Prolog; Sepintas Cerita
“Mas, tolong baca ini. Teman-teman dari Kecamatan Negeri Besar dan Pakuan Ratu pada khawatir gara-gara berita ini.” Kata Puja melalui sebuah pesan di BBM sembari memberikan sebuah link berita kepada saya. Puja adalah teman saya dari kecamatan Pakuan Ratu Kabupaten Way Kanan yang juga sama-sama sedang menempuh pendidikan di Jogja. Di Jogja, saya bertemu dengannya melalui sebuah organisasi kedaerahan pelajar dan mahasiswa asal Way Kanan. Di organisasi tersebut, ia didaulat sebagai koordinator mahasiswa/i di Jogja yang berasal dari dua kecamatan tersebut di atas untuk mempermudah pola komunikasi organisasi.
Saya kemudian membuka link berita yang diberikannya. Setelah membacanya dua kali, berita itu benar-benar membuat dahi saya mengernyit. Berita tersebut adalah tentang ancaman warga Negeri Besar yang akan bergabung dengan Kabupaten Tulang Bawang Barat jika jalan di kecamatan tersebut tidak kunjung diperbaiki.
Saya kemudian membalas pesan Puja.
“Aku sudah baca. Ini persoalan serius. Kamu lagi di rumah kan?”
“Iya Mas, aku di rumah. Gimana?”
“Tolong kamu temui dan ajak ngobrol Pak Abdurrahim sekaligus mengklarifikasi berita itu. Jangan sendiri, usahakan ngajak temen-temen mahasiswa yang lain. Siapa tahu dengan begitu nanti ada jalan keluar. Nanti info ini coba kusampaikan ke pihak Pemda. Kita coba dampingi semampu kita.”
“Oke, Mas!”
“Sip”
(Baca : Jalan Rusak, Warga Way Kanan Ancam Gabung ke Tulangbawang Barat)
Percakapan itu terjadi kurang lebih setahun yang lalu. Jalan kabupaten yang rusak parah dan tak kunjung mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah saya membuat masyarakat di wilayah tersebut terdorong untuk memisahkan diri dan bergabung dengan daerah yang lebih dekat dan mampu memberikan kemudahan.
Meski hanya lintas kabupaten, tentu bagi kami itu merupakan persoalan serius. Karena kalau hal itu sampai terjadi, dikhawatirkan akan menjadi pemicu masyarakat di wilayah lain-yang juga mempunyai nasib sama- untuk melakukan hal serupa. Mengingat faktanya, banyak sekali wilayah-wilayah kecamatan di kabupaten kami yang masih hidup dengan kondisi sama : infrastruktur terbatas dan rusak, jauh dari ibukota kabupaten, dan selalu diperlihatkan dengan infrastruktur tetangga (Kab. Oku Timur, Tulang Bawang Barat dan Kotabumi) yang terbilang lebih baik.
Dari pertemuan Puja dengan pihak-pihak yang bersangkutan dengan pemberitaan di atas, ditemukan satu benang merah bahwa munculnya ancaman separatis semacam itu tak lain adalah karena saking jengahnya masyarakat terhadap pemerintah yang terkesan menutup mata terhadap kondisi infrastruktur di wilayah tersebut. Padahal, jalan merupakan kebutuhan vital bagi masyarakat setempat mengingat mayoritas profesinya yang sebagian besar adalah petani. Ya, jalan adalah kebutuhan utama bagi para petani di daerah kami untuk mengangkut hasil pertaniannya, terutama sawit dan karet. Anda bisa bayangkan, bagaimana perasaan para petani yang sudah lelah oleh pekerjaan di sawah dan ladang, sementara di jalan masih harus berjibaku dengan jalan yang rusak parah dan berlubang. Tentu itu akan sangat menyebalkan, bukan?
Belum lagi rusaknya jalan seperti ini juga akan menimbulkan persoalan lain yakni menjadikan daerah tersebut rawan dari tindakan kriminal seperti pembegalan, baik pada siang maupun malam hari. Untuk diketahui, sebenarnya persoalan maraknya aksi pembegalan di Lampung, termasuk juga di Way Kanan yang pada 3 tahun yang lalu menjadi daerah dengan kasus kejahatan tertinggi di Lampung, lebih dilatarbelakangi oleh kondisi infrastruktur : jalan yang rusak, sepi, dan gelap. Anda tentu ingat bukan dengan adagium 'Kejahatan terjadi bukan karena direncakanakan, melainkan karena adanya kesempatan'? Nah, bagi para begal, jalan yang rusak, sepi, dan gelap adalah kesempatan itu. Kondisi yang demikian itu akan sangat mendukung mereka dalam melakukan aksinya.
Pentingnya Infrastruktur dan Komitmen Pemerintah Terhadap Pemerataan Pembangunan Infrastruktur
Dalam lingkup yang lebih luas, tentu kasus serupa juga bisa terjadi di negara kita. Terutama bagi masyarakat yang berada di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar Indonesia. Persoalan infrastruktur yang tak kunjung mendapatkan perhatian, akan membuat mereka terus-menerus memendam rasa iri dan selanjutnya—penulis khawatir- itu akan (maaf, semoga ini hanya kekhawatiran/persepsi penulis semata) membuat rasa nasionalisme terkikis.
Dalam hal ini bisa kita ibaratkan pemerintah adalah orangtua, sedangkan daerah tertinggal, terluar, dan terdepan adalah anak. Apa yang terjadi jika seorang anak kurang mendapatkan perhatian dari orangtuanya? Kejadian di sekitar kita menunjukkan, biasanya anak cenderung akan memberontak terhadap orangtuanya atau terjerumus pada pergaulan yang kurang baik demi mendapatkan apa yang tidak mereka dapatkan dari orangtuanya.
Itulah, penulis pikir, bencana besar yang akan menimpa bangsa kita jika pembangunan infrastruktur terus-menerus diabaikan atau dirasa kurang adil oleh sebagian masyarakat kita. Dan satu-satunya obat atas persoalan tersebut adalah komitmen politik dari pemerintah terhadap persoalan ini, agar kemudian masyarakat jadi sedikit lebih tenang. Ya, penulis percaya, komitmen politik adalah ‘obat penenang’ bagi masyarakat yang tengah dihadapkan pada persoalan. Tentu kemudian tak cukup hanya dengan itu, selanjutnya harus ada tindakan atau strategi nyata untuk mengatasinya.
Untunglah, tampaknya pemerintahan sekarang begitu menyadari persoalan tersebut dan telah berupaya memberikan obat penenang itu melalui visi dan misi pembangunan Indonesia 2015-2019, yang digali kembali dari Trisakti, yakni berdaulat dalam politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan berlandaskan gotong-royong. Visi tersebut, yang kemudian dijabarkan melalui 9 agenda prioritas (nawacita) meliputi :
- Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara.
- Membuat Pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya
- Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
- Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
- Meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia.
- Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
- Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
- Melakukan revolusi karakter bangsa.
- Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
Komitmen politik tersebut, sejauh pengamatan penulis telah berhasil meyakinkan masyarakat Indonesia, khususnya yang berada di kawasan timur, kaitannya dengan pembangunan infrastruktur di Indonesia ke depan. Bahwa kini paradigma pembangunan infrastruktur di Indonesia telah berubah, yang sebelumnya terkesan Jawa sentris menjadi Indonesia sentris. Sebagaimana dipertegas dalam agenda prioritas ketiga, yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan yang telah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
Melalui dokumen ini dapat kita lihat bahwa dalam masa 2014-2019 ini pengembangan wilayah di Indonesia didasarkan pada pembagian 7 wilayah pembangunan, yaitu : Wilayah Papua, Wilayah Maluku, Wilayah Nusa Tenggara, Wilayah Sulawesi, Wilayah Kalimantan, Wilayah Jawa-Bali dan Wilayah Sumatera dengan tema-tema pembangunan untuk masing-masing wilayah adalah sebagai berikut :
1. Pembangunan Wilayah Pulau Papua :
- Percepatan pengembangan industri berbasis komoditas lokal yang bernilai tambah di sektor/subsektor pertanian, perkebunan, peternakan dan kehutanan;
- Percepatan pengembangan ekonomi kemaritiman melalui pengembangan industri perikanan dan parawisata bahari;
- Percepatan pengembangan pariwisata budaya dan alam melalui pengembangan potensi sosial budaya dan keanekaragaman hayati;
- Percepatan pengembangan hilirisasi industri pertambangan, minyak, gas bumi dan tembaga;
- Peningkatan kawasan konservasi dan daya dukung lingkungan untuk pembangunan rendah karbon; serta
- Penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dan masyarakat;
- Pengembangan kawasan ekonomi inklusif dan berkelanjutan berbasis wilayah kampung masyarakat adat, melalui percepatan peningkatan kualitas sumberdaya manusia Papua yang mandiri, produktif dan berkepribadian.
