Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belis Maumere-Sikka-NTT (Bagian II: Latar Belakang Sejarah Pembelisan)

20 Maret 2022   21:14 Diperbarui: 20 Maret 2022   21:28 1288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Praktek belis telah menjadi kebiasaan masyarakat adat sejak dahulu kala dan diwariskan secara turun temurun ingga dewasa ini. Bukti sejarah tentang kapan dan siapa yang memulai adat kebiasaan ini, tidak dapat diketahui secara pasti. Di tengah kesulitan untuk mengetahui secara pasti latar belakang sejarah adat belis ini, sebuah sumber[1] menuliskan bahwa kebiasaan ini dimulai pada pertengahan abad ke XVII. Walaupun demikian sumber ini tidak menjadi satu-satunya bukti sejarah yang pasti tentang latar belakang sejarah pembelisan di Sikka. Edmundus Pareira, dalam tulisannya itu mengisahkan bahwa pada masa pemerintahan Ratu Dona Maria dari Sikka, sering terjadi kasus amoral oleh ulah lelaki yang tidak teratur hidupnya, baik terhadap anak gadis maupun terhadap isteri orang. Kasus pemerkosaan dan perselingkuhan sering terjadi. Sebagai konsekuensi dari tindakan yang dianggap tidak bermoral ini, maka di mana-mana timbul kasus perkelahian, pembunuhan dan perbantahan.

Menghadapi realitas hidup yang demikian, maka pihak kerajaan yang berperan sebagai pemerintah wilayah harus mengambil suatu tindakan demi menjaga stabilitas kehidupan rakyatnya. Sebagaimana biasanya dalam menghadapi persoalan seperti itu, jalan pertama yang ditempuh adalah mengadakan musyawarah bersama. Maka diadakanlah musyawarah oleh para tua adat setempat dalam kerajaan, guna menetapkan suatu peraturan yang lebih mengikat dan yang harus dijalankan bersama.

Dari pertemuan itu tercapailah suatu kesepakatan bahwa: Setiap pria, tua atau muda, apabila hendak menikahi seorang gadis atau seorang wanita, haruslah terlebih dahulu dirundingkan mas kawin atau belisnya, bersama keluarga atau orang tua wanita. Sebelum nikah wajib diserahkan sebagian belis menurut ketentuan dan kemudian diselesaikan menurut ketentuan dua belah pihak. Tak ada seorang yang tak dapat luput dari hukum adat ini. Juga barang siapa yang mengganggu atau mempermainkan gadis orang atau istri orang, kepadanya akan dikenakan sangsi sesuai hukum yang berlaku. Hal ini diungkapkan dengan ungkapan adat sebagai berikut:

Naha pra waing, naha toso meng.

Naha diat wiing nora tudi mesu, 

Beli wiing nora kila bitak.

'Ata meng 'ene wua weli poi ita,

'Ata mahang 'ene hoi weli poi ita.

'Ata wa'ing bait,

Ganu plea ganu k'legang.

'Ata meng b'elar,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun