Penetapan ini memuat dua hal, yaitu pertama, mendirikan BPK mulai tanggal 1 Januari 1947 serta menetapkan tempat kedudukan badan ini sementara waktu di Magelang (tanggal 1 Januari kemudian ditetapkan sebagai hari lahir BPK, yang artinya pada 2018 ini BPK sudah berusia 71 tahun).
Kedua, menetapkan bahwa sebelum ada aturan baru tentang kewajiban, susunan, dan cara kerja BPK, maka peraturan mengenai Algemeene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintahan Belanda) (Aritonang, 2009:26). Aturan lebih lanjut tentang BPK kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang BPK.
Dalam perkembangannya, BPK terus mengalami berbagai dinamika. Di antaranya pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, di mana kedudukan BPK yang menjadi bagian dari pemerintah. Presiden Soekarno pada saat itu bertindak sebagai Pemeriksa Agung, sementara ketua BPK berkedudukan sebagai Menteri yang berada di bawah komando presiden. Dengan kondisi seperti itu, keruan saja posisi BPK menjadi lemah dan kurang bisa menjalankan fungsinya dengan baik.
Pelemahan peran BPK kemudian berlanjut pada era Orde Baru. Meski BPK telah diposisikan sebagai lembaga negara yang berada di luar pemerintahan, namun peranannya direduksi melalui pembatasan objek pemeriksaan, cara atau metode pemeriksaan, maupun isi dan nada laporan pemeriksaan.
BPK di Era Reformasi: Semakin Bebas dan Mandiri
Barulah kemudian setelah angin reformasi berembus, posisi dan peran BPK kembali menguat. Amandemen UUD 1945 menjadikan BPK sebagai lembaga negara yang bebas dan mandiri. Tak hanya itu, lahirnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK juga menjadi isyarat keseriusan negara dalam mengelola keuangan dan memperkuat peran BPK sebagai lembaga negara yang bebas, mandiri, dan profesional dalam menciptakan kondisi pemerintahan yang bersih.
Pascareformasi, anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD, kemudian diresmikan oleh Presiden. Adapun pimpinannya dipilih oleh dan dari anggota. Mengenai laporan pemeriksaan, jika dulu harus dikonsultasikan dulu dengan pemerintah sebelum akhirnya diserahkan ke DPR, pascareformasi laporan pemeriksaan bisa langsung disampaikan ke DPR/DPRD tanpa perlu konsultasikan terlebih dahulu dengan pemerintah. Sedangkan apabila terdapat indikasi tindak pidana korupsi, sekarang BPK bisa langsung melapor kepada kepolisian, kejaksaan, atau KPK, bukan malah melapor kepada pemerintah seperti yang terjadi sebelum era reformasi.
Adapun mengenai lingkup pemeriksaannya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab negara yang dilakukan oleh BPK meliputi tiga aspek.
Pertama, pemeriksaan keuangan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Pemeriksaan ini dilakukan dalam rangka memberikan penyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. Opini termaksud ialah meliputi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), opini Tidak Wajar (TW), dan Menolak Memberikan Pendapat.