Konon M Sanusi sudah bernyanyi menyebutkan oknum-oknum yang terlibat dalam kasus korupsi “Perda Reklamasi”. Seperti yang telah penulis ungkapan pada tulisan terdahulu, bahwa tidak mungkin korupsi itu dilakukan oleh M Sanusi sendirian, sebab, kelahiran sebuah perda tidak cukup didukung oleh M Sanusi seorang, tetapi banyak yang harus dilibatkan, Apakah termasuk eksekutif ? sudah tentu ! Apakah juga Ahok ? boleh jadi. Sebelum menelisik kemungkinan Ahok terlibat korupsi Reklamasi 17 pulau ini, ada baiknya kita tinjau pengertian korupsi terlebih dahulu.
Merujuk Pengertian Korupsi yang ada Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 menyebutkan “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”
Dilihat dari UU itu, maka dapat dipahami ada unsur-unsur yang trkandung dalam tindakan yang disebut korupsi itu, yakni: Pertama, Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan. Tindakan yang “menyalahgunakan kewenangan” adalah : Melanggar aturan tertulis yang menjadi dasar kewenangan;
Memiliki maksud yang menyimpang walaupun perbuatan sudah sesuai dengan peraturan; Berpotensi merugikan negara.
Kedua, Perbuatan tersebut menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
Ditinjau dari aspek pembuktian, dapat lebih mudah dibuktikan karena unsur “menguntungkan” tidak memerlukan dimensi apakah tersangka/terdakwa menjadi kaya atau bertambah kaya, karenanya lain dengan aspek “memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi” sebagaimana pasal 2 UU No 31/1999., Konkritnya, istilah “menguntungkan” membuat tersangka/terdakwa memperoleh aspek material/immateriil, sehingga dapat dilakukan dengan cara korporasi, kolusi, nepotisme (UU No 28/1999).
Ketiga, tindakan itu dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Merugikan “keuangan negara” atau perekonomian negara dijelaskan dalam pasal 2 UU No 31/1999 Dalam ketentuan tsb, kata “dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan atau perekonomian negara” menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat.
Reklamasi pantai menjadi salah satu program yang direncanakan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Rencananya reklamasi akan dilakukan untuk membangun 17 pulau di pesisir utara Jakarta dan akan dibangun oleh beberapa perusahaan pengembang. Perusahaan tersebut yaitu PT Muara Wisesa Samudera satu pulau; PT Pelindo menggarap satu pulau; PT Manggala Krida Yudha satu pulau; PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk sebanyak empat pulau; PT Jakarta Propertindo dua pulau; PT Jaladri Kartika Ekapaksi satu pulau; PT Kapuk Naga Indah lima pulau; dan dua pulau lainnya masih belum dilirik investor.
Jika kita amati, Sebagian besar dari perusahaan yang terlibat adalah raksasa proyek properti. Agung Podomoro misalnya, dikenal karena sejumlah proyek perumahan elit dan pusat belanja mentereng di Jakarta, Bandung, Bali, Kalimantan, Medan dan Nias. Berasal ari konsorsium tujuh pengembang, Agung Podomoro didirikan oleh Salimin Prawiro Sumarto dan Anton Haliman.
Dalam kaitan reklamasi 17 pulau utarai pantai jakarta, telah dikeluarkan izin oleh Ahok Izin untuk Pulau F dan Pulau I pada 22 Oktober 2015 dan Pulau K yang izin reklamasinya terbit pada 17 November 2015. Izin untuk ketiga pulau itu diduga diterbitkan secara diam-diam tanpa partisipasi publik. Reklamasi pulau G yang diajukan PT Muara Wisesa Samudra, anak perusahaan PT Agung Podomoro Land tampaknya mendapat prioritas kerja Ahok. Baru sekitar sebulan dilantik menjadi Gubernur, Ahok memberikan ijin itu.
Fakta itu terlihat dan tercantum dengan jelas dalam dokumen Keputusan Gubernur DKI Jakarta nomor 2238/2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G Kepada PT Muara Wisesa Samudra. Pada bagian akhir, diatas tandatangan Ahok tertulis tanggal 23 Desember 2014. . Izin tersebut tertuang dalam keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 2238 tahun 2014.