Hari ini kita menyaksikan bantahan Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Verobieva tentang Propaganda Rusia jelang Pilpres Presiden Presiden Indonesia 2019. Ia menjelaskan hal itu tidaklah mungkin.
Bahkan menyebut bahwa Rusia juga dituduh ikut campur dalam Pilpres Amerika Serikat, sehingga Donald Trump terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Lyudmila Verobieva tidak sependapat dengan pernyataan itu.
Memang Rusia patut menjelaskan hal ini, agar Indonesia melaksanakan Pilpres dan Pemilu Legislatif serentak tahun 2019 ini berjalan tanpa syak wasangka dari pihak mana pun. Menurut sejarahnya, negara ini pernah terpecah belah. Akhirnya tampil Vladimir Putin memegang kekuasaan di Rusia. Di Suriah, negara ini kembali menunjukkan kelebihannya di bidang pertahanan, sehingga pasukan Amerika Serikat mulai mundur dari kawasan tersebut.
Sejauh ini Rusia berhasil membuktikan dirinya sebagai negara diperhitungkan di dunia. Saya pernah menyaksikan Rusia dari dekat.
Waktu itu saya tiga malam di Moskow, ibu kota Rusia. Saya menyaksikan banyak perubahan di wilayah itu. Yang jelas Desember 1992 itu, Mikhail Gorbachev tidak diketahui di mana berada. B.M.Diah sebelum saya berangkat ke Moskow mengatakan, Gorbachev tidak ada di Kremlin. Sejak mengumumkan dirinya mundur, karena alasan kesehatan pada 19 Agustus 1991, kekuasaan di Kremlin dipegang oleh Wakil Presiden Gennady Yanayev.
Memang sejak diangkat menjadi Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet, 11 Maret 1985 dan dikukuhkan lagi sebagai kepala negara bulan Mei 1989, banyak di antara tokoh-tokoh politik garis keras --yang masih berkeinginan menerapkan garis gaya Stalin--berusaha menyingkirkan Gorbachev. Ketidaksukaan ini bukan hanya dikarenakan gaya Gorbachev yang dinilai mereka "kebarat-baratan," namun lebih jauh dari itu menyangkut pula karier mereka dalam berbangsa dan bernegara di Uni Soviet.
Sejak itu pula tuduh menuduh dan kecam mengecam antara kelompok pembaruan dengan garis keras muncul ke permukaan, sehingga Gorbachev bukan hanya menghadapi berbagai persoalan ekonomi yang sudah bobrok sebelumnya, namun ikut juga melibatkan diri dengan berbagai persoalan dengan lawan-lawan politiknya , yang akhirnya menenggelamkan nama Gorbachev.
Bagi dunia internasional, kebijakan Gorbachev, glasnost ("keterbukaan") dan perestroika ("restrukturisasi") serta konferensi puncak dengan Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan dan reorientasi tentang tujuan strategis Soviet berkontribusi mengakhiri Perang Dingin, merupakan karya cemerlangnya. Meskipun dengan menghapus peran konstitusional Komunis, dan secara tidak sengaja menyebabkan bubarnya Uni Soviet, Gorbachev dianugerahi Medali Perdamaian Otto Hahn pada tahun 1989, Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1990 dan Harvey Prize pada tahun 1992 serta gelar doktor kehormatan dari berbagai universitas.
Sebelumnya peran Gorbachev di pemerintahan pun bertambah, namanya cepat dikenal saat-saat itu. Karena populernya nama Gorbachev, malah ketika Andropov meninggal pada 1984, muncul spekulasi bahwa Gorbachev akan naik menjadi penggantinya, meski tidak terjadi.
Konstantin Chernenko kemudian terpilih menggantikan Andropov. Namun Gorbachev tidak butuh waktu lama untuk kesempatan kedua, karena Chernenko meninggal tidak sampai setahun kemudian.
Tidak memiliki pesaing kuat lainnya, Gorbachev kemudian dipilih sebagai Sekjen Partai Komunis sekaligus pemimpin Soviet, pada 11 Maret 1985. Selama enam tahun berkuasa, Gorbachev melakukan banyak reformasi dan merubah kebijakan luar negeri. Dia juga membangun hubungan yang lebih baik dengan Amerika Serikat.
Pada akhir 1980an, Uni Soviet pun pecah berkeping-keping. Banyak wilayah menuntut untuk merdeka. Perekonomian jatuh, mendorong kehancuran Soviet dengan cepat.
Itulah sebabnya Gorbachev menyatakan mundur sebagai presiden pada Desember 1991.
Keruntuhan Tembok Berlin pada tahun 1989 dan berakhirnya Perang Dingin antara kubu Timur dan Barat yang telah berlangsung lama merupakan suasana yang melingkupi dasawarsa 80 hingga 90-an. Dan atas dasar dua kejadian tersebut, Komite Nobel memberikan penghargaan Nobel Perdamaian kepada Presiden Mikhail Gorbachev pada tahun 1991.
Mikhail Gorbachev adalah presiden yang memimpin Uni Soviet sejak tahun 1985. Lima tahun masa pemerintahannya diisi dengan perombakan besar-besaran baik dari sisi pemerintahan, tata-negara, militer, ekonomi, hingga ideologi. Sebuah perubahan yang memicu pemberontakan dari berbagai kelompok garis keras yang menentang keinginan Gorbachev dalam menjadikan Uni Soviet sebagai negara liberal.
Setelah Perang Dunia II, Uni Soviet dengan mengusung ideologi komunis maju ke percaturan kekuasaan dunia dan menantang Amerika Serikat yang tengah berkibar di puncak kekuasaan dunia. Perlawanan berat dipertunjukkan olehUni Soviet. Namun tetap saja, segala persaingan tersebut tidak pernah berakhir ke dalam sebuah perang terbuka.
Dengan diwakili oleh wakil Kementerian Luar Negeri Uni Soviet, pidato penerimaan penghargaan Nobel Perdamaian Mikhail Gorbachev dibacakan di depan publik Oslo, Norwegia.
Dalam pidato tersebut, Gorbachev menyatakan "tahun 1990 merupakan titik awal perubahan dunia. Sebagai contoh, berakhirnya pembagian kekuatan yang tidak alami di Eropa. Selain itu, Jerman pun dapat disatukan setelah sekian lama terpecah."
Ya, pernyataan yang menegaskan betapa dunia dan Eropa tengah berada di titik kehancurannya jika terus-menerus bersitegang. Selain itu, pernyataan di atas didahului oleh sebuah ramalan dari filsuf besar Jerman, Immanuel Kant, yang menyatakan jika suatu hari umat manusia akan menghadapi sebuah dilema besar dalam kehidupannya: apakah akan menggabungkan kekuatan sebagai satu bangsa dan negara atau akan binasa dalam perang berkepanjangan yang tentunya akan mengakhiri sejarah umat manusia.
Pada akhirnya kita pun melihat bagaimana Komunisme kehilangan pesonanya. Dan akhirnya kita pun merasakan hingga saat ini, apa yang dibawa oleh liberalisme Amerika Serikat. Perkembangan terakhir kita dengar, kelompok Gorbachev sangat mendukung apa yang dilakukan Presiden Rusia sekarang ini, Vladimir Putin. Pun Uni Soviet atau Rusia sekarang ini tetap ditakuti oleh Amerika Serikat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H