2. Pembangunan Wilayah Kepulauan Maluku
- Sebagai produsen makanan laut dan lumbung ikan nasional
- Percepatan pembangunan perekonomian berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan industri berbasis komoditas perikanan;
- Pengembangan industri pengolahan berbasis nikel, dan tembaga;
- Pariwisata bahari.
3. Pembangunan Wilayah Kepulauan Nusa Tenggara :
- Sebagai pintu gerbang pariwisata ekologis melalui pengembangan industri Meeting, Incentive, Convetion, Exhibition(MICE);
- Sebagai penopang pangan nasional dengan percepatan pembangunan perekonomian berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan industri perikanan, garam, dan rumput laut;
- Pengembangan industri berbasis peternakan sapi dan perkebunan jagung;
- Pengembangan industri mangan, dan tembaga.
4. Pembangunan Wilayah Pulau Sulawesi :
- Sebagai salah satu pintu gerbang Indonesia dalam perdagangan internasional dan pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia;
- Pengembangan industri berbasis logistik;
- Sebagai lumbung pangan nasional dengan pengembangan industri berbasis kakao, padi, jagung;
- Pengembangan industri berbasis rotan, aspal, nikel, bijih besi dan gas bumi;
- Percepatan pembangunan ekonomi berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan industri perikanan dan pariwisata bahari.
5. Pembangunan Wilayah Pulau Kalimantan :
- Mempertahankan fungsi Kalimantan sebagai paru-paru dunia, dengan meningkatkan konservasi dan rehabilitasi DAS, lahan kritis, hutan lindung, dan hutan produksi; serta mengembangkan sistem bencana alam banjir dan kebakaran hutan;
- Sebagai lumbung energi nasional dengan pengembangan hilirisasi komoditas batu bara, termasuk pengembangan energi baru terbarukan berbasis biomassa dan air atau matahari atau sesuai dengan kondisi SDA masing-masing provinsi;
- Pengembangan industri berbasis komoditas kelapa sawit, karet, bauksit, bijihbesi, gas alam cair, pasir zirkon dan pasir kuarsa;
- Menjadikan Kalimantan sebagai salah satu lumbung pangan nasional.
6. Pembangunan Wilayah Pulau Jawa-Bali :
- Sebagai lumbung pangan nasional;
- Pendorong sektor industri dan jasa nasional dengan pengembangan industri makanan-minuman, tekstil, otomotif, alutsista, telematika, kimia, alumina dan besi baja;
- Salah satu pintu gerbang destinasi wisata terbaik dunia dengan pengembangan ekonomi kreatif;
- Percepatan pembangunan ekonomi berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan industri perkapalan dan pariwisata bahari
7. Pembangunan Wilayah Pulau Sumatera :
- Sebagai salah satu pintu gerbang Indonesia dalam perdagangan internasional;
- Lumbung energi nasional, termasuk pengembangan energi terbarukan biomassa;
- Pengembangan hilirisasi komoditas batubara;
- Industri berbasis komoditas kelapa sawit, karet, timah, bauksit, dan kaolin;
- Percepatan pembangunan ekonomi berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan industri perikanan, pariwisata bahari, industri perkebunan, dan industri pertambangan. (Bapenas, 2015 : 10-12)
Dengan adanya komitmen politik tersebut, setidaknya masyarakat yang berada di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar dapat menjadi lebih optimis dan memiliki harapan. Ini penting, mengingat optimisme dan harapan tersebutlah yang kelak juga akan membangkitkan semangat membangun dari masyarakat, sehingga pembangunan yang akan dilaksanakan di masing-masing wilayah menjadi lebih partisipatif-kolektif-kolegial. Selain itu, rasa nasionalisme pun akan semakin kuat dan terawat di benak masyarakat kita karena telah merasa diperhatikan oleh pemerintah. Setelah itu, pemerintah melalui kementerian terkait (dalam hal ini Kementerian PUPR) tinggal memikirkan strategi pengimplementasiannya.
Pembangunan Infrastruktur Sebagai Investasi Jangka Panjang
Secara hitungan ekonomi, sejatinya pembangunan infrastruktur merupakan sebuah investasi jangka panjang, baik bagi pemerintah daerah setempat maupun bagi pemerintah pusat sebagai penyelenggara pembangunan. Terlebih lagi jika pembangunannya dilakukan secara merata meliputi seluruh wilayah di Indonesia, mengingat betapa besar potensi ekonomi di masing-masing wilayah. Pentingnya pembangunan infrastruktur bagi masa depan dan kemakmuran bangsa kita bisa kita istilahkan, “Bangun infrastruktur dahulu, makmurlah kemudian”.
Karena dengan tersedianya infrastruktur yang memadai, aktivitas ekonomi pun menjadi semakin mudah dan murah, masyarakat jadi lebih produktif, dan segenap potensi dapat digali demi menimbulkan dampak ekonomi yang lebih menguntungkan lagi, sehingga kelak dapat membantu mereka untuk mentas dari jerat kemiskinan. Maka saya rasa tidak berlebihan jika pembangunan infrastruktur kita gadang-gadang sebagai pondasi kemajuan di bidang ekonomi dan sosial di negara kita. Tanpa didukung infrastruktur yang baik, maka pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial pun akan terhambat.
Tetapi memang dalam proses pembangunan infrastruktur ini,-jika mau cepat- tidak akan bisa jika hanya dikerjakan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran swasta. Ini lantaran modal belanja negara yang sangat terbatas, sementara tuntutan dan kebutuhan pembangunan infrastruktur sudah sangat mendesak dan banyak. Karena itulah, peran swasta sangat penting adanya, guna membantu penyediaan modal dan infrastruktur baru bagi masyarakat dalam simpul kemitraan dengan pemerintah.
Sebagai konsekuensinya, pemerintah 'hanya perlu' menyiapkan regulasi dan kepastian usaha untuk mewadahi kepentingan tersebut. Regulasi tersebut setidaknya memuat kemudahan sehingga memungkinkan investasi masuk secara lancar dan aman. Itulah alasan mengapa beberapa waktu yang lalu, Presiden Joko Widodo menginstruksikan Menteri Dalam Negeri agar menghapus Perda yang dianggap menghambat investasi di daerah-daerah. Langkah tersebut ditempuh tak lain dalam rangka mempermudah masuknya investasi dan untuk menjamin keamanan bagi pihak swasta dalam membangun infrastruktur. Karena hal tersebutlah yang paling dibutuhkan oleh pihak swasta dalam keikutsertaannya membangun infrastruktur di Indonesia.
Epilog; Peran Masyarakat
Setelah mempelajari bagaimana arah pembangunan infrastruktur di Indonesia ke depan, lantas muncul pertanyaan apa peran kita sebagai masyarakat dalam mendukung progam pembangunan infrastruktur ini?
Dalam agenda pembangunan nasional 2014-2019, terdapat tiga dimensi pembangunan yang akan dilakukan di Indonesia, yakni dimensi pembangunan manusia, pembangunan sektor unggulan dan dimensi pemerataan dan kewilayahan. Dari sini semakin terlihat apa tuntutan peran kita sebagai warga negara yang notabene menjadi bagian tak terpisahkan dalam skema pembangunan di Indonesia, baik sebagai objek maupun subjek pembangunan. Yakni agar kita bersiap menjadi manusia unggul guna mengimbangi pembangunan infrastruktur di berbagai sektor ekonomi.
Perlu diingat, pembangunan infrastruktur akan meningkatkan daya konektivitas antarwilayah dan antarnegara. Dengan demikian, kebutuhan akan sumber daya manusia yang kompetitif, unggul dan andal juga semakin mendesak. Tanpa diimbangi kualitas SDM yang unggul, maka manfaat pembangunan infrastruktur tak akan tepat sasaran dan hanya dinikmati oleh orang-orang tertentu dan itu-itu saja. Karena itulah, diperlukan kesadaran kolektif dari seluruh elemen masyarakat agar segera menyiapkan diri untuk turut ambil bagian dalam pemanfaatan dan pengoptimalan infrastruktur yang (telah/akan) dibangun.
Namun meski demikian, penulis juga berharap semangat pembangunan infrastruktur Indonesia sentris juga mulai ditularkan ke sektor strategis lain terutama dalam bidang pendidikan. Agar ke depan, masyarakat di kawasan Indonesia timurlah yang banyak mengambil peran itu—tidak hanya jadi penonton seperti sekarang. Sebab begitu sulit dipungkiri, pembangunan manusia di Indonesia juga masih sangat Jawa sentris dan kota sentris. Sehingga belum memungkinkan bagi mereka untuk menjadi pelaku pembangunan di kampung halamannya sendiri.
Way Kanan, 29 Juni 2016
(Disclaimer : Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog "Pembangunan Infrastruktur Indonesia Sentris Kerjasama Kementerian PUPR dan Kompasiana)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H