Kurang percaya atas pengakuan pembantunya, Nyai Gilingwesi pun menuju ke sawah dan ternyata benar apa yang dikatakan batur, bahwa sawahnya sudah dicangkul sudah menjadi hamparan sawah yang siap tanam.
Nyai segera menuju rumah dan bertanya kepada Kiai Gilingwesi tentang sawah yang sudah siap tanam dalam waktu semalam.
"Yang mengerjakan aku sendiri, dengan dibantu teman- temanku," jawab Kiai Gilingwesi.
Dari peristiwa itulah, kemudian para penduduk pergi ke sawah untuk melihat keajaiban yang dilakukan oleh Kiai Gilingwesi. Beliau mampu membajak sawah hanya dengan waktu yang amat singkat. Jika hal itu dilakukan sewajarnya, maka sawah yang dibajak akan selesai dalam waktu lama, kurang lebih satu hingga dua bulan. Oleh Kiai Gilingwesi sawah itu dibajak dalam waktu semalam.
Sejak hari itu banyak orang yang nyawang atau melihat hamparan sawah yang telah selesai dibajak dalam waktu satu malam itu. Sejak itu daerah tersebut dikenal dengan nama Desa Sawangan.
Nyawang dalam Bahasa Indonesia adalah memandang. Nyawang berasal dari kata sawang yang berari pandang. Hal yang di-sawang adalah sawangan atau pemandangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H