Prinsip self-financing harus menjadi bagian dari jatidiri IKABU Jabar-Banten. Dalam praktik, tentu tidak boleh kaku. Artinya, bisa saja menerima sumber pendanaan dari pihak luar yang tidak mengorbankan independensi organisasi. Dengan catatan, sifatnya komplementer. Berapa pun besarannya. Sumber utama pendanaan, tetap dari anggota. Untuk itu, iuran anggota yang tidak memberatkan dan bersifat sukarela harus ditradisikan. Pada akhirnya tradisi tersebut dapat membentuk karakter yang mencegah tumbuhnya sikap dan mental 'pengemis'. Inilah tujuan hakiki dari self-financing.  Â
Ketiga,  program kerja. Gus Taufiq mendorong agar program kerja yang segera dilakukan adalah pendataan seluruh alumni di lingkungan IKABU Jabar-Banten secara lengkap by name, by address, by phone (nomor kontak). Hemat penulis, ini merupakan program strategis. Sebuah program yang bisa memfasilitasi keberhasilan program-program lain. Program lain yang patut dipertimbangkan bernilai strategis adalah membuat web (situs) atau media on line. Program ini tidak hanya berfungsi sebagai public sphere (ruang publik) maya yang sesuai dengan tuntutan zaman.Â
Lebih dari itu, bisa menjadi media yang efektif dan efisien untuk sosialisasi pondok pesantren Bahrul Ulum, Ke-NU-an, IKABU, serta bisa menjadi katalisator bagi tumbuhnya insan-insan kreatif IKABU yang berminat mengembangkan diri dalam dunia jurnalis dan tulis-menulis. Terlepas dari dua macam program kerja di atas, penulis berpandangan bahwa seluruh pogram kerja yang dirancang seyogyanya disesuaikan dengan karakteristik organisasi alumni, yang berbeda dengan organisasi lainnya. Khas organisasi alumni apa pun itu menonjolkan ruang silaturrahim dan 'romantisme' (mengenang) kebersamaan di masa lalu. Dari ruang tersebut kemudian diharapkan muncul ikatan-ikatan positif baru di antara sesama anggotanya.   Â
Kalau dipetakan, profesi atau penekun bidang seluruh anggota IKABU Jabar-Banten dapat dikategorikan menjadi 6 kelompok, yaitu: (1) pendidik dan/atau pengelola lembaga pendidikan; (2) pengusaha/pedagang; (3) politisi; (4)birokrat; (5)petani/nelayan; (6) profesi atau penekun bidang lainnya. Idealnya, program kerja IKABU Jabar-Banten harus menghadirkan ruang silaturrahim dan 'romantisme' yang intens agar terjalin secara mandiri kolaborasi di antara sesama anggota yang memiliki ketertarikan (interested in) pada profesi atau bidang yang sama, bersifat inter-relasi.Â
Misalnya, anggota yang tertarik pada profesi pendidik dan bidang pendidikan menjalin hubungan intens konstruktif dengan pendidik. Pengusaha dengan pengusaha. Politisi dengan politisi. Bisa juga hubungan terjalin di antara anggota yang memiliki ketertarikan pada profesi atau bidang yang berbeda, bersifat antar-relasi. Misalnya, pendidik bekerja sama dengan pengusaha.Â
Politisi dengan petani/nelayan, dan seterusnya. Dalam konteks ini, program kerja organisasi alumni tidak perlu membentuk lembaga bisnis atau pendidikan misalnya, yang bisa saja menjadi saingan bisnis dan lembaga pedidikan yang telah ditekuni anggota. Cukup menciptakan ruang silaturrahim dan 'romantisme' yang bisa memfasilitasi kemajuan para penekun bisnis dan pendidikan akibat adanya 'relasi-relasi' di antara sesama anggota organisasi alumni. Konsep "ta'aawanu  'alal birri" terwujud dalam relasi-relasi tersebut. Inilah yang penulis maksud dengan ikatan-ikatan positif baru di antara sesama anggota.    Â
Keempat, berkhidmat pada 'Bahrul 'Ulum' dan NU.  Esensinya tercakup dalam butir-butir ikrar/janji pengurus IKABU Jabar-Banten. Dalam hal ini, Gus Taufiq sangat menekankan semua alumni Bahrul 'Ulum berpartisipasi dalam pelestarian dan pengembangan pondok pesantren Bahrul 'Ulum, membina silaturrahim dan ukhuwah dengan keluarga Bahrul 'Ulum, serta  terlibat di tingkatan dan peran apapun dalam NU.  Alumni harus aktif mensyi'arkan ajaran Islam ala ahlussunnah wal jama'ah 'ala thariqoti Nahdlatil 'Ulama di tengah-tengah masyarakat. Menurutnya, tidak masalah apa pun posisinya di organisasi. Tidak harus menunggu menjadi pengurus untuk berkontribusi.
Secara tersirat, Gus Taufiq juga menekankan bahwa IKABU itu merupakan salah satu stakeholder (pemangku kepentingan) dari Bahrul 'Ulum dan NU. Menurutnya, berkhidmat di IKABU itu merupakan salah satu wujud khidmat santrinya Mbah Wahab. Hendaknya, semua alumni turut mengembangkan IKABU. Keberadaan IKABU Jabar-Banten sangat penting. Segenap alumni patut menyokong kinerja pengurusnya. Dengan caranya masing-masing. Â Â
Dalam konteks  berkhidmat ke 'Bahrul 'Ulum',  masyayikh Tambakberas memandang semua alumni, tanpa pilih kasih, sebagai bagian tak terpisahkan dari keluarga besar pondok pesantren Bahrul 'Ulum Tambakberas. Jadi, sungguh keliru bila ada pandangan dan sikap yang menggap diri atau seorang alumni sebagai yang paling dekat dengan 'masyayikh Tambakberas' sehingga komunikasi dengan beliau hanya patut bila melalui perantaraannya. Pandangan dan sikap seperti ini harus dibuang jauh-jauh. Tidak boleh dipelihara, apalagi disosialisasikan. Sebab, ini sama artinya menganggap 'masyayikh Tambakberas' pilih kasih terhadap santri-santrinya. Semangat egalitarianisme dalam bingkai akhlqul karimah di antara alumni dalam hubungannya dengan masyayikh Tambakberas elok dikedepankan.  Â
Kelima, menjaga dan melestarikan manhaj Mbah Wahab. Ketua Yayasan PPBU, Gus Wafi, sangat menekankan hal ini. Mafhum, manhajnya Mbah Wahab adalah ahlussunnah waj jama'ah sebagaimana yang dituangkan dalam NU. Berkarakteristik moderat, tidak ekstrim (tawasuth), seimbang dalam segala hal (tawazun), termasuk dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits), selalu membela kebenaran dan mengedepankan keadilan (al-I'tidal, tegak lurus), dan toleran dalam bersikap (tasamuh), yakni  menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup dan keyakinan yang berbeda, tanpa harus mengakui atau membenarkan prinsip dan keyakinan berbeda dimaksud dan tanpa kehilangan jatidiri atau keteguhan pada prinsip dan keyakinan sendiri. Penekanan Gus Wafi atas manhaj Mbah Wahab dinyatakan dengan gaya berkelakar namun serius: "ne ono santri/alumni ora melo manhaje Mbah Wahab, ngko ta' tutu'no nang makame Mbah Wahab".
Sebagai santrinya Mbah Wahab, sepatutnya kita mengidolakan, meneladani dan berkhidmat pada beliau. Mbah Wahab adalah salah satu tokoh besar Indonesia abad XX. Seingat penulis, Abah Nas (KH. Achmad Nasrulloh Abdur Rohim)---di sela-sela pengajian tafsir Jalalain---dawuh bahwa Mbah Wahab adalah tokoh yang komplit. Sulit dicari tandingannya. Di beberapa literatur,  ketokohan Mbah Wahab digambarkan setidaknya dalam 3 (tiga) dimensi: (1) seorang ulama besar, salah satu pendiri NU; (2) politisi handal; dan (3) pebisnis/pedagang yang piawai.  Â