Entah semalam mendapatkan mimpi apa, pagi ini Wowo berangkat kuliah agak lebih awal. Jarum jam masih menunjukkan pukul 07.15, namun Wowo sudah klimis, menggendong tas, dan berjalan keluar dari kosnya, menuju warung makan padang langganannya yang juga searah dengan jalan ke kampusnya untuk sarapan.
Lima belas menit kemudian, sarapan selesai. Tanpa ba bi bu lagi, Wowo langsung beranjak dari tempat duduk dan membayar makanannya. Tak lupa sebelum itu terlebih dahulu ia menyulut sebatang rokok untuk diisapnya sambil jalan.
Bagi orang yang sudah lama mengenal Wowo, momen seperti ini jelas merupakan  momen langka. Selama ini mereka tak pernah melihat Wowo datang ke kampus tepat waktu ataupun datang pagi-pagi, kecuali ketika Ospek dan Study Tour.
Selama perkuliahan, Wowo selalu menggunakan waktu toleransi keterlambatan selama limabelas menit yang memang menjadi haknya, dengan sebaik-baiknya. Sampai membuat teman kelas maupun dosen hapal dengan dirinya, sosok mahasiswa yang selalu datang empatbelas menit setelah perkuliahan dimulai dengan muka kusam dan mata mengantuk.
Namun pagi ini, citra itu nyaris hilang dari sosoknya. Wowo tampak lebih bersemangat dari biasanya. Aktivis organisasi kampus yang dikenal militan dan progresif itu tampak lebih segar, karena tadi ia juga sudah mandi dan keramas. Tak cuma itu, aroma parfum non-alkohol Malaikat Subuh juga menguar dari bajunya.
Sesampainya di kampus, Wowo segera menemui teman-temannya di ruang tunggu dan menyapanya.
"Selamat pagi teman-temanku semua. Apa kabar kalian hari ini?" sapanya dengan senyum lebar seraya menyalami satu per satu kelima teman kelasnya : Sri, Wati, Rani, Basuki, dan Joko.
Keruan saja, teman-temannya langsung memberondong ia dengan pertanyaan seragam. Tumben hari ini berangkat lebih awal? Ada angin apa nih?
Namun bukan Wowo namanya kalau tidak pandai mengalihkan isu dan pembicaraan. Sehingga beberapa saat setelah pertanyaan itu ia jawab sekenanya, teman-temannya pun larut dalam topik pembicaraan yang ia bawakan. Wowo yang memang dasarnya punya selera humor cukup baik pun mampu membuat suasana pagi ini menjadi lebih cair dan segar. Sejenak kemudian Wowo mampu menjadi pengendali pembicaraan dengan berbagai candaan. Hingga HP pintarnya berbunyi, pertanda ada sebuah pesan masuk. Wowo menghentikan celotehannya sejenak untuk sekadar mengetahui apa isi pesan tersebut.
Ternyata si pengirim pesan adalah Joko, teman yang saat ini berada di depannya.
"Wo, ada cabai di gigimu." Kata Joko melalui pesan yang dikirimkannya melalui aplikasi BBM. Wowo paham dengan cara yang ditempuh oleh temannya. Perkara cabai di gigi memang sering kali membuat orang kikuk. Diingatkan secara frontal pasti akan membuat yang bersangkutan merasa malu dan salah tingkah. Tapi jika tidak diingatkan, justru yang bersangkutan akan lebih malu lagi.
"Iyakah?" tanya Wowo tenang sambil tersenyum.
"Iya. Beneran sumpah!" balas Joko meyakinkan.
"Siplah kalau gitu."
"Loh..kok sip?"
"Iya dong. Jadi kayak horang kaya aku. Haha"Â
Mendapatkan jawaban seperti itu, Joko mengernyitkan dahi. Berpikir keras apa maksud dari jawaban Wowo tadi.
Selesai membalas pesan dari Joko, Wowo melanjutkan pembicaraan yang sempat terpotong dan ia kembali memandu perbincangan dengan berbagai candaannya. Hingga jarum jam menunjuk ke angka 8, yang artinya mereka harus segera masuk kelas karena perkuliahan akan dimulai.
Tanpa komando, keenam mahasiswa itu segera beranjak dan berjalan menuju kelas bersama mahasiswa lain. Lalu lalang mahasiswa-mahasiswi pagi itu cukup ramai. Dan Wowo, pagi ini, berjalan dengan penuh percaya diri, membusungkan dada, dan tersenyum lebar seakan ingin menunjukkan cabai yang menempel di giginya kepada semua mahasiswa yang berpapasan dengannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H