Saya selalu teringat, jika tanggal 28 Oktober, maka sudah tentu bersamaan dengan memperingati hari lahirnya Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI).
FHUI tanggal 28 Oktober 2019 ini genap berusia 95 tahun. Setiap orang pasti memiliki sebuah kenangan, begitu pula saya. Kenangan yang sangat berkesan itu adalah ketika menjadi mahasiswa FHUI Ekstensi.
Entahlah, apakah jalur ekstensi FHUI itu sekarang masih ada atau sudah dihapus, saya tidak terlalu mengikuti perkembangan yang ada. Maklumlah selalu berpindah dari satu daerah ke daerah yang lain.
Ketika mendaftar di FHUI Ekstensi, tidak lama kemudian, saya berdasarkan Surat Keputusan Dekan FHUI yang pada waktu itu dijabat Prof RM Girindro Pringodigdo, Nomor: 185/I/09/1997 tentang Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru Program Ekstensi FHUI Tahun Akademik 1996/1997, saya (mahasiswa) diangkat sebagai Wakil Ketua II/Ketua Harian penyelenggaraan penerimaan mahasiswa baru tersebut. Sedangkan ketuanya dipercayakan kepada Afdol SH.
Memang waktu itu, dalam Surat Keputusan Dekan FHUI tersebut, hanya saya yang belum bertitel. Lainnya sudah bergelar sekurang-kurangnya Sarjana Hukum (S.H). Maklumlah masih menjadi mahasiswa FHUI.
'Bila tua nanti kita telah hidup masing-masing ingatlah hari ini", demikian potongan lirik dari lagu berjudul 'ingatlah hari ini' dari Project Pop. Ternyata lirik tersebut dapat dinyanyikan untuk para alumni FHUI yang kembali berkumpul dalam suatu acara bertajuk "warming up party" di Bugs Caf, Pondok Indah (10/7). Usia tak akan menjadi hambatan dalam sebuah kenangan akan persahabatan...
Pada Hari Kamis, 10 Juli 2008 di Bugs Caf Pondok Indah telah diadakan acara kampanye calon ketua ILUNI Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI). Acara tersebut dihadiri oleh alumni FHUI dari berbagai angkatan. Adapun lima calon ketua ILUNI FHUI yang terdaftar yaitu:
Dasman Djamaluddin, S.H., M.Hum.
Pria kelahiran Jambi, 22 September 1955 ini merupakan alumnus FH UI program ekstensi angkatan 1995. Setelah lulus pada tahun 2003, ia melanjutan pendidikan di FIB UI jurusan ilmu sejarah. Dasman bekerja sebagai pimpinan redaksi majalah Fakta dan Hukum, Direktur Eksekutif LPSS (Lembaga Pengkajian Sejarah Supersemar).
Sosoknya yang pendiam ternyata ramai dalam prestasi, khususnya karya berupa buku dan tulisan, salah satu bukunya yang terkenal adalah Jenderal TNI Anumerta Jenderal Basoeki Rachmat dan Supersemar.
Dasman mengatakan perasaannya saat dicalonkan sebagai salah satu kandidat cukup berbangga bahkan ini merupakan pencalonan kedua kalinya untuk menjadi calon Ketua ILUNI. " Saya tidak mempersoalkan menang atau kalah" ujar Dasman saat ditanya mengenai kansnya sebagai pemenang di antara kelima kandidat.
Singkat kata Dasman merupakan sosok alumni FHUI yang ingin memimpin ILUNI untuk menjadi lebih baik lagi di kemudian hari dan ILUNI FHUI kelak dapat merangkul semua angkatan tanpa hanya terpusat di satu angkatan.
DR. Chandra Motik Yusuf, S.H., M.Sc.
Chandra Motik merupakan nama yang familier di telinga namun siapakah Chandra Motik?
Ia adalah sosok wanita feminim tercantik diantara kelima kandidat tentunya karena ia merupakan satu-satunya kandidat wanita, yang terkenal dengan rambutnya yang indah. Chandra Motik bekerja sebagai penasehat ahli kepala staf TNI AL bidang maritim dan hukum dan sebagai legal consultants law firm miliknya.
Chandra Motik terpilih menjadi salah satu kandidat setelah melalui perbincangan ringan dengan para sahabatnya yang zaman mahasiswa dahulu merupakan gank warung senggol.
Dari perbincangan itu lah muncul ide untuk mencalonkan dirinya yang datang dari para sahabat. Visi seorang Chandra Motik terhadap ILUNI adalah bagaimana kelak ILUNI FH UI dapat menjadi wadah berkumpulnya para alumni FHUI yang solid dan bersatu.
Asrul Harun, S.H., M.Kn.
Pria murah senyum yang saat warming up party datang mengenakan jas rapi ini merupakan salah seorang alumni FH UI dari angkatan 1995. Asrul lahir di Medan, 23 Oktober 1948 dan kini ia berprofesi sebagai pengusaha dan konsultan hukum di "ASA" law firm Jakarta.
Asrul berbangga hati karena dapat dicalonkan sebagai salah satu kandidat calon ketua ILUNI oleh beberapa rekannya semasa di FHUI dahulu. Sebagai calon kandidat Ketua ILUNI FHUI Asrul berpesan pada adik-adik mahasiswa FHUI untuk berpikir positif tentang dosen walau segalak apapun dosen itu.
"Jangan pernah berpikir tentang dosen killer, killer itu datang dari diri kita sendiri dan jangan pernah putus sekolah hanya karena biaya, selalu rajinlah belajar maka bantuan pasti akan datang" ujarnya di sela-sela warming up party.
Gandjar Laksmana Bonaprata Bondan, S.H., M.H.
Di antara kelima kandidat ketua ILUNI, Gandjar merupakan kandidat termuda. Pria kelahiran Pekalongan, 9 Februari 1971 yang akrab disapa bang Gandjar ini saat warming up party datang mengenakan training dan helm sepeda di tangan setelah menempuh perjalanan dengan menggunakan sepeda dari kampus UI menuju pondok indah.
Gandjar yang berprofesi sebagai dosen di FH UI dan pengacara, sosoknya yang karismatik menyimpan segudang mimpi untuk ILUNI kelak. Visi seorang Gandjar untuk ILUNI adalah agar kelak ILUNI dapat menjadi organisasi yang mampu menjadi mitra pengembangan universitas.
Chudry Sitompul, S.H., M.H.
Sama halnya dengan Gandjar Laksmana, Chaudry Sitompul merupakan salah seorang kandidat Ketua ILUNI yang berprofesi sebagai dosen di FHUI. Chudry lahir di Jakarta, 12 Desember 1955 dan merupakan alumni FH UI dari angkatan 1986.
Sama halnya dengan kandidat lainnya Chudry pun memiliki keinginan untuk memajukan ILUNI FHUI sebagai atu organisasi kealumnian yang memiliki sekretariat jelas dan bergerak sebagai penghubung antar alumni kelak.
Setiap calon masing-masing diberi waktu lima menit untuk melakukan kampanyenya. Bapak Dasman memperoleh kesempatan pertama untuk melakukan kampanye. Ini adalah kali kedua bagi beliau mencalonkan diri sebagai calon Ketua ILUNI FHUI. Beliau mengungkapkan visinya bahwa beliau ingin memangkas birokrasi dan menginginkan ILUNI FHUI memiliki kejujuran.
Dalam kampanyenya, bapak Dasman mengatakan bahwa Beliau adalah seorang penulis buku, Beliau juga memperlihatkan sebuah majalah yang bernama FAHUM (Fakta Hukum) yang dibuatnya bekerja sama dengan Mabes POLRI.
Selanjutnya semua bakal calon memaparkan semua visi dan misinya. Akhirnya ketika acara pemungutan suara, Chandra Motik yang menjadi satu-satunya kandidat perempuan dalam pencalonan, terpilih sebagai ketua.
Setiap tahun Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) selalu memperingati Dies Natalis (Memperingati Hari Lahir). Tahun 2019 ini memasuki tahun ke-95 hari lahir FHUI. Hari lahir FHUI tidak dapat dilepaskan dari hari lahir Pendidikan Tinggi Hukum Indonesia di masa Hindia Belanda, yang dulu namanya Rechtshogeschool atau Facultiet der Rechtsgeleerdheid, yang dibuka pada tanggal 28 Oktober 1924.
Jadi mendahului Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Pada waktu itu diresmikan oleh Gubernur Jenderal D.Fockt di Balai Sidang Museum van hey Bataviasche Vennootschap van kunsten en wetenschappen di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta. Seorang Guru Besar Belanda Prof.Mr.Paul Scholten ditunjuk memimpin Sekolah Tinggi Hukum ini.
Sekolah Tinggi Hukum merupakan kelanjutan sekolah hukum yang pertama di Indonesia yang didirikan Pemerintah Hindia Belanda tahun 1909. Sekolah ini bernama Rechtsschool dan ditempatkan di Batavia. Setelah Sekolah Tinggi Hukum diresmikan, maka pada tanggal 18 Mei 1928 Sekolah Hukum itu ditutup.
Memang perkembangan ilmu hukum boleh dikata melampaui zamannya. Di antara banyaknya fakultas yang tumbuh dan berkembang, suatu bagian yang sudah sejak semula berada di Fakultas Hukum adalah Pendidikan Notariat. Pendidikan ini telah ada sejak penggabungan tahun 1950 (pada Universiteit van Indonesie) Pendidikan ini dipimpin oleh Prof.Mr.R.Soedja).
Sejak tahun 1965, dengan dihapusnya ujian negara untuk tingkat I dan tingkat II pendidikan Notariat, maka pendidikan ini secara resmi bersifat universiter dan disebut sebagai Jurusan Notariat pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Sekarang jurusan ini dikenal sebagai Program Pendidikan Spesialis Notariat.
Adalah hal menarik menjelang Dies Natalis FHUI ke-95. Terobosan baru para pakar hukum terus bergeliat, karena ilmu hukum yang kita pakai acapkali menyatir buku-buku karangan Ernst Utrecht, van Apeldoorn, dan seterusnya yang barangkali sudah tidak lagi sesuai dengan kondisi zaman dan lingkungan sosio-kultural masyarakat.
Meski banyak putera bangsa yang telah menuliskan referensi induk ilmu hukum para pakar hukum Indonesia, namun belum ada kondisi sosiologis berupa consensus para ilmuwan hukum merumuskan keilmuan hukum Indonesia secara komprehensif atau paling tidak mendiskursuskan standar secara serentak.
Ilmu hukum dalam bentuk metodologi saintis itu sendiri masih dipertanyakan kadar keilmuannya, apakah hukum bisa menjadi sebuah ilmu atau sekadar juklak sosial saja. Berangkat dari pemikiran inilah maka dipandang perlu adanya pencerahan kembali dalam pengembangan ilmu hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H