[caption caption="Mbak Tio sedang bercengkrama bersama kawanan satwa di Rumah Singgah Satwa, Bali, Minggu (20/3) siang / dap."][/caption]Banyak turis asing maupun kaum ekspatriat beranggapan penduduk di Bali kurang peduli lingkungan. Terutama soal anjing liar. Tio RuSS buktikan bahwa pandangan itu tidak benar. Salah satunya melalui program Bali Rumah Singgah Satwa (RuSS).
“Total sekarang saya punya 130 ekor anjing dan 20 ekor kucing. Dibantu dua pegawai. Tugas mereka memberi makan dan membersihkan kandang. Kerjanya setengah hari. Selebihnya saya yang kerjakan sendiri,” jelasnya saat ditemui di kediamannya daerah Abiansemal, Badung, Bali, Minggu (20/3) siang.
[caption caption="Kandang khusus satwa yang terkena penyakit kulit / dap"]
Mbak Tio, sapaan akrabnya, tinggal di sebuah rumah kontrakan bertingkat dua. Dengan luas tanah sekitar enam are. Ruang pribadinya berada di lantai dua. Sementara sisanya, lantai satu dan seluruh halaman, ia sulap jadi tempat tinggal satwa. Lengkap dengan sekat pembatas berbahan besi sebagai pemisah.
[caption caption="Kandang khusus satwa yang pernah mengalami trauma / dap"]
Sebagian besar kawanan, kondisinya memprihatinkan. Kasus yang menimpa mereka pun beragam. Mulai dari terserang penyakit kulit, bulu rontok, luka akut, trauma tertabrak kendaraan, dibacok orang, digantung, amputasi, sampai yang dibuang begitu saja oleh pemiliknya di pinggir jalan.
[caption caption="Kandang khusus satwa pelompat tinggi / dap"]
Selagi mendengarkan penjelasan Mbak Tio, saya edarkan pandangan ke arah doggies. Mereka memperhatikan kami dengan saksama dan tenang. Sejurus kemudian, saya terkejut dan kemudian memotong pembicaraan. “Sebentar, Mbak. Itu bukannya... Itu bukannya Husky ya?!” tanya saya tergagap. Menunjuk ke salah satu gukguk bertubuh kurus kering berbulu cepak.
“Iya itu Husky, Mas,” jawabnya lirih.
“Lho ... Ada juga toh orang buang Husky, Mbak?!” keterkejutan saya seolah belum sirna.
“Bukan dibuang sih, Mas. Tapi karena kena penyakit kulit. Padahal dia stambum lho.”
“HAH?!'
[caption caption="Kondisi Husky sewaktu diketemukan / Sumber: Tio Russ"]
[caption caption="Kondisi Bali Rumah Singgah Satwa / dap"]
“Untuk kasus penyakit kulit, terutama demodex, anjing harus ditangani secara khusus. Masalahnya, enggak banyak orang tau bagaimana caranya,” terang wanita yang dulunya pernah menimba ilmu di Universitas Udayana Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) ini.
Menurut Mbak Tio, anjing demodex tidak boleh stres. Tiap kali stres dia akan menggaruk-garuk tubuhnya sampai luka. Disusul kemudian kerontokan pada bulu. Satu-satunya cara harus disteril atau dikebiri. Hal itu dikarenakan demodex adalah penyakit genetik. Artinya, penyakit itu akan terbawa terus ke generasi berikutnya.
Tidak hanya Husky, ada pula Golden Retriever. Anjing berbulu cokelat muda ini juga ber-stambum. Hanya saja usianya sudah tua. Ia diketemukan 'menggelandang' di daerah Sesetan, Denpasar. Kondisinya pun mengenaskan. Terdapat luka infeksi pada bagian gusi.
Misi Penyelamatan
[caption caption="Aksi Mbak Tio sewaktu rescue beberapa waktu lalu / Sumber: Facebook Tio Russ"]
Dalam kasus ini, anjing 'buruan' Mbak Tio hanya keluar malam hari. Kalau keluar siang selalu ditimpukin warga. Alasannya karena luka pada tubuhnya sudah terlalu parah. Sehingga mengeluarkan bau menyengat dan tampak menjijikkan.
Lantaran terus dijahatin orang, anjing itu akhirnya memilih bersembunyi di tempat terpencil. Masuk jauh ke arah rawa-rawa. “Waktu itu benar-benar menegangkan, Mas. Ekstrem banget medannya. Udah gelap-gulita, berlumpur lagi. Kalau disorot senter, kabur dia. Tapi akhirnya ketangkep juga. Langsung kita bawa ke klinik. Lukanya dibersihkan trus kita rawat,” kenangnya.
Dalam beraksi, Mbak Tio selalu dibantu dua orang relawan. Alat menangkapnya ada dua macam, jaring dan tulup.
Saya kemudian memotong pembicaraan, “Dari sekian banyak misi, apa Mbak enggak takut digigit? Apalagi saya lihat di akun Facebook, Mbak hanya memakai pakaian biasa. Tidak dilengkapi perlengkapan atau pakaian khusus. Apa tidak berbahaya, Mbak?” tanya saya spontan.
[caption caption="Misi penyelamatan puppies beberapa waktu lalu / Sumber: Facebook Tio Russ"]
[caption caption="Mbak Tio selalu dibantu dua orang relawan tiap beraksi / Sumber: Facebook Tio Russ"]
Mbak Tio kemudian menjabarkan kronologisnya secara singkat. “Jadi waktu itu saya menemukan anak anjing di pinggir jalan. Sewaktu anak anjing itu saya angkat, eh dia nangis kenceng. Kebetulan juga di dekat sana ada anjing betina tua. Tapi bukan indukan anak anjing itu. Mungkin karena kaget dan dipikirnya saya mau menyakiti puppies itu, jadilah bokong saya digigit,” katanya diikuti tawa renyah, “Tapi itu ngga digigit kok, cuma digores aja,” imbuhnya.
Selain cerita di atas, Mbak Tio juga pernah menyelamatkan ratusan ekor kucing. Peristiwa itu terjadi beberapa tahun silam. Jadi di lingkungan Rumah Sakit Sanglah, Denpasar, banyak kucing berkeliaran. Karena takut membawa penyakit menular, pihak rumah sakit mengutus satpam untuk melakukan penangkapan. Setelah terkumpul, jumlahnya amat banyak. Mereka (pihak rumah sakit) pun kebingungan. Kucing-kucing itu mau diapakan. Sampai akhirnya tercetus ide dibuang atau dieliminasi.
[caption caption="Aksi penyelamatan lain yang pernah dilakukan beberapa waktu lalu / Sumber: Facebook Tio Russ"]
[caption caption="Proses evakuasi / Sumber: Facebook Tio Russ"]
Permohonan Mbak Tio dikabulkan. Kucing-kucing itu di bawa pulang. Diobati dan dirawat sebaik mungkin di Bali Rumah Singgah Satwa. Setelah pulih betul, mereka disteril dan dilepas kembali. “Tapi habis itu saya tepar kena tipes. Harus pulang ke Bandung. Di sana saya rehat sekitar dua mingguan. Mungkin karena kecapekan, Mas,” ujar wanita tiga bersaudara ini.
Insiden Kucing
Awalnya antara anjing dan kucing ditempatkan di area yang sama. Namun, sejak adanya kasus pilu itu, akhirnya mereka dipisah.
Tentu saja sebelum disatukan, keduanya diajari untuk saling mengasihi. Diajak bersosialisasi satu dengan yang lain. “Waktu itu jumlah anjingnya masih sedikit. Belum banyak seperti sekarang ini. Tiap hari saya ajari mereka biar ngga saling serang. Tapi karena jumlah laporan dari warga makin banyak, dan saya harus segera berangkat menuju lokasi, sempat terjadi insiden. Ada anjing yang menyerang seekor kucing. Anjing itu masih baru. Belum lama tinggal di Rumah Singgah Satwa. Nyawa si kucing nggak bisa diselamatkan,” katanya lirih bercampur sedih.
Bercermin dari kasus itu, sekarang ini dirinya sedang membangun Rumah Singgah Kucing. Pengerjaannya hampir rampung. Lokasinya pun tak jauh dari Rumah Singgah Satwa. “Biar saya ngontrol-nya juga gampang. Nanti kalau udah launching, akan saya undang Mas untuk lihat-lihat ke sana,” ujarnya tersenyum manis.
Ditentang Keluarga Sampai Dipaksa Pindah
Perjalanan hidup Mbak Tio di Bali penuh dengan lika-liku kehidupan. Tidak cukup dibayar dengan peluh dan tenaga. Melainkan juga deraian air mata.
Seusai menamatkan pendidikan SMA, ia dihadapkan empat pilihan kampus. Ada Universitas UGM Yogyakarta, IPB Bogor, Unsyiah Aceh dan Udayana Bali. Setelah dipertimbangkan masak-masak, pilihan jatuh pada Universitas Udayana Bali.
Keputusannya itu jelas kurang disetujui oleh kedua orangtuanya. Selain jaraknya yang jauh, di Bali juga tak ada satu pun sanak saudara. Wajar bila terjadi adu argumen antara keduanya. Tapi apa punya mau, hati sudah terlanjur mantap untuk melangkah.
Mbak Tio tercatat sebagai mahasiswi Universitas Udayana Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) tahun 1999. Selama menempuh pendidikan, ia tidak diberi fasilitas penunjang dari orangtuanya. Benar-benar berjuang di tanah rantau seorang diri.
"Dari dulu saya terbiasa mandiri dan hidup sederhana. Saya ini badannya aja cewek, tapi mental dan tingkahnya udah seperti cowok (tomboy)," katanya terkekeh.
Seperti kebanyakan mahasiswa/i lain, ia juga berkeinginan menambah uang saku. Wanita yang kini berprofesi sebagai Tour Organizer ini dulunya pernah nyambi jualan bolu kukus serta jajanan pasar. “Saya biasa jualan di dekat pohon beringin di pasar Jimbaran, buka dari pukul 05.00 – 08.00 WITA. Saya juga pernah kasih les mata pelajaran untuk tingkat TK sampai SMP,” akunya.
Namun, karena adanya permintaan keringanan biaya dari sejumlah orangtua murid, Mba Tio akhirnya menggratiskan kegiatan belajar mengajar. “Kalau yang les private baru saya charge,” katanya.
Memasuki semester empat, hati Mbak Tio berontak. Ia kurang nyaman mengikuti kelas praktikum yang notabene memakai satwa sebagai bahan penelitian. "Akhirnya saya memutuskan berhenti dari FKH dan pindah ke Fakultas Sastra Inggris."
17 tahun tinggal di Bali ('99 – 2016), Mbak Tio pindah rumah sebanyak dua kali. Tempat tinggalnya yang pertama di daerah Jimbaran, kemudian Gianyar dan sekarang ini di Abiansemal, Badung.
Kepindahannya dari Gianyar ke Abiansemal menorehkan pengalaman tak terlupakan. Tiba-tiba ia dipaksa pindah oleh pemilik kontrakan. Entah karena alasan apa.
“Saya diberi tenggat waktu dua minggu untuk pindah. Yang pasti bukan karena pelihara banyak satwa. Sebelum tinggal di sana, saya sudah izin lebih dulu dan diizinkan. Mungkin rumahnya mau dibangun Villa atau gimana, saya enggak tau persis,” tuturnya.
Beban di pundaknya kian terasa berat karena saat itu kondisi ekonominya sedang sulit. “Kalau saya pindah sih enggak ada masalah. Saya bisa cari makan dan kerja yang lebih baik. Tapi bagaimana dengan nasib peliharaan saya? Tidak mungkin saya meninggalkan mereka sendiri. Lepas begitu saja dari tanggung jawab,” protesnya.
Ketika itu Mbak Tio memiliki 20 ekor kucing dan tiga ekor anjing. Hingga mendekati tenggat waktu, ia telah mengantongi beberapa calon rumah kontrakan. “Rumah yang sekarang saya tempati, waktu itu masih saya kesampingkan. Saya belum berani hubungi pemilik tanya-tanya soal harga. Pasti harganya mahal, soalnya kan tingkat dua,” kenangnya.
Sementara waktu terus berjalan, Mbak Tio belum juga menemukan kontrakan dengan harga yang sesuai. “Saya sempat nangis waktu itu. Kucing-kucing saya mengeong-ngeong manja. Salah satu anjing saya, kepalanya ditaruh di paha saya. Saya sedih memikirkan nasib mereka. Saya lantas bilang ke mereka, yang sabar ya naaak. Doakan lekas dapet rumah baru yang nyaman.”
H-3 jelang deadline. Waktu kian sempit. Akhirnya Mbak Tio beranikan diri untuk hubungi pemilik kontrakan yang sekarang ia tempati. Tak ketinggalan disertai doa sepenuh hati agar dimudahkan segala urusan.
“Sudah lah Mbak. Mbak lihat aja dulu kondisi rumahnya seperti apa. Soal biaya saya tak terlalu rumit. Mbak adanya berapa, segitu aja dulu bayarnya,” kata pemilik kontrakan seperti yang diucapkan Mbak Tio kepada saya.
Mendengar hal itu pecah lah kegembiraan Mbak Tio. Apalagi begitu mengetahui halamannya amat luas. Ditambah lagi sang pemilik tidak berkeberatan Mbak Tio memelihara satwa dalam jumlah banyak.
Donasi
[caption caption="Puppies di Bali, Rumah Singgah Satwa / dap"]
“Banyak orang dan netizen yang menyuruh saya untuk menghentikan misi ini. Mungkin karena mereka melihat kondisi ekonomi saya yang pas-pasan. Tapi Alhamdulillah hingga saat ini, Bali Rumah Singgah Satwa tetap bertahan. Saya percaya bahwa Tuhan menyayangi tiap makhluk ciptaannya. Apa yang saya lakukan murni panggilan hati. Dan saya juga percaya kalau Tuhan akan membantu makhluknya yang kesusahan.”
Kebetulan Mbak Tio dan dua orang relawan punya seragam khusus berwarna hitam. “Kalau Mas perhatikan, di seragam kami ada emblem bendera Indonesia-nya. Saya juga pasang bendera merah putih di halaman. Bendera itu tidak pernah saya turunkan. Tiap tahun saya ganti karena warnanya mulai pudar. Bendera itu juga sebagai simbol sekaligus penyemangat kami. Bahwa orang lokal pun bisa seperti shelter-shelter asing. Didonasi, dikelola dan digerakkan oleh orang Indonesia,” ujarnya mengakhiri perbincangan kami pada kesempatan itu.
***
Kata Mereka Tentang Tio Russ:
“Tio Russ ... Saya tidak mengenalnya, saya tidak tahu siapa dia dan saya hanya berteman di medsos.
Pertama kali melihat postingannya, saya langsung kagum. Saya pikir dia adalah wanita yang luar biasa. Setiap saat saya selalu menunggu postingan-postingannya dan semakin kagum perjuangan seorang wanita yang tidak mengenal lelah, tidak mengenal lapar, tidak pernah mengeluh dan selalu siap siaga bila mendapat laporan yang masuk jika ada anjing yang terluka dan terbuang.
Tangan mungilnya dan hati malaikatnya selalu memberi kesembuhan dan kenyamanan bagi anjing-anjing terlantar. Bagi saya, Tio Russ adalah seorang malaikat yang dikirim Tuhan untuk anjing-anjing terlantar di Bali. Tetap semangat Mba Tio Russ, banyak cinta dan doa untukmu. God Bless You”. -Lenora, Netizen & Dog Lover, Jakarta.
"Mbak Tio adalah wanita yang patut dijadikan inspirasi dan panutan. Secara fisik Mbak Tio memang terlihat kecil, lemah dan tak berdaya. Tapi ternyata di balik kecil tubuhnya, tersimpan kekuatan dan cinta yang sangat besar. Apapun halangannya, baik dari segi kesehatan, keuangan, tenaga, waktu, jauh-dekatnya lokasi, Mbak Tio tetap berusaha menolong 'anak-anak jalanan' yang memang membutuhkan bantuan dengan semaksimal dan sekuat tenaganya.
Semua yang dilakukan dengan ikhlas, InsyaAllah pasti akan ada jalan. InsyaAllah rejeki buat 'anak-anak' pasti ada." Itu kata-kata yang selalu disampaikan Mbak Tio" -Ingrid V. Maspaitella, Mahasiswi FKH Unud & Relawan Bali Rumah Singgah Satwa, Denpasar.
"Tio orangnya perhatian dan sangat tulus untuk menolong 'anak kaki' empat. Aku sangat hangga kepadanya dan suri tauladan untuk seorang wanita sebagai pemerhati terhadap anak kaki empat" -Vhilyz Namina, Netizen & Pernah Menjadi Relawan di Bali Rumah Singgah Satwa.
“Kak Tio adalah seorang wanita pantang menyerah, gigih, ulet dan memiliki jiwa sosial yang tinggi (khususnya sama hewan). Kak Tio tidak akan pernah tega melihat anjing atau kucing yang sakit dan terlantar. Jangankan sakit, ketika beliau makan dan melihat kucing/anjing di tempat makan tersebut, Kak Tio pasti memberikan sebagian (kadang semua) makanan yang disantapnya untuk hewan itu.
Satu hal yang saya kagumi dari beliau, karena kecintaannya terhadap hewan, bisa saja sewaktu beliau tengah berkendara atau istirahat, kemudian mendengar suara kucing / anjing yang sedang kesakitan, beliau akan langsung mencari dan merawat hewan itu. Beliau seperti punya radar dengan hewan-hewan tersebut.
Karena kecintaannya terhadap hewan pula (yang biasa dijuluki 'anak-anak'), beliau rela pulang larut malam. Kepedulian beliau sangat tinggi pada mereka (anjing & kucing), sama seperti prinsipnya hidup ini ada untuk berbagi dan saling tolong-menolong.
Beliau adalah salah satu sosok kakak, guru dan teman bagi orang-orang di sekitarnya. Semoga Kak Tio tetap sehat, semangat dalam membantu hewan-hewan di luar sana yang kurang beruntung. Begitu juga dengan 'anak-anak' di Bali RuSS, tetap sehat-sehat semua.
Dengan semakin banyaknya orang yang peduli pada hewan terlantar, semoga semakin banyak pula yang bisa membantu Kak Tio.” - Zhindhy Febrianti, Dewan Perwakilan Mahasiswa/i Universitas Udayana, Mahasiswi FKH, pernah menjadi relawan di Bali Rumah Singgah Satwa, Denpasar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H