Mohon tunggu...
Darwin Malakuin
Darwin Malakuin Mohon Tunggu... Desainer - Pencari Makna

Aku sudah lama mengatakan, aku akan menjadi idealis sampai batas-batas sejauh-jauhnya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengemis Solusi dari Rakyat (?)

21 Juni 2020   23:47 Diperbarui: 21 Juni 2020   23:46 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tidak mempersoalkan suara-suara dari mereka yang pro terhadap kebijakan pemerintah daerah ini. Yang patut disayangkan dan disalahkan adalah pemerintahnya, karena yang jelas suara-suara itu hadir karena rakyat tidak melihat solusi lain yang dilakukan oleh pemerintah.

Itu artinya pemerintah telah gagal dan miskin solusi atas persoalan yang ada, alhasil rakyat yang mengidamkan kemajuan meminta solusi dari pihak-pihak yang mengkritik. Itu adalah akar dari semua perdebatan dan perang opini serta caci maki di kalangan masyarakat pro-kontra. Pengetahuan rakyat akan solusi persoalan di daerah sangat kurang. 

Defenisi kemajuan dan kesejahteraan telah digerus oleh "kegagalan" pemerintah dalam mengedukasi masyarakat. RPJMD dan dongeng kampanye "Matim Seber" tidak lebih dari narasi pembodohan massal belaka, minim aplikasi di lapangan.

Kesimpulannya adalah pemerintah daerah kabupaten Manggarai Timur telah gagal memimpin dan karenanya tidak layak disebut pemimpin. Di Jepang, seorang pejabat pemerintah yang gagal menjalankan tugasnya mengundurkan diri, karena itu artinya harkat dan martabatnya telah diinjak. Well, saya tentu tidak menyarankan itu untuk pemda Matim. Karena sejatinya pemimpin itu adalah menanamkan kesadaran  dan pengetahuan kepada rakyatnya untuk mengatakan "saya memiliki pemimpin, itulah yang membuat saya hidup dan sejahtera".

Suara-suara diatas tentu menjadi catatan bagi pemda Matim dalam menentukan bahkan memikirkan ulang kebijakannya. Generasi yang sekarang memang mungkin akan sejahtera dengan uang ratusan juta dari investor. Di saat bersamaan, kita sedang memperbudak anak dan cucu kita di tanah kita sendiri.

Terakhir, saya merasa perlu berterima kasih kepada pendiri Facebook, Mark Zukerberg, karena platform buatannya suara-suara minor itu bisa didengar. Tanpa platform itu juga, saya tidak akan pernah tahu jalan yang kian parah disalah satu desa di kabupaten Manggarai Timur, konon katanya kuda pun oleng melewati jalan itu. Tanpa platform itu juga, saya tidak akan tahu kisah seorang dosen di salah satu kampus di Kupang yang chatingan mesum dengan salah seorang mahasiswinya. Saya yakin, masa depan mahasiswi tersebut sedang dipertaruhkan. Yahh, kita semua tahu birokrasi dan hegemoni kampus di NTT.

Jaga Congka Sae, tanah mbate dise ame, tanah ledong dise empo. Tidak dengan tambang!!

Darwin Malakuin

Penulis adalah Alumnus Universitas Nusa Cendana Kupang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun