Mohon tunggu...
Darul Azis
Darul Azis Mohon Tunggu... Administrasi - Wirausahawan

Wirausahawan yang terkadang menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hal Fundamental yang Perlu Diluruskan dari Perayaan Hari Ibu

23 Desember 2017   17:20 Diperbarui: 23 Desember 2017   17:30 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi via @AnindaOnline

Tanggal 22 Desember lalu, warganet Indonesia beramai-ramai meramaikan jagad media sosial dengan aksi memamerkan foto ibunya masing-masing, disertai dengan kepsyen-kepsyen romantis dan emosional. Semua itu dilakukan dalam rangka memperingati Hari Ibu.

Hari ini, perayaan hari ibu-secara-serentak-dan-formal- itu telah usai dan insya allah akan kembali dihelat tahun depan. Nah, berhubung perayaan telah usai dan kita belum terlalu jauh meninggalkan momen itu, maka saya merasa ini waktu yang tepat untuk saya menyampaikan sesuatu, tapi masih seputar bagaimana kita memandang sosok ibu.

***

Ada satu hal yang mengganggu pikiran saya tiap kali peringatan Hari Ibu tiba. Peringatan Hari Ibu-yang kalau dirunut sejarahnya sebenarnya lebih menekankan pada bagaimana perempuan seharusnya diperlakukan dalam semua ranah kehidupan (keluarga, agama, sosial  budaya, politik, ekonomi)- kini dipersempit menjadi perayaan hari ibu dalam arti domestik dan dalam kacamata seorang anak.

Sebagai akibatnya, momen peringatan Hari Ibu menjadi demikian sentimentil dan menguras emosi. Yang lebih memprihatinkan lagi, peringatan Hari Ibu kemudian diisi oleh ungkit-mengungkit jasa seorang ibu terhadap anaknya dan lalu sang anak membandingkan apa yang sudah masing-masing perbuat dan berikan. Ini menyebalkan sekali. Dan seharusnya tidak terjadi.

Loh kok gitu, memangnya kenapa?

Begini. Membandingkan apa yang telah diperbuat oleh ibu kepada anaknya dengan apa yang telah diperbuat oleh anak kepada ibunya, mau sampai kiamat pun tidak akan menemukan hasil yang pas, karena perbandingan ini tidak apple to apple.

Kegiatan semacam itu, selain sia-sia juga merupakan tindakan paling bodoh dan aneh untuk ukuran manusia yang hidup di era modern seperti sekarang ini. Mau menggunakan tolok ukur apa pun, bakti kita kepada ibu misalnya. Tolong itu jangan Anda lakukan.

Mengapa demikian?

Peran. Itulah kata kuncinya. Anak dan ibu memiliki peran yang berbeda. Kalau ibu Anda begitu baik, penuh kasih sayang, selalu mendoakan, selalu memaafkan, dan selalu mencurahkan bermacam kebaikan untuk Anda, itu wajar dan biasa. Karena ia adalah seorang ibu. Karena memang itulah perannya.

Begitu juga kalau misalnya Anda begitu berbakti terhadap ibu Anda, yang bakti itu Anda ungkapkan melalui banyak hal seperti selalu menurut kepadanya, selalu membersamainya, kesuksesan, dan lain sebagainya, maka itu pun juga merupakan sesuatu hal yang wajar dan biasa. Karena Anda adalah seorang anak. Dan memang itulah peran Anda yang seharusnya.

Nah, bagaimana mungkin dengan peran yang berbeda itu kemudian Anda membandingkan keduanya? Sekali lagi saya katakan, itu merupakan perbuatan sia-sia dan mungkin Tuhan pun tidak menganjurkan itu.

Jadi, daripada sibuk dengan romantisme semu perihal "belum bisa membalas jasa ibu", lebih baik segenap kebaikan ibu itu kita catat dalam benak untuk kemudian kita terapkan kepada anak-anak kita (kelak). Itu lebih fair dan logis. Lebih cerdas untuk ukuran manusia modern seperti Anda.

Adapun jika Anda adalah seorang jomlo atau seorang laki-laki yang secara takdir tidak mungkin menjadi ibu, maka hal yang bisa lakukan adalah ya tetap berbakti kepadanya, tanpa tendensi membalas jasa kepada ibu Anda. Karena di samping saya yakin ibu Anda tidak berharap Anda membalas kebaikannya, sampai mati pun Anda tidak akan bisa membalasnya. Berbaktilah murni karena Anda adalah anaknya.

Selanjutnya, lakukan hal serupa atau bahkan lebih dari apa yang telah ibu Anda lakukan terhadap Anda untuk anak dan keluarga Anda. 

Dengan demikian, rumah tangga Anda kelak akan menjadi selayak surga. 

Dan itulah yang dinamakan kasih ibu tak terhingga sepanjang masa. Karena kasihnya itu kemudian Anda warisi dan wariskan kepada keturunan Anda.

Sekarang pertanyaannya adalah: maukah Anda mewarisi kasih sayang dari ibu Anda dan mewariskan lagi kepada keturunan Anda?

(2017)

*Darul Azis adalah seorang anak dari seorang ibu. Calon bapak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun