Pengumuman pencabutan status khusus dilakukan tidak lama setelah ribuan pasukan tambahan dikirim ke Jammu dan Kashmir. Beberapa tokoh setempat dikenai tahanan rumah, sementara para wisatawan diperintahkan untuk meninggalkan wilayah itu.
Pakistan yang juga mengklaim wilayah Kashmir mengecam pencabutan status khusus di sebagian wilayah Kashmir tersebut dan menyebutnya sebagai tindakan ilegal dan negara itu akan "menempuh segala opsi yang mungkin" sebagai tanggapannya.
"India melakukan tindakan yang berbahaya yang akan berdampak serius terhadap perdamaian dan stabilitas regional," kata Menteri Luar Negeri Pakistan, Shah Mehmood Qureshi.
Sementara itu berbagai kelompok, termasuk organisasi mahasiswa dan kemasyarakatan di Pakistan, langsung menggelar protes di sejumlah kota, antara lain di Lahore.
Pemerintah Pakistan dalam hal ini telah melobi Indonesia, China, dan Polandia untuk mengecam India soal keputusannya mencabut status daerah istimewa Kashmir. Pakistan ingin ketiga negara itu menekan India di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Menteri Luar Negeri Pakistan, Shah Mahmood Qureshi, mengatakan dia berencana mendekati Indonesia dan Polandia yang kini menjadi anggota tidak tetap DK PBB untuk mendukung Islamabad membawa isu Kashmir ke dewan tersebut.
Selain Indonesia dan Polandia, Qureshi menuturkan Pakistan juga membutuhkan bantuan China sebagai anggota tetap DK PBB terkait hal ini.
"Saya telah bertukar pikiran dengan China bahwa pemerintah Pakistan akan membawa isu ini ke DK PBB. Kami akan membutuhkan bantuan China di sana," papar Qureshi seperti dikutip Reuters, Selasa, 13 Agustus 2019.
Mengapa harus China? Menang China sekarang ini adalah pendukung kuat India, sementara Pakistan didukung kuat oleh Amerika Serikat. Kunjungan Perdana Menteri Pakistan baru-baru ini ke Amerika Serikat (AS) menemui Presiden AS Donald Trump menunjukkan hubungan persahabatan yang erat antara kedua negara.
Ketika itu Amerika dan Pakistan sama-sama ingin mencari cara untuk mengakhiri perang di Afghanistan, kata Presiden Trump hari Senin, 22 Juli 2019 di Oval Office, Gedung Putih, dengan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan di sampingnya.
"Kami sedang berusaha bersama Pakistan dan negara lain mencapai persetujuan yang ditandatangani" dengan Taliban sementara Amerika 'dengan amat perlahan dan sangat aman' mengurangi jumlah pasukannya di Afghanistan," kata Presiden Trump tatkala untuk pertama kali menerima Perdana Menteri Imran Khan di Gedung Putih.