Mohon tunggu...
A Darto Iwan S
A Darto Iwan S Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis bukan karena tahu banyak, tapi ingin tahu lebih banyak.

Menulis sebagai salah satu cara untuk healing :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

AI Hancurkan Olah Pikir dan Kreatifitas Siswa

28 Oktober 2024   15:38 Diperbarui: 29 Oktober 2024   07:11 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
AI dan Olah Pikir Siswa (gambar karya sendiri)

Bayangkan sebuah generasi dimana anak-anak kita lebih sering bertanya kepada robot daripada berbicara dengan kita. Bayangkan mereka menyerahkan kemampuan berpikir mandiri mereka demi jawaban instan dari mesin. Apakah kita ingin anak-anak kita menjadi generasi yang cerdas tapi kurang percaya diri?

Bahaya ketergantungan pada kecerdasan buatan (AI) di kalangan siswa dan mahasiswa menjadi hal yang semakin penting untuk dibahas dan patut kita pikirkan bersama. Mengapa? Siapa yang mungkin terkena dampak buruknya? Kita atau juga anak-anak kita?

Meskipun AI menawarkan kemudahan dalam belajar dan menyelesaikan tugas, ada sejumlah risiko yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah ketergantungan pada AI. Ketergantungan pada AI dapat mengurangi kemampuan berpikir kritis siswa. Ketika siswa terlalu sering mengandalkan AI untuk menyelesaikan tugas, mereka mungkin kehilangan kemampuan untuk menganalisis dan berpikir secara mandiri. Hal ini dapat menyebabkan otak mereka tidak terlatih, sehingga saat dihadapkan pada masalah yang kompleks, mereka kesulitan untuk menemukan solusi sendiri.

AI, seperti asisten virtual dan chatbot, memberikan akses cepat dan mudah untuk mencari informasi. Meskipun ini menguntungkan, kemudahan ini dapat menyebabkan siswa dan siswa menjadi terlalu bergantung pada teknologi untuk mendapatkan jawaban tanpa melakukan analisis mendalam. Mereka mungkin tidak lagi merasa perlu untuk mengevaluasi informasi atau mencari sumber lain, yang merupakan bagian penting dari berpikir kritis.

Ketika siswa dapat memperoleh jawaban instan dari AI, mereka cenderung kehilangan motivasi untuk berpikir mandiri. Proses berpikir kritis melibatkan evaluasi, analisis, dan sintesis informasi, tetapi jika mereka terus-menerus mengandalkan AI untuk menyelesaikan tugas atau menjawab pertanyaan, keterampilan ini tidak akan berkembang. Hal ini menciptakan kebiasaan buruk di mana mereka lebih memilih solusi cepat daripada terlibat dalam pemikiran eksploratif. Tanya ke AI saja gampang, kenapa harus mikir sendiri , kan?

AI sering kali memberikan jawaban berdasarkan pola yang ada dalam data pelatihannya, tanpa pemahaman yang mendalam tentang konteks atau makna dari pertanyaan yang diajukan. Hal ini dapat menghasilkan informasi yang kurang akurat atau tidak relevan, sehingga siswa tidak belajar untuk mengevaluasi keakuratan informasi yang mereka terima. Ketidakmampuan untuk memahami konteks ini menghambat pengembangan kemampuan berpikir kritis mereka. Siswa berpikir, pakai AI saja, beeresss.

Ketergantungan pada AI dapat mengurangi keterampilan analitis siswa. Ketika siswa tidak lagi berlatih menganalisis data atau situasi secara mendalam karena AI melakukan tugas tersebut untuk mereka, kemampuan mereka untuk membuat keputusan berbasis bukti menjadi lemah. Ini berpotensi menghambat kemampuan mereka dalam menghadapi tantangan kompleks di masa depan. Otak siswa jadi "mager".

AI dapat mengancam kreativitas siswa dengan menyediakan jawaban yang sudah jadi dan mengurangi kebutuhan untuk berpikir out-of-the-box. Ketika siswa terbiasa mendapatkan solusi dari AI, mereka mungkin kehilangan kemampuan untuk menghasilkan ide-ide baru dan inovatif, yang merupakan aspek penting dari berpikir kritis dan kreatif.

AI sering kali menghasilkan karya yang bersifat homogen. Misalnya, jika dua siswa menggunakan AI yang sama untuk membuat gambar atau tulisan berdasarkan perintah yang sama, hasilnya bisa sangat mirip atau bahkan identik. Ini bertentangan dengan sifat kreativitas yang seharusnya unik dan orisinal. Ketika siswa menerima hasil yang seragam, mereka mungkin merasa bahwa semua ide sudah ada dan tidak perlu lagi menciptakan sesuatu yang baru.

Interaksi sosial dalam proses kreatif sangat penting. Ketika siswa lebih banyak berinteraksi dengan AI daripada dengan teman sekelas atau guru, mereka kehilangan kesempatan untuk berdiskusi, bertukar ide, dan belajar dari satu sama lain. Hal ini dapat menghambat pengembangan keterampilan sosial dan kolaboratif yang penting dalam dunia nyata.

Penggunaan AI dalam menyelesaikan tugas akademik juga meningkatkan risiko plagiarisme. Siswa mungkin tergoda untuk menyalin jawaban yang dihasilkan oleh AI tanpa memahami atau menganalisisnya terlebih dahulu. Ini tidak hanya merugikan proses belajar mereka tetapi juga dapat berakibat pada masalah etika dan integritas akademik.

Saat menggunakan AI, sering kali siswa tidak memberikan atribusi yang tepat kepada sumber asli. Mereka mungkin mengambil ide, kalimat, atau bahkan struktur tulisan dari AI tanpa menyebutkan dari mana informasi tersebut berasal. Hal ini melanggar etika akademik dan dapat dianggap sebagai tindakan plagiarisme.

Plagiarisme tidak hanya terbatas pada teks, tetapi juga dapat mencakup ide dan konsep. Siswa yang menggunakan AI untuk menghasilkan ide-ide penelitian atau penulisan mungkin tidak menyadari bahwa mereka sebenarnya sedang menyalin pemikiran orang lain tanpa memberikan kredit yang layak. Ini termasuk menyalin judul, metodologi, atau bahkan argumen tanpa pengakuan.

AI dapat mengurangi keterampilan literasi siswa. Dengan kemudahan akses informasi melalui AI, siswa mungkin lebih memilih menggunakan teknologi ini daripada membaca buku atau jurnal ilmiah. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kemampuan mereka dalam mengolah dan menganalisis informasi secara mendalam.

Dengan adanya AI, siswa mungkin kurang terbiasa untuk membaca secara aktif. Membaca aktif melibatkan pemahaman, analisis, dan evaluasi informasi. Jika siswa lebih sering menggunakan AI untuk mendapatkan informasi, mereka tidak berlatih keterampilan membaca yang penting, seperti menemukan inti sari, mengidentifikasi argumen, atau memahami konteks.

AI dapat membantu dalam menghasilkan teks atau menyusun kalimat. Namun, jika siswa terlalu bergantung pada AI untuk menulis esai atau laporan, mereka mungkin kehilangan kesempatan untuk berlatih menulis dengan baik. Kemampuan menulis melibatkan pengorganisasian ide, penggunaan tata bahasa yang tepat, dan penyampaian pesan secara jelas semua ini bisa terabaikan jika siswa tidak berlatih secara langsung.

Membaca dan menulis bukan hanya tentang memahami teks, ada juga elemen emosional di dalamnya. Ketika siswa terhubung dengan materi melalui pembacaan aktif atau penulisan kreatif, mereka mengalami proses pembelajaran yang lebih mendalam. Namun, jika mereka lebih sering menggunakan AI, keterlibatan emosional ini bisa hilang.

Sistem belajar yang menggunakan AI, seperti ChatGPT, dapat membuat siswa dan siswa tergantung pada jawaban-jawaban yang diberikan oleh mesin. Mereka mulai mengandalkan AI untuk menjawab soal-soal ujian dan tugas-tugas akademis. Hal ini membuat mereka kurang percaya diri dalam menyelesaikan masalah-masalah akademis sendiri karena mereka pikir jawaban pasti ada di sana.

Akibat ketergantungan pada AI, siswa dan siswa mulai kehilangan kepercayaan diri dalam menyelesaikan tugas akademis sendiri. Mereka merasa tidak mampu menyelesaikan soal-soal ujian tanpa bantuan AI, sehingga rasa percaya diri mereka turun. Hal ini tidak hanya berdampak pada masa kuliah atau sekolah mereka tapi juga pada kehidupan profesional mereka di masa depan.

Sering kali, siswa dan siswa hanya men copy paste jawaban dari Internet tanpa memeriksa validitas atau akurasinya. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak lagi menganalisis sumber daya dan kebenaran jawaban, melainkan hanya mengandalkan isi teks yang ditemukan online. Konsep "copy paste" ini sangat merugikan karena mengabaikan hakikat belajar yang seharusnya melibatkan pemahaman mendalam dan kritikal.

Tapi tidak hanya siswa atau mahasiswa yang pakai AI yang terkena dampak buruk seperti yang dipaparkan diatas, lho. Yang tidak pakai juga kena dampak buruknya. Siswa atau mahasiswa yang tidak pakai AI dan berpikir sendiri kalah dengan siswa / mahasiswa yang buat PR atau skripsi pakai AI. Ini menyedihkan sekali kan ?

Dalam rangka menghindari dampak buruk ini, penting bagi sistem pendidikan untuk mengintegrasikan penggunaan AI dengan strategi belajar yang lebih holistik. Guru dan instruktur harus memfasilitasi siswa dan siswa untuk menggunakan AI sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti kemampuan intelektual mereka sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun