Bersatunya kembali (reuni) komponen Aksi Bela Islam 212 masih dalam rangkaian maulid Nabi SAW, tidak selayaknya terjebak pada kegiatan politik praktis dengan agenda tersembunya dalam upaya mengusung pemimpin tertentu satu pihak dan mencoba memojokkan pemimpin lain baik tersamar maupun terang-terangan tanpa penerapan kriteria kepemimpinan yang ada pada diri Rasulullah sendiri. Reuni 212 sangat strategis digunakan untuk memperjelas kepemimpinan yang semestinya kaum muslimin Indonesia tegakkan bukan untuk melakukan dukung mendukung apalagi menuntut untuk turun bagi pemimpin tertentu.
Dengan demikian, bagi penulis, Reuni 212 sah-sah saja dimanfaatkan untuk menghadapi tahun politik dan tahun suksesi kepemimpinan nasional baik eksekutif maupun legislatif. Hanya saja, pemanfaatan itu sekedar terkait dengan kriteria dengan paramater kepemimpinan rasulullah, bukan terkait dengan oknum atau figur tertentu.Â
Hal ini untuk mencegah Presidium 212 untuk terjerumus menjadi organisasi sayap dari partai tertentu atau menjadi tim sukses bagi cabup, cagub, capres aupun caleg. Peneguhan kepemimpinan rasulullah dalam kontek reuni 212 ini diharapakan memberikan pembelajaran bagi masyarakat agar tidak salah dalam memanfaatka hak pilihnya sehingga tercipta kepemimpinan nasional yang mampu mewujudkan nilai-nilai rahmatan lil alamin di seluruh nusantara demi kejayaan NKRI dalam wujud baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur.