Mohon tunggu...
Daryono
Daryono Mohon Tunggu... Tutor - Tutor

Suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kiai Giling Wesi Pendiri Desa Sawangan

14 Juli 2023   21:04 Diperbarui: 4 Maret 2024   09:39 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kiai Giling Wesi Pendiri Desa Sawangan

oleh Daryono

Di Kabupaten Wonosobo terdapat desa yang bernama Desa Sawangan. Di Desa Sawangan terdapat cerita tentang pendiri Desa Sawangan yang bernama Adipati Anom. Adipati Anom mendapat julukan Kiai Gilingwesi. Julukan ini menyebar di kalangan masyarakat pada masa itu dan melekat dengan Desa Sawangan hingga kini. Kisah nama Gilingwesi dimulai pada saat pasukan Belanda datang ke Pulau Jawa. Kabupaten Wononobo juga termasuk daerah yang menjadi sasaran invasi pasukan belanda.

Pada saat penjajah Belanda melalui jalan-di daerah yang sekarang termasuk wilayah Desa Sawangan-untuk masuk ke wilayah Wonosobo ada seseorang yang sedang menggulung ijuk pohon aren untuk dijadikan tali. Tetapi pada saat pasukan Belanda melihat seseorang itu yang dilihat oleh pasukan Belanda adalah seseorang yang sedang menggulung tali besi. Orang tersebut adalah Adipati Anom. Hal inilah yang menyebabkan Adipati Anom mendapat julukan Kiai Gilingwesi karena mampu menggiling besi. Dalam kisah yang lain yang tersebar di kalangan masyarakat bahwa Adipati Anom bisa merubah lembaran besi menjadi bulat, dan merubah besi menjadi lunak.

Kisah yang lain disebutkan bahwa pada waktu daerah tersebut masih berupa hutan yang ditumbuhi tanaman garutan dan kucingan. Daerah tersebut kemudian dijadikan sawah oleh Kiai Gilingwesi.

Pada suatu malam Kiai Gilingwesi menyuruh istrinya untuk memasak nasi sebanyak dua adangan ( dua kali menanak nasi). Dua tanakan nasi ini jumlahnya cukup banyak untuk ukuran keluarga itu. Karena merasa janggal. Nyai Gilingwesi bertanya "Kiai, untuk apa nasi sebanyak itu?".

"Nyai tidak usah ingin tahu, Nyai cukup tahu beresnya saja." Jawab Kiai Gilingwesi.

Ketika tengah malam tiba, nasi sudah matang, Nyai Giling wesi belum juga tidur. Pada saa itu Kiai Gilingwesi hendak pergi ke sawah. Nyai Gilingwesi ingin ikut tapi dilarang oleh suaminya.

Pada pagi harinya Nyai Gilingwesi menyuruh batur-nya untuk mencangkul di sawah. Batur tersebut pergi ke sawah untuk melaksanakan tugas dari Nyai Gilingwesi. Begitu sampai di sawah, batur tersebut kaget, sawah begitu luas sudah dibajak dan siap untuk ditanami.

Dengan perasaan terheran-heran batur tersebut kemudian kembali pulang untuk melaporkan kepada Nyai Gilingwesi. Belum sempat melaporkan, Nyai Gilingwesi bertanya "Kenapa batur pulang cepat cekali, apa sawahnya sudah dicangkul semua?" Batur menjawab "tidak ada lagi yang perlu dicangkul Nyai, semua sawah sudah menjadi hamparan sawah siap tanam."

Mendapat jawaban seperti itu, Nyai Gilingwesi terkejut. Ia pun membatin "Siapakah yang telah menyelesaikan semua itu dalam waktu semalam? Padahal kemarin sore sawah tersebut, belum sedikit pun dicangkul, tapi mengapa saat ini sawah sudah dicangkul?"

Kurang percaya atas pengakuan pembantunya, Nyai Gilingwesi pun menuju ke sawah dan ternyata benar apa yang dikatakan batur, bahwa sawahnya sudah dicangkul sudah menjadi hamparan sawah yang siap tanam.

Nyai segera menuju rumah dan bertanya kepada Kiai Gilingwesi tentang sawah yang sudah siap tanam dalam waktu semalam.

"Yang mengerjakan aku sendiri, dengan dibantu teman- temanku," jawab Kiai Gilingwesi.

Dari peristiwa itulah, kemudian para penduduk pergi ke sawah untuk melihat keajaiban yang dilakukan oleh Kiai Gilingwesi. Beliau mampu membajak sawah hanya dengan waktu yang amat singkat. Jika hal itu dilakukan sewajarnya, maka sawah yang dibajak akan selesai dalam waktu lama, kurang lebih satu hingga dua bulan. Oleh Kiai Gilingwesi sawah itu dibajak dalam waktu semalam.

Sejak hari itu banyak orang yang nyawang atau melihat hamparan sawah yang telah selesai dibajak dalam waktu satu malam itu. Sejak itu daerah tersebut dikenal dengan nama Desa Sawangan.

Nyawang dalam Bahasa Indonesia adalah memandang. Nyawang berasal dari kata sawang yang berari pandang. Hal yang di-sawang adalah sawangan atau pemandangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun