Mohon tunggu...
Darwin Malakuin
Darwin Malakuin Mohon Tunggu... Desainer - Pencari Makna

Aku sudah lama mengatakan, aku akan menjadi idealis sampai batas-batas sejauh-jauhnya

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menyayangkan Amien Rais

13 Maret 2019   03:37 Diperbarui: 13 Maret 2019   14:54 4582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: suratkabar.id

Kemarin sore, ketika saya baru bangun tidur, saya dikagetkan oleh permintaan teman kos saya. Katanya begini: "Bang, tolong kamu tulis sesuatu tentang Amien Rais dulu lah, mau tulis dimana ko terserah kau, saya terlalu jengkel dengan dia nih". 

Terus terang, saya cukup kaget dan geli dengan permintaannya itu. Lagian buat apa? Palingan juga kalau saya nulis tentang politisi tua itu, tidak berguna dan tidak bermanfaat. Teman saya itu cukup geram dengan Amien Rais. 

Kegeramannya itu muncul berkaitan dengan berita yang muncul disalah satu portal berita nasional, detik.com. Judul beritanya begini, Amien Rais: Mas Kowi Sumber Segala Sumber Nestapa Indonesia. Nah, ketika saya membuka laman Tempo, kurang lebih satu jam sebelum menulis ini, saya menemukan berita sejenis: Amien Rais Sebut Malaikat Doakan Jokowi Kalah di Pilpres 2019. Akhirnya, saya kembali teringat cerita teman saya tadi dan membuka detik.com, dan memang betul beritanya.

Bayangkan!!! Seorang mantan ketua MPR mengeluarkan pernyataan demikian. Bukan hanya itu, profesor lagi, dan sampai sekarang dengan bangga menyematkan gelar itu didepan namanya. Setahu saya, mah, seseorang bergelar profesor itu punditnya ilmu pengetahuan. Kembali mucul dalam benak saya suatu pertanyaan: siapa sih yang memberi gelar profesor pada politisi yang satu ini? 

Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada mereka, gelar itu pantas dicabut lagi. Terus terang, geram saya membaca pernyataannya itu. Bukan karena saya pendukungnya Jokowi-Ma'ruf, tapi karena bagi saya itu tidak menghormati presiden saya dan presiden bangsa Indonesia. Yang telah mengorbankan waktunya untuk negeri ini selama 5 tahun. Lah, si Amien Rais? Apa kerjaannya?

Saya bukannya tidak bisa menanggapi pernyataan beliau dengan kepala dingin. Lagian juga 'kan itu sebatas opini dari seseorang. Tapi, tunggu dulu. Apakah itu hanya sebatas opini belaka? Apakah pernyataan "sumber segala nestapa" yang mana subjeknya seorang Kepala negara itu masih sebatas opini pribadi? Bukankah itu adalah bentuk penghinaan terhada negara?

Sebenarnya, terlalu berlebihan juga kalau menanggai apa yang dikeluarkan dari mulutnya Amien Rais. Karena dari dulu memang selalu begitu, kerap memicu kontorversi. Bolehlah kita menganggapnya seperti "seorang anak yang ugal-ugalan dijalan" dalam dunia politik Indonesia. Ingin berjuang dengan cara tak wajar dan waras. Saya juga tidak tahu, apa tujuannya mondar-mandir tidak jelas dalam dunia politik kita sekarang ini. 

Tetapi, yang menjadi persoalan adalah ketika ucapannya itu mengatasnamakan Tuhan, seperti ucapannya dipotal berita tadi. Dan, kita tahu pula bahwa sekarang penyebutan nama Tuhan sangatlah sensitif.

Apa yang dapat saya simpulkan dari seorang Amien Rais adalah dia seorang yang mengalami cacat pikir dan sesat logika. Cacat dalam artian bahwa ada sesuatu yang salah dan kurang dalam memahami dunia disekitarnya, termasuk kehidupan politik kita. 

Sesat logika dalam artian bahwa apa yang dipikirkannya tak punya arah alias "lost". Amien Rais sedang berusaha mendiskrimiasi yang berusaha mewaraskan, dengan cara menghujat, menghina dan mencaci maki. Ketika Pak Jokowi sedang susah-susahnya berusaha membangun negeri ini, Amien Rais dengan seenak perutnya menghujatnya sebagai sumber segala nestapa. Keji sekali!

Jika kesadaran dan kemampuan berpikir kritis kita masih rendah, tentu saja dengan mudah kita terjerumus dalam pemiikiran yang sesat dan cacat itu. Ini bukan saja soal politik, tetapi ini adalah menyangkut bagaimana kita memahami kehidupan politik kita. Bahwasannya, seorang Amien Rais harus memberikan pendidikan politik yang sehat dan cerdas, tetapi yang dilakukan adalah sebaliknya. 

Dia berusaha menggiring orang-orang normal menuju suatu chaos, menuju kesimpangsiuran. Hal inilah yang sangat disayangkan terhadap Amien Rais, seorang yang terkenal kritis terhadap pemerintah diakhir kejatuhan Soeharto.

Apa yang menjadi persoalan ada seorang Amien Rais adalah susah move-on dari cara berpikirnya yang lama. Caranya mengkritisi pemerintah jaman Soeharto yang memang benar-benar bobrok tidak bisa ditinggalkannya. 

Alhasil, demi mempertahankan "sikap kritis"nya itulah, Amien Rais menggunakan pola berikir yang tidak wajar. Memang, orang-orang seperti itu cukup benyak "berkembang biak" sekarang ini. 

Tidak perlu membuka mata lebar-lebar, dengan mata tersipit saja kita masih bisa menemukannya. Cukup dengan mengetahui pilihan politik kemudian menggoreng isu-isu tertentu (seperti suku, agama dan ras), maka sukseslah kita menelurkan pola berpikir sesat dan cacat seperti itu.

Berpikir sadar dan kritis merupakan cara menghindari sesat pikir dan cacat logika seperti Amien Rais, yang dengan mengatasnamakan Tuhan bisa menghina seorang kepala negara.

Tentu saja kita perlu mewaspadai itu, dengan cara dengan bijak menyaring apa yang kita baca, kita lihat dan kita tonton sehari-hari. Diatas semuanya, salam berpikir kritis, berpolitik sehat! Siapapun pilihan politik kita, itu tidak masalah selagi kita menggunakan hati nurani dan tentunya dalam keadaan waras.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun