Kemarahan bangsa Indonesia terhadap Israel sudah lama terjadi. Coba lihat ucapan selamat dan pengakuan kemerdekaan Indonesia yang dikirimkan Presiden Israel Chaim Weizmann dan Perdana Menteri Ben Gurion. Apakah pernah ditanggapidengan baik oleh Indonesia? Tidak. Mohammad Hatta ketika menerima ucapan tersebut hanya mengucapkan terimakasih. Tidak ada kata-kata lain. Pun Presiden Soekarno juga tak menanggapi telegram ucapan selamat dari Israel.
Begitu pula sebaliknya ketika Israel memproklamirkan kemerdekaan oleh David Ben-Gurion pada 14 Mei 1948, Indonesia tak menanggapinya. Sudah dapat dipastikan, wilayah yang dimerdekakan Israel itu adalah wilayah Palestina. Hasil rampasan. Sampai sekarang, hubungan diplomatik Indonesia-Israel tidak terjalin.
Memang ada kejadian menarik dengan Israel ketika putra bangsa Indonesia, Mayor Jenderal Rais Abin akan diangkat sebagai Panglima misi perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang bermarkas di Mesir. Selain harus disetujui oleh anggota Dewan Keamanan PBB, juga oleh pasukan PBB yang akan dipimpinnya, harus pula disetujui oleh negara yang sedang bertikai, Mesir dan Israel. Jika satu negara saja tidak setuju, maka Rais Abin gagal menjadi Panglima.
Akhirnya setelah Rais Abin bertemu Menteri Pertahanan Israel, Shimon Peres dan sudah tentu sebelumnya Rais Abin berkonsultasi dengan Sekjen PBB waktu itu, Kurt Waldheim, maka Israel di luar dugaan menyetujuinya. Sebelumnya di pikiran Rais Abin, untuk apa jadi Panglima jika tidak disetujui negara bersengketa, terutama Israel ?
"...kami sudah pelajari riwayat hidup Anda, tugas Anda selama satu tahun ini sebagai Kepala Staf Pasukan Perdamaian dan Pejabat Sementara Panglima Pasukan Perdamaian PBB. Angkatan Bersenjata Israel sangat bersimpati atas pengangkatan Anda," ujar Shimon Peres (Dasman Djamaluddin, Catatan Rais Abin, Panglima Pasukan Perdamaian PBB di Timur Tengah 1976-1979, /Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2012), hal.40.
Semua ini di luar dugaan. Negara yang tidak pernah menjalin hubungan diplomatik, kok setuju? Apalagi sejauh ini, Indonesia selalu mendukung perjuangan bangsa Palestina.
Memang bagaimana pun sejak awal bangsa Indonesia mendukung perjuangan bangsa Palestina. Terakhir yang kita saksikan, dukungan Presiden RI, Joko Widodo yang tidak hanya mendukung, tetapi juga membuka Kedutaan Besar Indonesia di Ramallah.
Sangat jelas, dukungan ini pun akhirnya dituangkan dalam butir-butir hasil di Peringatan Konferensi Asia-Afrika ke-60 di Bandung dan Jakarta belum lama ini.
Yang perlu digarisbawahi adalah, bahwa bagaimana pun juga, peranan Amerika Serikat yang selalu mengatakan mendukung kemerdekaan Palestina harus kita tunggu. Kenapa demikian? Karena pendekatan-pendekatan Yahudi di negara Paman Samitu sangat kuat.
Sejauh ini Israel tetap menjadi "anak kandung" Amerika Serikat. Banyak hal yang mendukung pendapat tersebut. Sehingga pada akhirnya sulit untuk mengatakan bahwa Palestina betul-betul didukung kemerdekaannya oleh Amerika Serikat. Kalau benar, bagaimana hubungannya dengan Isreal? Karena sejak bertahun-tahun, tak terbesit sedikit pun Amerika Serikat-Israel tidak saling mendukung.
Kita lihat misalnya perkembangan nuklir Iran. Ketika Israel mulai cemas, suatu ketika akan diserang oleh Iran, pendekatan-pendekatan pun dilakukan oleh Amerika Serikat agar Iran mau berunding di meja perundingan tentang senjata nuklir. Lalu bagaimana dengan perkembangan nuklir Israel? Adakah yang tahu selain Amerika Serikat? Di sinilah letak ketidakadilan.