewan sering dimusnakan dan dijadikan sebagai mangsa yang patut dihabiskan. 

Alam sering dirusak, tetapi ironisnya bahwa manusia itu sendiri justru hidup dalam alam yang sama. Manusia tidak menyadari bahwa dengan merusak alam semesta sebenarnya ia telah merusak kehidupannya sendiri.

Sungguh sangat memprihatinkan apabila kita menyaksikan dan merasakan alam kita dewasa ini. Bumi semakin panas dan gersang. Banjir terus saja menelan jutaan nyawa manusia setiap tahunnya dan masih banyak lagi penderitaan yang dapat kita alami sebagai akibat dari ulah manusia sendiri. Alam yang pada awalnya menjadi Taman Eden telah diubah menjadi dunia yang Edan. 

Berhadapan dengan kenyataan hidup yang sangat memprihatinkan ini, dibutuhkan suatu perjuangan dari manusia untuk mengubah kembali wajah bumi ini menjadi sebuah taman Eden yang penuh dengan keharmonisan. Dan dalam perjuangan ini kita (baca: Edenisasi) harus berani melawan praktek edanisasi yang kian merusak alam yang sangat kita cintai ini.

Edenisasi vs Edanisasi

Lingkungan yang Edan: Sebuah Realitas

Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, khususnya dalam Kitab Kejadian kita dapat menemukan suatu gambaran alam yang penuh dengan keharmonisan, kebahagiaan serta keakraban dari seluruh alam ciptaan. Situasi hidup yang demikian dilukiskan oleh pengarang dalam rupa taman Eden. 

Namun taman Eden yang juga dikenal sebagai Firdaus, pada akhirnya berubah wajahnya menjadi taman yang Edan. Eden yang telah menjadi Edan dapat terjadi akibat dosa kesombongan manusia. 

Karena kesombongan manusia untuk menguasai alam bahkan Penciptanya, maka mereka (baca: Adam dan Hawa) diusir keluar dari taman tersebut. Manusia tidak lagi menikmati alam yang bersahabat dan penuh kebahagiaan akibat dari ulahnya sendiri.

Bukan hanya manusia pertama yang telah mengubah Eden menjadi Edan, namun edanisasi terus saja dilakukan oleh manusia hingga saat ini berbarengan dengan berputarnya roda kehidupan dan berkembangnya teknologi. Manusia pertama tergoda untuk memetik buah terlarang. 

Demikian pula manusia zaman ini tergoda untuk memetik, mengeruk dan mengeksploitasi seluruh kandungan alam ini. Sebagaimana manusia pertama mengimpikan kekuasaan dan kedudukan yang akan diperolehnya apabila ia memetik dan memakan buah terlarang, demikian juga halnya dengan manusia zaman ini mengimpikan suatu kenikmatan setelah ia berhasil mengeksploitasi hasil alam yang ada.

Sadar atau tidak sadar, manusia zaman ini sedang merusak taman Eden yang merupakan bagian dari tempat tinggalnya sendiri. Sebagai akibatnya kita sendiri yang merasakan bahwa lingkungan kita kian menjadi edan. Hutan yang menjadi paru-paru dunia dibakar dan ditebang. 

Sebagai akibatnya maka suhu bumi semakin naik dan terjadilah panas global. Sementara itu kesuburan tanah pun semakin berkurang karena penggunaan pupuk buatan dan peptisida yang mengandung zat kimia. 

Hewan-hewan langkah semakin berkurang. Ikan dan biota laut semakin terancam karena telah diracuni oleh limbah-limbah pabrik maupun limbah rumah tangga Dan masih banyak lagi kenyataan yang dapat dilitanikan.

Edenisasi: Sebuah Solusi

Apabila kita meneropong kehidupan kita dalam arena lingkungan hidup maka dapat ditemukan ada dua kekuatan yang saling melakukan sepak terjang. Di satu pihak ada kelompok yang mau memanfaatkan dan mengeksploitasi alam ini demi suatu tujuan tertentu (Edanisasi). 

Di lain pihak ada yang berjuang untuk melawan tindakan itu dan berusaha untuk melestarikan lingkungan (Edenisasi). Kelompok edenisasi ini misalnya menyebut diri mereka sebagai kelompok pencinta lingkungan.

Jika kita menghendaki agar kondisi alam ini tidak diperburuk lagi, maka kita perlu melakukan edenisasi. Secara sederhana Edenisasi dapat saya artikan sebagai sebuah usaha untuk mengembalikan citra Eden dimana ada suatu keharmonisan antara manusia dengan lingkungan sekitarnya. 

Edenisasi tidak lain adalah usaha manusia untuk melestarikan lingkungan hidup. Edenisasi adalah perwujudan dari manusia yang memiliki tanggung jawab terhadap alam.

Perlu disadari bahwa yang tergolong dalam kelompok edenisasi bukan hanya para penguasa yang terus mengeksploitasi alam dengan program pertambangan demi alasan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. 

Bukan pula hanya para pengusaha yang mendirikan pabrik-pabrik demi meraup keuntungan. Tetapi perlu diingat bahwa masyarakat kecil dapat juga terjebak dalam kelompok edanisasi.

Edanisasi dapat terjadi dalam pengalaman sederhana di tengah kehidupan kita setiap hari. Ketika kita mengadakan pembakaran hutan, ladang berpindah-pindah, membuang sampah secara sembarangan, berarti kita sudah melakukan edanisasi. 

Untuk itu marilah kita berjuang melakukan edenisasi mulai dari hal-hal yang sederhana seperti membuang sampah atau limbah pada tempatnya, melakukan penghijauan kembali hutan yang gundul (reboisasi), melindungi hutan dan lain-lain.

Sesederhananya tindakan kita untuk merusak lingkungan berarti kita telah melakuakan edanisasi. Dan sesederhananya kita berjuang untuk melestarikan lingkungan maka kita telah melakukan edenisasi demi mengubah wajah bopeng alam ini.

Penutup

Sang maestro Kahlil Gibran, pada akhir sebuah syairnya tentang alam memberikan suatu pertanyaan “Mengapa manusia harus merusak alam?”. Suatu pertanyaan reflektif yang menggugat hati kita di tengah kondisi alam yang kian menjadi edan ini. 

Manusia telah merusak alam yang merupakan tempat di mana ia berpijak. Ia tidak menyadari bahwa tindakannya itu dapat menghasilkan dampak buruk bagi dirinya sendiri. Alam tidak lagi bersahabat dengan manusia, bencana terus saja terjadi akibat uolah manusia sendiri.

Di tengah kenyataan seperti ini, perlu ada kesadaran dari dalam diri kita untuk berjuang melawan praktek edanisasi yang kini marak dilakukan. Alam yang kini sangat memprihatikan membutuhkan manusia yang memiliki rasa tanggung jawab untuk melestarikan alam ini (edenisasi). 

Edenisasi sebagai suatu solusi untuk mengubah wajah bumi ini, haruslah dimulai dalam diri kita dari hal-hal yang sederhana. Apabila edenisasi ini dapat kita laksanakan, maka kita tidak perlu lagi kwatir akan adanya lumpur panas, banjir, panas global dan akibat buruk lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Indonesia Lestari Selengkapnya
Lihat Indonesia Lestari Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun