“Manusia pembelajar itu, kalian harus rajin belajar disekolah, disekolah itu bukan mata pelajaran saja. Datang harus tepat waktu, itu namanya disiplin. Tidak boleh juga nyontek, itu namanya jujur. Kalau teman butuh bantuan, harus dibantu, itu namanya berbagi. Tidak boleh egois, apalah mengejek-ejek kelemahan orang lain ya, itu namanya toleransi,” jelasku.
“Harus hormat sama guru, seperti menghormati orangtua sendiri, jangan pernah mengejek-ejek guru kita, hormati terus sepanjang usia kita,” tegasku.
Sembari aku juga berangkat perjalan ke kantor. Diperjalan, saat aku melintasi gedung –gedung perkatoran, aku berpikir-pikir dalam hati makna doaku bersama anak-anakku tadi pagi itu.
“Apa iya, kalau aku hanya pandai menjeleskan saja ya, bukankah harus memberi contoh,” pikirku.
“Aku sepertinya harus menciptakan kurikulum kehidupan bagi anak-anakku. Apakah aku sudah mengajarnya, apakah aku sudah guru yang baik, dan apakah aku sudah mencontohkannya?” pikir-pikirku. “Ah....sepertinya tidak semudah yang kita ucapkanya?” pikirku lagi.
Kurikulum sekolah adalah penting, tapi tidak kalah penting adalah kurikulum kehidupan. “Siapa gurunya?” Kita!
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H