Bagian 1
Salah satu fenomena yang menarik dari kebijakan Merdeka Belajar Mendikbud Nadiem Anwar Makarim begitu kebijakan tersebut dibawa ke tengah masyarakat adalah reaksi kontroversial yang beragam--positif dan negatif.Â
Sebagai barang baru konsep ini oleh sebagian publik ditanggapi dengan pesimis, bahkan curiga; sementara oleh sebagiannya lagi diterima dengan siap mendukung.Â
Yang pesimis berbicara dengan jarak (mis. dengan ungkapan "ala Nadiem"), dengan was-was (mis. "saya kuatir"); dan dengan menuduh (mis. "tidak berdasar"), dll.Â
Sementara yang optimis menyambut dengan antusiasme tinggi (mis. "sebagai gebrakan"; dalam "memasuki era baru"; yang "akan memberdayakan"), dll.
Bila didalami maka akan tampak bahwa reaksi yang berbeda-beda  tersebut bersumber pada ketidak-jelasan konsep yang "mengikat" kebijakan Merdeka Belajar yang diusung Pak Menteri, lepas dari segala niat baik.Â
Kita memahami bahwa konsep memiliki peran strategis dalam penyusunan kebijakan sebelum kebijakan tersebut dirilis ke hadapan publik. Karena begitu kebijakan dirilis, dan kebijakan berkembang menjadi program, dan program menjadi rutinitas dalam masyarakat, maka rutinitas tersebut mencerminkan nilai-nilai.Â
Penerimaan atas rutinitas dan nilai-nilainya bergantung pada pemahaman yang baik dalam pikiran publik. Pemahaman ini membantu suksesnya program dan menentukan bentuk realitas kongkrit di masyarakat.Â
Tanpa kejelasan konsep, rutinitas hanya akan menjadi himpunan kegiatan tanpa kaitan-kaitan yang tersistem satu dengan yang lain; dan dalam jangka panjang ketidak-jelasan akan menghasilkan disorientasi dan apatisme.
Menurut hemat penulis, konsep diperlukan dalam konstruksi sebuah kebijakan karena konsep memiliki logika pesan.Â
Pertama, konsep berfungsi identitas. Konsep yang jelas mengidentifikasi sesuatu yang dianggap perlu perhatian serius.Â