Mohon tunggu...
darwinarya
darwinarya Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer Specialized Hotels and Resorts

Travel Enthusiast. Hospitality Photography Junkie

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kopdar Bareng Kompasianer Balikpapan (Bag#2)

9 April 2016   12:07 Diperbarui: 9 April 2016   12:26 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Hapus Rintangan

[caption caption="Mas Hilman Fajrian Banyak Mengulas Ilmu Bermanfaat Khususnya Dunia Digital."]

[/caption]Disadari atau tidak, dunia digital telah banyak mengubah perilaku orang dalam berbisnis. Mereka yang tetap berkutat dengan cara lama bakal terlindas. Salah satu contoh nyata mengenai hal ini adalah benturan antara taksi konvensional dan taksi online baru-baru ini.

“Mereka (konvensional & online) kalau disatukan gak akan ketemu. Karena sistem dan dunianya udah beda. Kita gak akan bisa membendung teknologi. Justru kitanya yang harus ngikutin perkembangan jaman” terang Mas Hilman.

Begitu pula dengan dunia seni (dalam hal ini musik dan kepenulisan). Sebuah grup band, misalnya, tidak akan bisa menahan apalagi memberantas kasus pembajakan di tanah air. Mereka (grup band) harus bisa beradaptasi pada dunia baru ini. Dengan menerapkan model bisnis anyar yang tidak lagi bergantung pada penjualan album. Atau bisa juga jadi buzzer seperti yang dilakukan oleh penyanyi Agnes Monica, Isyana Sarasvati, Afgan dan lain sebagainya.

Bagaimana dengan nasib penulis buku? Pria asal Balikpapan, Kalimantan Timur ini memberi saran, khususnya bagi penulis pemula, agar tidak menggantungkan pendapatan dari hasil penjualan buku. Buku hanyalah media untuk mendongkrak popularitas. Untuk mendongkrak popularitas harus dihilangkan rintangannya. Rintangan yang dimaksud adalah harga.

Buatlah tulisan berformat ebook. Sebarkan dan bagikan secara gratis. Masukkan di toko online (google books store, misalnya) dengan cuma-cuma. Dengan cara itu, nama kita akan populer di tengah masyarakat luas. Gak mungkin juga kan kalau tulisan kita dibaca ribuan orang, publisher tidak akan tertarik membukukan tulisan kita? Tawaran itu pastinya ada.

“Intinya jangan halangi konsumen untuk menikmati hasil karya kita. Hilangkan rintangannya (biaya). Nanti dari sana (ebook gratisan) bisa disisipi iklan. Kalau pembaca gak mau ada iklan ya mesti bayar,” ucapnya serius.

Model bisnis seperti itu juga banyak dipakai oleh para trainer yang menggunakan buku untuk mempromosikan jasa seminarnya. Letak perbedaannya, para trainer ini tidak membagikan bukunya secara gratis.

Lagi seru-serunya ngobrol, lampu coffee shop tiba-tiba dimatikan. Ternyata kedai kopinya udah mau tutup. “Wah, salah pilih tempat nih kita,” ujar Mas Hilman berseloroh. Akhirnya kami pindah tempat (lagi). Demi melanjutkan perbincangan yang kelewat seru itu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun